Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sambil menyumbang minum air

PBSI mendapat sumbangan-sumbangan dari berbagai perusahaan yang mengiklankan tokoh-tokoh olahragawan terkenal seperti Rudy Hartono. Mungkin kelak sektor kesenian pun akan mendapat gilirannya. (ki)

31 Maret 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU bulan lalu Anda kebetulan lewat gedung opera La Scala di Milano, salah satu "kuil" kesenian di Eropa, Anda akan terkejut. Ada 11 papan reklame menutupi tampak depan gedung anggun itu. Bukan mengiklankan "Il Trovatore" atau Kiri te Kanava, tetapi Gucci, Fiat, Corrierre dela Serra dan barang-barang konsumsi lainnya hingga produk besi baja. La Scala memang sedang kekurangan dana. Dan kesebelas perusahaan itu menyumbang 94 ribu dolar AS untuk memperbaiki tampak depan gedung yang cantik itu. Beberapa minggu ini TEMPO menampilkan iklan yang menampangkan Rudy Hartono, Liem Swie King, dan Ferry Sonneville mengajak pembaca minum Anker Bir sambil menyumbang tim Piala Thomas. Surya Alam Pohan dari perusahaan bir, itu mengatakan bahwa dari setiap kaleng bir, yang terjual selama Februari hingga Mei, PBSI akan memperoleh sumbangan sebesar lima rupiah. Dengan memperkirakan bahwa tiga juta kaleng bir akan terjual selama tiga bulan itu, maka PBSI akan memperoleh sedikitnya Rp 15 juta bagi persiapan tim Pala Thomas. PBSI memang merupakan perkumpulan olah raga yang beruntung. Ganti berganti saja perusahaan yang menyumbang. Dulu Bir Bintang dan Eveready membantu keberangkatan ke All England 1976. Eveready pun membantu mengadakan coaching clinic di beberapa kota dengan mendatangkan Rudy Hartono, dan bahkan juga melakukan ekshibisi internasional di empat kota. Indomilk pun pernah membantu dengan penyelenggaraan pembibitan pemain bulu tangkis di daerah yang kemudian dibawa ke Jakarta untuk dibina langsung oleh Rudy Hartono. Kegiatan-kegiatan seperti itu tidaklah terlepas dari siasat pemasaran. Eveready dan Indomilk dulu melakukannya karena Rudy Hartono adalah endorser dan spokes person untuk produk mereka. Anker Bir sendiri mengakui bahwa kegiatan itu sesuai dengan siasat pemasaran mereka untuk mengaitkan produk mereka dengan salah satu jenis olah raga yang merakyat. "Dibanding dengan pesaing, kami ketinggalan dalam upaya meningkatkan citra produk kami. Dan kami yakin kegiatan iai akan membantu mencapai sasaran itu," kata Pohan. Pada 1982 Anker pun menyumbang PBSI dengan dana yang lebih besar, Rp 40 juta untuk tim All England. Tetapi waktu itu Anker tidak memperoleh apa-apa selain berita pers kecil tentang penyerahan sumbangan itu. Bahkan ada wartawan yang salah menyebut nama Anker dengan produk saingan. Dengan cara yang dilakukannya kini, Anker tidak hanya menyumbang PBSI, tetapi sekaligus meningkatkan citra dan memompa angka penjualan ketika pasar sedang lesu. Pengusaha rokok Ardath pun menyumbang PBSI mengadakan Pusat Latihan dan Pendidikan Bulu Tangkis di Jawa Timur dan Jawa Barat, masing-masing Rp 2,5 juta sebulan. Ben Wirawan dari BAT mengatakan bahwa kegiatan itu memang tidak segemilang pensponsoran All England atau Piala Thomas. "Tetapi 5-10 tahun lagi tentu akan keluar juara-juara Indonesia baru dari sana," kata Ben. Produk BAT yang lain, Commodore, memilih sepak bola untuk disponsori. Sudah lima tahun ini Commodore menjadi sponsor tunggal Piala Marah Halim. Maklum, Commodore punya pasar kuat di Sumatera Utara. "Agar citra Commodore ada hubungannya dengan persepakbolaan. Ini 'kan membantu brand identification," tambah Ben, yang juga mengatakan bahwa 10%-15% anggaran promosinya dipakai untuk kegiatan pensponsoran semacam itu. PT Multi Bintang ternyata hanya menganggarkan sekitar 5% dari anggaran promosinya untuk pensponsoran. Padahal, Green Sand-nya tiap tahun selalu muncul dengan Green Sand Tennis Circuit yang biayanya tidak kurang dari Rp 50 juta. Bir Bintang banyak juga muncul dalam acara kejuaraan tenis lainnya. Djadjat Bagdjawidjaja dari Multi Bintang pun mengakui bahwa kegiatan itu merupakan bagian yang padu dalam siasat pemasarannya. Sektor olah raga memang beruntung mempunyai banyak maecenas yang ikut menyumbang dana untuk pembinaannya. Mungkin kelak sektor kesenian pun akan dapat giliran. Mustika Ratu mungkin akan menyelamatkan Ngesti Pandowo. Danarhadi akan bantu Sriwedari. Bukankah kegiatan itu merupakan hal yang kontributif terhadap pemngkatan penjualan? Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus