Ada pepatah mengatakan," Jangan percaya dengan apa yang ditulis koran, kecuali Anda wartawannya." Kebenaran dari pepatah ini masih perlu dipertanyakan. Namun, karena terbatasnya sumber informasi lainnya yang layak dipercaya, terpaksalah saya percaya pada apa yang diberitakan di koran. Saya membaca berita di koran tentang kasus skorsing mahasiswa di ITB. Tiba-tiba saya teringat masalah perpeloncoan, yang oleh sebagian orang sangat ditabukan. Perpeloncoan apakah itu? Memang ada yang mengatakan, masalah perpeloncoan sudah ketinggalan zaman. Kegiatan tersebut sudah dilarang, karena tak sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa kita. Dalam perpeloncoan selalu ada yang menindas dan ditindas. Itu bertentangan dengan masyarakat kita yang demokratis dan dia- logis. Jadi, saran orang tersebut, lebih baik Anda belajar dengan baik dan benar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, memelonco berarti menjadikan seseorang tabah dan terlatih, mengenal, dan menghayati situasi di lingkungan baru. Tapi, menurut sebagian orang yang lain, perpeloncoan yang terjadi sekarang ini sudah menyeleweng dari arti di kamus tersebut. Perpeloncoan, kini, malah dijadikan ajang balas dendam dari seorang senior kepada pendatang baru di sebuah lingkungan kampus. Seorang senior menindas, membentak, menghukum, dan memberikan tugas yang aneh-aneh kepada yuniornya. Bahkan, dalam kasus yang ekstrem, ada yang sampai memukuli yunior. Tapi penilaian seperti itu tak sepenuhnya benar. Ada yang mengatakan, "penindasan" di situ bisa dipahami: bahwa seorang senior justru melatih ketabahan yuniornya. Secara normatif hal itu benar. Tapi kenyataan berbicara lain. "Penindasan" dalam perpeloncoan lebih cenderung merupakan simulasi galak struktural. Maksudnya, kegalakan terkondisikan yang dilakukan oleh seorang senior kepada yuniornya. Sebab, para senior tersebut tak bisa berbuat galak ketika ia berhadapan dengan struktur yang ada di atasnya. Bila senior mahasiswa tersebut galak kepada dosennya atau rektornya, ia tentu akan diskors. Jadi, para senior menjadi galak terhadap yuniornya karena mereka digalaki oleh dosen, dosen menjadi galak karena digalaki oleh rektor, rektor menjadi galak karena digalaki oleh birokrasi, dan begitu seterusnya. Masing-masing, dalam struktur tersebut, mencari tingkatan yang berada di bawahnya untuk bisa digalaki. Nah, kalau sudah begini, apakah perpeloncoan tersebut masih relevan dengan arti melatih ketabahan? Yang terjadi adalah sang rektor telah menjatuhkan skorsing. Itu berarti, sang rektor pun telah melakukan perpeloncoan dalam konstelasi galak struktural tersebut? Dengan demikian, apa yang dilakukan rektor kepada mahasiswanya tak berbeda dengan apa yang dilakukan sang mahasiswa senior terhadap yuniornya?DADANG SYAHID S.W.Mahasiswa STIE IBII Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini