Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pekanbaru - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau kedatangan tamu seekor bayi kucing hutan dari jenis Prionailurus bengalensis atau sering disebut pula kucing kuwuk. Bayi kucing berusia tiga pekan ini dirawat karena luka pada kaki kanan belakangnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Balai Besar KSDA Riau, Dian Indriati, menerangkan kalau bayi kucing liar jantan itu ditemukan warga Petapahan, Kabupaten Kampar. Saat itu pembersihan lahan dilakukan menggunakan alat berat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Satwa diserahkan oleh warga Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, pada Selasa 6 Juli 2021, melalui kantor seksi wilayah Duri," kata Dian lewat keterangan yang dibagikannya, Minggu 11 Juli 2021.
Melihat kondisi luka pada kaki, tim dari Duri menyerahkan bayi kucing liar kecil Asia Selatan dan Timur, disebut juga leopard cat, tersebut ke klinik Satwa Balai Besar KSDA Riau. Bayi kucing hutan itu akan mendapatkan perawatan dan rehabilitasi hingga nantinya siap dilepas liar kembali.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan RI Nomor 106 Tahun 2018, kucing hutan tersebut termasuk jenis satwa yang dilindungi. "Semoga semakin banyak masyarakat yang sadar akan konservasi dan turut serta dalam upaya pelestarian satwa yang dilindungi seperti ini," kata Dian.
Terpisah, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau, Suharyono, mengabarkan seorang warga di Desa Serapung Kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Pelalawan telah menjadi korban konflik dengan Harimau Sumatera. Kondisi warga itu terluka pada bagian kaki dan kini dirawat inap di Puskesmas Kuala Kampar.
Warga itu disebut berhasil selamat dari terkaman harimau yang terjadi pada Sabtu, 10 Juli 2021, pukul 16.00 WIB. "Call centre kami mendapat berita itu dan kiriman video serta foto-fotonya,” kata Kepala BBKSDA Provinsi Riau, Suharyono, Minggu 11 Juli 2021. Dia menambahkan, ada tim yang segera menuju lokasi pelaporan.
Suharyono menambahkan, konflik antara harimau dan manusia yang terjadi di Riau selalu berkaitan dengan hilangnya habitat satwa dilindungi itu. Aktivitas masyarakat menebang kayu di hutan-hutan primer disebutnya berpotensi mengancam keselamatan satwa, juga bisa menjadi penyebab harimau melakukan serangan mematikan.
“Jangan pula kita biarkan saudara-saudara kita, tetangga-tetangga kita memasang jerat di hutan dan berburu babi yang juga merupakan penopang hidup harimau karena termasuk makanan pokoknya," katanya.