Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sikap mumpung dan chayanov

Sikap mumpung merupakan cetusan dari aspek kebudayaan golongan melarat. sikap ini ternyata tak hanya ada pada masyarakat petani jawa, juga masyarakat lain. contoh: masyarakat petani di rusia.

11 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH barang tentu pembaca akan bertanya-tanya apa kaitannya kata mumpung yang berasal dari bahasa Jawa dengan nama Rusia yang terpampang dalam judul di atas. Bukankah sebenarnya hubungan antara Rusia dengan orang Jawa baru berumur beberapa puluh tahun saja? Memang yang dimaksud bukanlah hubungan langsung atau hubungan bertemu muka, berhadapan secara badaniah. Sifat hubungan yang dimaksud lebih berbentuk gagasan-gagasan A.V. Chayanov, yang tampaknya dapat juga kita lihat perwujudannya dalam masyarakat kita. A.V. Chayanov bukan sembarangan orang Rusia, tetapi seorang ahli yang mendukung profesi ekonomi, dan khususnya menulis mengenai ekonomi petani miskin Rusia sekitar tahun 1926. Waktu itu rezim Stalin juga menghadapi Pelita pertama Uni Soviet yang bertekad mengangkat nasib petani kecil dengan kolektivisasi dan mekanisasi. Tetapi bukan masalah ini yang akan dikupas. Yang lebih menarik adalah hasil penelitian A.V. Chayanov mengenai petani gurem, yang menunjukkan banyak ciri-ciri yang sama dengan petani-petani gurem di dunia ketiga, termasuk di Pulau Jawa di Republik kita ini. Sudah dapat dipastikan ballwa Chayanov belum berkomunikasi dengan ahli ekonomi Belanda J.H. Boeke atau ahli anthropologi-sosial Amerika C. Geertz yang juga menulis mengenai dasar-dasar keterbelakangan dan kemelaratan yang begitu berakar dalam. Sebelum mengungkapkan gagasan Chayanov, tentu pembaca terutama yang tidak berbahasa Jawa, ingin mengetahui apa yang terkandung dalam istilah mumpung itu. Dalam bahasa Jawa mumpung mengandung arti: seseorang yang secara kebetulan dapat menikmati suatu keuntungan, dan biasanya untuk waktu yang tidak berkelanjutan. Atau dalam istilah sehari-hari sekarang lebih dikenal sebagai rezeki nomplok. Tentu hal ini perlu dinikmati selama ada kesempatan. Hanya orang bodoh yang tidak demikian perbuatannya. Menurut gagasan Chayanov, petani kecil atau gurem pada tingkat kehidupan subsistensi mengelola perusahaan taninya baik sebagai satuan produksi maupun sebagai satuan konsumsi. Dalam kondisi serba kekurangan modal, alat dan faktor produksi lain, petani gurem harus mengorbankan tenaga kerja dan waktu yang sering tidak berimbang lagi dengan penambahan sedikit produksi. Ini pun tidak cukup untuk memperluas usaha taninya. Dalam keadaan seperti itu sebuah perusahaan kapitalis yang besar sudah lama menghentikan usahanya, karena dikatakan bahwa pada fase demikian perusahaan sudah "makan modal" sendiri. Untuk si petani gurem soalnya pada tingkat subsistensi memang tidak ada pilihan lagi antara terus berusaha atau berhenti. Menghentikan usaha kecilnya berarti: bertolak ke alarn baka bersama anggota keluarga lain. Menanggung risiko yang sebesar itu, ia benar-benar bekerja mati-matian, dan sudah terang bahwa bekerja setengah mati itu masih lebih disukai daripada mati betul. Inilah yang oleh Chayanov disebut manusia mengeksploatasi dirinya. Kalau keadaan seperti digambarkan itu cukup lama berlangsung, timbul sikap mental yang sedikit banyak membudaya: cakrawala penglihatan hidup sempit dan pendek, dan tidak ambil risiko. Tetapi Tuhan Maha Penyayang, juga bersifat adil. Kadang-kadang di dalam masyarakat timbul suatu perombakan yang demikian dahsyatnya sehingga golongan yang semula merana berubah kedudukan dan kesempatan memperbaiki hidup dan nasibnya. Suatu keadaan yang semula hanya ada di dunia impian sekonyong-konyong terwujud sebagai kenyataan. Baik Rusia maupun Indonesia mengalami perombakan dahsyat dalam masyarakat masing-masing, dan akibatnya memang timbul gejala rezeki nomplok. Orang percaya bahwa keadaan seperti itu tidak lestari dan karena itu pula menimbulkan sikap mumpung pakailah kesempatan pendek itu untuk mengumpulkan harta kekayaan, meningkatkan gengsi sosial, supaya paling tidak di kemudian hari risiko dapat lebih mudah ditanggung bila rezeki sudah mereda atau habis. Mumpung sebagai sikap dan gejala masyarakat terang tidak merupakan monopoli kebudayaan Jawa atau Indonesia saja, karena seandainya demikian halnya tentu teori Chayanov tidak dapat diterapkan di sini. Nyatanya kaum bourgeois setelah revolusi Prancis 1789, atau "robber barons" di Amerika Serikat setelah perang saudara 1865 menunjukkan ciri-ciri yang mirip dengan tingkah laku golongan "O.K.B." kita. Tampaknya sikap mumpung dikenal juga oleh masyarakat lain dalam lingkungan kebudayaan lain, dan memperlihatkan gelagat golongan tertentu pada fase perkembangan masyarakat tertentu, diawali oleh suatu perombakan yang memutarbalikkan lapisan masyarakat. Mental lapisan yang diputarbalik tadi belum siap mencernakan keadaan baru, dan masih dihinggapi sikap dasar. Artinya sikap seperti pada petani gurem, dimiliki oleh orang yang sekonyong-konyong mendapat reeki nomplok. Akibatnya memang timbul keserakahan, yang berusaha mengamankan nasib tujuh generasi berikutnya selama hayat di kandung badan. Di mana-mana kelihatannya sikap tadi adalah cetusan dari aspek kebudayaan, yaitu aspek kebudayaan golongan melarat atau poverty culture. Dan inilah pembaca yang tercinta kaitannya antara gagasan A.V. Chayanov dalam The Theory of Peasant Economy dan kata Jawa mumpung! Sebagaimana semua teori, yang dikemukakan Chayanov tentu dapat didukung, bahkan diterapkan, atau justru ditentang dan diberantas. Ini terserah kepada pribadi pembaca.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus