Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di negeri yang berslogan Bhinneka Tunggal Ika ini, kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) justru semakin terpojok. Hukuman cambuk terhadap kaum gay di Aceh dan penggerebekan terhadap mereka di Jakarta menunjukkan hal itu. Kaum gay kian diperlakukan diskriminatif, termasuk oleh penegak hukum.
Perlakuan yang tak manusiawi dialami kaum gay ketika polisi menggerebek sebuah pusat kebugaran di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pekan lalu. Di situ berkumpul seratus lebih lelaki yang diduga penyuka sesama jenis. Mereka tampak dipermalukan. Foto seratusan pengunjung tanpa busana pun beredar luas. Padahal razia tersebut tertutup untuk wartawan.
Kepolisian semestinya cukup memeriksa pengelola pusat kebugaran yang diduga melanggar hukum, tanpa menebarkan kehebohan. Kalaupun memakai UndangUndang Pornografi, polisi hanya bisa menjerat pengelola pusat kebugaran itu sebagai penyedia jasa layanan hiburan, dan tidak bisa menyentuh pelanggan yang kebetulan para gay.
Sikap penegak hukum itu menyebabkan kelompok LGBT semakin terpinggirkan. Apalagi masyarakat selama ini juga memandang rendah mereka. Pada 2005, misalnya, Lingkaran Survei Indonesia mengungkap sekitar 65 persen responden ¡±tidak setuju¡± memiliki tetangga gay atau lesbian. Gejala homofobia itu melonjak menjadi 81 persen pada 2012.
Hak asasi kaum LGBT semestinya dilindungi. UndangUndang Dasar 1945 jelas menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apa pun. Karena itu, diskriminasi atas dasar orientasi seksual tak boleh dibiarkan. Perlakuan yang tak adil itu akan meresahkan kaum LGBT.
Menurut hukum pidana Indonesia, ekspresi hasrat seksual sesama jenis pun bukan merupakan tindak pidana. Kitab UndangUndang Hukum Pidana tak melarang hubungan intim sesama jenis yang bersifat pribadi, sukarela, dan nonkomersial. Hubungan sesama jenis menjadi kejahatan bila dilakukan dengan paksaan atau melibatkan anak di bawah umur. Lebih khusus, Indonesia juga memiliki UndangUndang Hak Asasi Manusia. Faktanya, perlindungan hak asasi kelompok LGBT jauh dari memadai.
Di Aceh, kaum gay bahkan sampai dihukum secara terbuka. Dua pemuda dicambuk 83 kali di depan umum pekan lalu. Mahkamah Syar¡¯iyah memvonis mereka bersalah melakukan hubungan sesama jenis. Pasangan ini sebelumnya dilaporkan sekelompok orang yang mengintip dari celah dinding ketika mereka berduaan di kamar tertutup.
Provinsi Aceh memang menerapkan hukum syariah, yang melarang liwath (hubungan seks sesama jenis) sejak 2003-aturan yang sebetulnya menabrak tatanan hukum nasional. Ancaman hukumannya hingga 100 kali cambuk. Seperti mengipasi bara diskriminasi, pada 2008 Majelis Ulama Indonesia menyerukan bahwa "kaum homoseksual" layak diberi hukuman cambuk sampai hukuman mati.
Sikap ulama dan hukum syariah di Aceh itu menyebabkan kaum LGBT kian tidak mendapat tempat. Pada 2013, United Nations Development Programme menyebutkan kelompok LGBT di Indonesia masih menjadi sasaran utama pelanggaran hak asasi manusia. Mereka kerap menjadi korban stigma, dikucilkan dari pergaulan, dan menerima kekerasan.
Perserikatan BangsaBangsa telah mengeluarkan resolusi untuk menghapus diskriminasi dasar orientasi seksual dan identitas gender pada 2014. Sebagai anggota PBB, Indonesia seharusnya menghormati resolusi ini. Apalagi konstitusi kita jelas pula melindungi warga negara dari segala bentuk diskriminasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo