Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Badan Iklim PBB: Pemanasan Global Capai 2,5 Derajat Celsius 2030

Padahal target batas tertinggi pemanasan global pada akhir abad ini menurut Paris Agreement adalah 2 derajat Celsius. COP27 Mesir dibayangi tekanan.

27 Oktober 2022 | 15.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi emisi karbon. Pixabay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Iklim PBB, UNFCCC, baru saja merilis analisis pemanasan global terbarunya, 26 Oktober 2022. Isinya, emisi karbon dunia saat ini dalam kondisi yang cukup untuk melampaui target batas kenaikan suhu udara global 1,5 derajat Celsius dalam 10 tahun ke depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencana iklim negara-negara tentang target pengurangan emisi karbon antara saat ini dan 2030 dinilai tak ada yang cukup ambisius untuk bisa menghadang laju pemanasan global tersebut. Tak cukup bahkan untuk mendekatinya sekalipun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam trennya yang terjadi saat ini, suhu udara rata-rata di planet Bumi pada akhir abad nanti diyakini akan mencapai 2,5 derajat lebih panas dibandingkan suhu global di masa pra-industri pada 1900. Ini artinya menerabas batas tertinggi, 2 derajat, dari target meredam pemanasan global menurut Paris Agreement.

Padahal, saat kesepakatan itu dibuat di COP21 Paris pada 2015 lalu, para ilmuwan telah memperingatkan batas atas pemanasan global itu sudah akan mampu memicu beberapa penyebab yang akan membuat dampak perubahan iklim tak terkendali. 

Laporan sintesis paling mutakhir dari PBB ini mengkaji dampak dari rencana-rencana iklim yang telah dikirim sebagai komitmen negara-negara di dunia. Sejak hasil analisis yang tahun lalu, beberapa kemajuan telah dibuat, namun tetap rencana negara-negara itu dinilai masih jauh daripada yang dibutuhkan.

Implementasi sempurna dari skema-skema itu, yang akan melibatkan negara-negara kaya membantu yang lebih miskin mendanai aksi iklim, akan menghasilkan emisi karbon drop sebesar 3,6 persen pada 2030, dibandingkan tingkat emisi 2019. Itu masih jauh dari seharusnya drop 43 persen jika ingin sampai ke target menjaga selisih suhu tak lebih dari 1,5 derajat Celsius hingga akhir abad nanti.

Berdasarkan strategi yang ada sekarang, 87 persen sisa anggaran karbon untuk target kenaikan suhu 1,5 derajat itu sudah akan habis terpakai pada akhir dekade--dan seluruh anggaran akan meledak per 2032. 

"Tren menurun dalam emisi yang diharapkan mulai 2030 menunjukkan kalau negara-negara telah membuat beberapa kemajuan pada tahun ini," kata Kepala Badan Iklim PBB, Simon Stiell. Namun dia juga menambahkan bahwa sains sudah begitu jelas, begitu juga dengan target-target menurut Paris Agreement. 

"Kita belum sama sekali mendekati skala dan laju reduksi emisi karbon yang dibutuhkan untuk menempatkan kita ke jalur target selisih suhu 1,5 derajat," kata Stiell lagi. 

Dalam Pertemuan COP26 di Glasgow pada tahun lalu juga telah ditekankan kalau komitmen iklim eksisting tak cukup untuk menahan laju pemanasan global tak lebih dari 1,5 derajat Celsius. Saat itu disepakati negara-negara mesti kembali ke meja perundingan dalam setahun dengan rencana-rencana pemangkasan emisi yang lebih ambisius. 

Tapi, hingga kini, sebulan menjelang COP27, baru 24 negara yang telah memperbarui rencana iklimnya. Jumlah yang disebut Stiell, mengecewakan. 

"Keputusan dan aksi pemerintah negara-negara harus merefleksikan tingkat kedaruratan, gravitasi dari ancaman yang kita hadapi, dan semakin pendeknya waktu yang kita miliki untuk menghindarkan konsekuensi kehancuran dari tak terkendalinya perubahan iklim," tuturnya. 

Negara-negara di dunia sudah akan kembali berkumpul untuk pertemuan iklim COP27 di Sharm El Sheikh, Mesir, pada November nanti. Mereka dipastikan untuk sekali lagi berada di bawah tekanan, baik untuk meningkatkan ambisi pangkas emisi karbon maupun penyediaan dana lebih besar untuk menolong negara-negara rentan mengimplementasikan rencana iklim mereka secara penuh. 

“Memperkuat ambisi dan implementasi kedaruratan tak bisa lagi ditawar untuk bisa menghadapi krisis iklim," kata Menteri Luar Negeri Mesir dan Presiden COP27, Sameh Shoukry, dalam pernyataan tertulisnya. 

NEW SCIENTIST, UNFCCC


Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus