GADIS ramping berambut hitam panjang itu bernyanyi: Apa yang
terjadi pada hujan? Suaranya sayu, agak gementar. Dan kita
termangu-mangu.
Joan Baez. Limabelas tahun yang silam atau lebih, kita dengar
suaranya dengan jelas.
Apa yang terjadi pada hujan? Awan telah bercampur debu
radio-aktif, bom telah jatuh, Vietnam telah terbakar. Di sana
mayat hangus, tanah dikerumuni ulat, dan hati dikerumuni
kebencian. Joan Baez, gadis ramping berambut hitam yang
tergerai itu, telah menyanyikan banyak hal dan menyuarakan
banyak gugatan. Ia telah membikin kita peka sampai
sentimentil. Ia telah membikin kita seperti sapu tangan kertas,
rapuh, tak akan kekal, dan seakan menangung tugas untuk
mengusap air mata sejarah.
Maka anak-anak muda pun konon bisa memadukan suara untuk lagu
We shall Overcome, dengan tenggorokan terganjal haru dan hati
dilukai perang.
* * * *
JOAN Baez, wanita itu, kini berumur 38 tahun. Tahun 1960-an
yang terkenal --gemuruh oleh protes dan bom-bom Amerika di
Indocina, telah berganti dengan tahun 1970-an. Perang Vietnam
telah habis -- setidaknya sebagai perang antar Amerika dengan
kaum komunis. Dari Indocina kini muncul sederet kisah
penderitaan lain: para pengungsi, "orang-orang perahu" yang
begitu banyak menimbulkan pertikaian faham hari-hari ini.
Di manakah gadis berambut hitam ini sekarang, dalam usia 38
tahun? Rupanya ia masih bersuara. Tapi apabila belasan tahun
yang lalu ia datang ke Hanoi untuk menyatakan ketidaksukaannya
kepada tindakan negerinya sendiri, Amerika Serikat, sekarang ia
datang ke Washington untuk menyatakan protesnya kepada negeri
yang dulu ia bela Vietnam. "Saya telah berhasil bertolak 360
derajat," katanya kepada wartawan Lynn Darling dari Washington
Post pekan lalu.
Malam itu, di depan wakil-wakil pengungsi Vietnam -- yang
berbicara dalam bahasa mereka sendiri -- ia mengangguk. Ia
menyatakan dukungannya. Ia telah memasang iklan besar mengecam
pelanggaran hak-hak asasi oleh pemerintah komunis Vietnam. Dan
ia pun malam itu menyanyikan "Sebelum aku jadi budak, aku akan
ditanam dalam kuburku dan pulang ke Tuhanku, merdeka."
* * * *
AH, mon enfant terrtible, konon guru Perancisnya pernah berkata
padanya, apakah yang kini kau cari?
Di tahun 1960-an ia memprotes. Di tahun 1970-an ia memprotes.
"Selama saya mempunyai suatu tujuan perjuangan, sesuatu yang
bisa jadi tempat saya mencurahkan tenaga saya, selama itu beres.
Itulah yang saya perlukan untuk menaikkan adrenalin saya."
Kata-kata itu seperti tak serius, tapi barangkali benar.
Barangkali benar bahwa orang seperti dia selalu memerlukan suatu
tujuan perjuangan, suatu cause. Barangkali benar bahwa apa yang
diperjuangkan bukanlah hal yang teramat penting. Barangkali
benar bahwa urusan utama bukanlah kebebasan atau perdamaian atau
keadilan, melainkan adrenalin. Banyak orang di Barat, dengan
sedikit risiko dan banyak publisitas, berhasil menampilkan diri
jadi pembela ini atau itu, penentang anu atau sesuatu.
Namun dalam hal itu, Joan Baez mungkin tak teramat berbeda dari
seorang wanita pemrotes lainnya dari Amerika: Jane Fonda.
Bintang ini juga menentang perang Vietnam. Ia juga pergi ke
Hanoi. Kini pun ia masih tetap menolak buat mengutuk kaum
komunis yang berkuasa. Ia mengirim surat kepada Baez
memperingatkan, bahwa kecamannya terhadap Vietnam akan
memperkuat "unsur-unsur sempit dan negatif" yang percaya bahwa
"komunisme lebih buruk ketimbang maut".
Jane Fonda, sementara itu kita tahu, tak pernah harus lari
seperti orang perahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini