Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tambal-Sulam Pengampunan Pajak

Pemerintah menerbitkan peraturan baru pelaksanaan amnesti pajak. Semestinya mengutamakan wajib pajak kelas kakap.

5 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai pengaturan tambahan pelaksanaan undang-undang pengampunan pajak ibarat dua sisi uang logam. Di satu sisi, peraturan nomor 11/PJ/2016 itu melegakan wajib pajak yang risau akan kesimpangsiuran implementasi amnesti pajak. Ketentuan baru itu menegaskan program pengampunan pajak tidak berlaku bagi masyarakat dengan pendapatan di bawah Rp 4,5 juta per bulan.

Di sisi lain, peraturan Direktur Jenderal Pajak itu belum cukup memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi semua wajib pajak. Sebab, derajat peraturan itu berada jauh di bawah undang-undang. Tidak mungkin peraturan setingkat ini seolah-olah "mengoreksi” undang-undang dengan mempersempit subyek dan obyek pengampunan pajak.

Andai kata pemerintah ingin mengubah atau mempertegas cakupan pengampunan pajak, hal itu seharusnya dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Kemunculan peraturan baru tersebut akhirnya tak lebih dari sekadar "pemadam kebakaran” di tengah kegelisahan masyarakat atas pelaksanaan amnesti pajak.

Lahirnya peraturan baru itu kian menunjukkan pelaksanaan pengampunan pajak masih tambal-sulam di sana-sini. Dengan peraturan tersebut, ahli waris kini tidak perlu repot mengikuti amnesti pajak asalkan harta warisan sudah dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan. Kalaupun belum melaporkannya, mereka cukup merevisi SPT bila hartanya sudah dikenai pungutan. Ketentuan itu semestinya menjadi bagian dalam penjelasan Undang-Undang Pengampunan Pajak, atau setidaknya tertulis dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118 Tahun 2016 yang mengatur pelaksanaan program amnesti pajak.

Kegelisahan yang dirasakan wajib pajak sesungguhnya tak perlu terjadi bila sejak awal pemerintah terbuka. Pemerintah seharusnya menjelaskan bahwa program pengampunan pajak tidak hanya berlaku bagi wajib pajak yang menyimpan uang di luar negeri, tapi untuk semua golongan, termasuk yang hartanya ada di dalam negeri. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 menyebutkan wajib pajak yang berhak mendapatkan pengampunan adalah mereka yang memiliki kewajiban menyampaikan SPT.

Masalahnya, simpang-siur informasi terjadi karena sejak awal Presiden Joko Widodo mendengungkan program ini untuk membidik aset ribuan triliun rupiah yang disembunyikan di luar negeri. Pemerintah bahkan gembar-gembor memiliki data 6.000 rekening milik orang Indonesia, dengan nilai sekitar Rp 11.500 triliun, yang diparkir di luar negeri.

Bila data tersebut sahih, seyogianya itulah prioritas tim Direktorat Jenderal Pajak, yaitu memburu aset kakap di luar negeri. Sebab, salah satu tujuan tax amnesty adalah repatriasi—pengalihan dana dari luar ke dalam negeri—untuk menggenjot likuiditas domestik. Pemerintah juga menggadang-gadang bisa menutup defisit anggaran dari uang tebusan.

Sayangnya, aset yang masuk dari luar negeri jauh panggang dari api. Hingga akhir pekan lalu, deklarasi aset luar negeri baru sepertujuh dari total deklarasi harta Rp 195 triliun. Dari angka itu, nilai dana repatriasi baru Rp 12,3 triliun. Adapun uang tebusan yang disetor baru Rp 4,14 triliun. Ini masih jauh dari target Rp 165 triliun. Bila target tak tercapai, pemerintah harus siap-siap gigit jari.

Pemerintah harus memastikan Undang-Undang Pengampunan Pajak berfokus memburu aset kakap yang diparkir di luar negeri. Jangan sampai ada anggapan, gara-gara ancaman defisit anggaran, program pengampunan pajak juga "tajam” menyasar masyarakat lapisan menengah dan bawah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus