Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA) mengatakan pelarangan penggunaan air tanah harus dimulai dari wilayah yang tingkat konsumsi dan volume kecepatan airnya paling besar. Tim Riset dan Advokasi Kruha, Sigit Karyadi mengatakan pelarangan pertama seharusnya menyasar gedung-gedung tinggi, pabrik, dan hotel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Audit terlebih dahulu konsumsi air tanah mereka (pengelola pabrik dan hotel) sebelum dengan serampangan membuat narasi yang berpotensi menyudutkan warga biasa," kata Sigit saat dihubungi Tempo, Jumat, 8 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, sebagian warga sipil belum memiliki opsi air bersih untuk kebutuhan harian, selain mengambil dari tanah. Konsumsi air untuk kebutuhan sehari-hari, Sigit meneruskan, memang sebaiknya bersifat berkelanjutan, misalnya dari sumber air permukaan seperti sungai dan danau. Namun, pernyataan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) soal pelarangan konsumsi air tanah dianggap kurang tepat. Terlebih, penyataan pada Senin, 4 November lalu itu diungkapkan di sekitar warga di Muara Baru, Jakarta Utara, yang akses airnya terbatas.
Mewakili KruHA, Sigit mendesak pemerintah memenuhi hak warga atas air, sebelum menerapkan pelarangan soal air tanah. Akses air minum yang disediakan negara melalui perusahaan daerah air minum (PDAM) juga harus merata.
“Hak atas air memberikan hak kepada setiap orang untuk mempunyai akses terhadap air yang cukup (volume), aman (higienis), dapat diterima, dapat diakses secara fisik, dengan biaya terjangkau,” tuturnya.
Berdasarkan data dari Pemerintah DKI Jakarta, distribusi layanan pipa perusahaan air minum atau PAM Jaya baru mencapai 69,3 persen. Pipanisasi air bersih ini ditargetkan mencapai 100 persen pada 2030.
Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebelumnya mengungkapkan bahwa pemerintah akan mempercepat pelarangan penggunaan air tanah, khususnya bagi masyarakat DKI Jakarta. Menteri PU, Dody Hanggodo, memastian kebijakan itu untuk menangani masalah penurunan muka tanah yang kini terjadi secara signifikan di wilayah pesisir Utara Jakarta.
Sebelum resmi melarang penggunaan air tanah, Kementerian PU akan lebih dulu mempercepat pembangunan sarana dan prasarana untuk menunjang distribusi air bersih. Langkah Kementerian PU sesuai dengan wacana Menko AHY yang ingin melarang total penggunaan air tanah di Jakarta.