Sutan Takdir Alisjahbana adalah penulis roman Layar Terkembang. Kapal Universitas Nasional yang dinakhodainya telah berlayar sejak Oktober 1949. Kapal itu cukup tua, memang, dan kini mulai sarat dengan penumpang, dan layarnya telah dikembangkan semua untuk menentang angin kencang kemajuan. Semua awak kapal dan penumpangnya telah dipacu untuk belajar dan bekerja keras agar siap meneruskan perjalanan hidupnya secara lebih baik dan dihargai oleh semua lapisan masyarakat dan bangsa di dunia. Sebab, selain mereka diharapkan mempunyai kemampuan fisik dan intelektual, juga memiliki hati nurani dan cita-cita luhur sehingga sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang sudah mangalami kemajuan yang pesat, baik ilmu pengetahuan, politik, sosial, maupun peningkatan ekonomi. Namun, tak semua awak kapal dan penumpangnya dapat memanfaatkan deraan badai dan gelomhang kemajuan tersebut, sehingga tak sedikit awak kapal yang mulai mabuk dan kehilangan akal sehat. Dengan segala keserakahan dan ambisi, mereka berbuat agar dapat dikatakan bahwa merekalah yang membawa kapal itu mendarat di tempat tujuan yang disambut dengan berbagai sanjungan dan hadiah. Sebab, pada saat itulah, kapal Unas telah menjadi kapal favorit, bukan hanya dikenal di perairan Nusantara, tapi juga di samudra luas di permukaan bumi. Sementara angin dan gelombang kemajuan semakin kencang mengguncang, sebagian awak kapal dan penumpangnya semakin panik. Mereka mulai melirik logistik dan berbagai suku cadang lain yang punya nilai. Semakin kencang angin datang, semakin kencang pula kapal itu menerjang dan diterjang gelombang. Tapi tidak semua awak kapal siap dengan kemampuan otot dan otaknya. Beberapa awak kapal menjadi sangat panik, sehingga mereka sungguh-sungguh berebut logistik dan suku cadang yang ada. Kadang-kadang mereka berbuat sudah keterlaluan, keluar dari sistem dan peraturan berlayar. Kadang dengan berbungkus koran mereka memakai senjata tajam merebut yang bukan haknya dari beberapa awak kapal lain yang masih rasional, optimistis, dan hanya mempertahankan hak dan kewajibannya untuk mempertahankan laju dan arah kapal. Perebutan hak itu telah menyebabkan layar dan anjungannya rusak parah. Sementara itu, berkat pengaduan dan doa kepada yang mempunyai keadilan, sebagian awak kapal dan penumpangnya sedikit mulai merasa lega. Sebab, ternyata Tuhan Yang Maha Adil melalui Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Selatan, tanggal 27 Januari 1994, telah membantu meluruskan arah kapal yang sudah mulai menyimpang dari tujuan semula. Alhamdullillah! Namun, beberapa awak kapal yang masih beringas itu, dengan penuh amarah, dendam, dan kebencian, masih belum dapat menerima keputusan Tuhan Yang Maha Adil dan Bijaksana. Mereka naik banding. Beberapa awak kapal yang sudah lelah dihantam badai dan gelombang, yang sudah mempersiapkan diri mengikuti arah yang ditunjukkan keadilan itu, sedikit tersentak kaget. Kemudian mereka mengadu kepada Tuhan, "Ya Allah! Masihkah Engkau akan menguji kesabaran mereka yang beriman kepada-Mu?" Karyawan dan alumni Unas Nama dan alamat ada pada Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini