Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Untuk para Oemar Bakri

Para guru honorer masih saja mendapat honor di bawah upah minimum. Kisah sedih di hari guru.

27 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk sementara ini, Indonesia tak akan pernah memiliki guru seperti John Keating (ingat tokoh guru sastra dalam film Dead Poet Society yang mengajari murid-murid SMA merobek buku "bagaimana memahami sastra" dan berdiri di atas meja untuk belajar memandang hidup dari perspektif yang berbeda). Apalagi dosen seperti Katherine Watson (dalam film Mona Lisa Smile yang mengajari mahasiswanya pada tahun 1950-an melawan tradisi yang mengekang perempuan).

Indonesia punya Oemar Bakri, guru rekaan dalam lagu Iwan Fals, dengan gaji sangat minim, mengendarai sepeda, dan dengan ikhlas melaksanakan pekerjaannya karena menganggap mendidik adalah pekerjaan mulia (baca, Agar Dapur Tetap Ngebul). Pendidikan kita memiliki dua penyakit kronis yang tampaknya tak bisa sembuh: kurikulum yang terus-menerus berganti dan tak kunjung beres, dan gaji guru yang masih di bawah upah minimum. Persoalan nomor dua ini dengan mudah diilustrasikan dengan kisah guru yang terengah-engah berangkat mengajar dari subuh dengan angkutan umum. Pulang mengajar, ia langsung mengajar lagi di sebuah madrasah yang kemudian dilanjutkan dengan memberi les mengaji dan ceramah di masjid. Ini sebuah gambaran yang tragis. Atau, ada juga yang pergi mengajar naik sepeda, lantas siang sampai malam berkeliling main musik untuk menambah penghasilan. Bayangkan bagaimana mutu proses pendidikan di kelas jika seharian mereka harus bekerja seperti ini.

Para guru honorer-sebutan bagi guru yang belum menjadi pegawai negeri-yang mendapat honor Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu per bulan itu berjumlah lebih dari sejuta orang. Guru honorer bisa menjadi pegawai negeri dengan syarat berat. Usia mereka harus di bawah 35 tahun, lulus program sertifikasi, lulus ujian, dan memiliki kualifikasi yang dibutuhkan, misalnya gelar strata satu. Upaya menaikkan honor? Pemerintah hanya bisa membantu lewat Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang sebagian boleh digunakan untuk membayar para gurunya. Bila itu dirasa belum cukup, ia menyerahkan pilihan pada mereka: tetap bertahan, atau mencari sekolah lain yang memberikan honor lebih baik.

Sebetulnya ada lagi sumber lain yang mungkin bisa diotak-atik untuk membantu jutaan Oemar Bakri ini. Selama ini ada sejumlah dana APBN yang dikucurkan untuk pengadaan buku-buku pelajaran sekolah sehingga setiap tahun (bahkan ada yang setiap semester) para murid SD, SMP, maupun SMU diwajibkan mengganti bukunya dengan judul dan penerbit yang sudah ditentukan oleh sekolah. Korupsi dan kolusi antara pejabat dan penerbit (Tempo rubrik investigasi 5 November 2000 dan Tempo 18 September 2005) yang tak berkesudahan itu menunjukkan proyek pengadaan buku lebih menjadi proyek memperkaya diri dan membuat dompet orang tua sengsara. Maklum, buku-buku bekas setahun sebelumnya yang digunakan oleh kakak si murid biasanya berubah (demi proyek). Ini penyakit kronis lain yang belum juga selesai dibereskan.

Nah, pertanyaan berikut dari majalah ini adalah: mengapa dana sedemikian besar yang mencapai miliaran rupiah untuk pengadaan buku itu tidak dialokasikan saja untuk menambah honor para Oemar Bakri ini? Selain urusan korupsi dan kolusi yang tak pernah selesai itu (barangkali) bisa terpangkas, para guru honorer yang tak mungkin menjadi pegawai negeri (karena pendidikan atau karena usia di atas 35 tahun) juga tak perlu menambah banyak pekerjaan sampingan. Ini sebuah usul yang tampaknya akan sulit dilaksanakan, tetapi tidak mustahil. Asal ada kemauan yang keras.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus