Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Begini Kritik Walhi Soal Rencana Prabowo Bentuk Satgas Pengelolaan Sampah

Walhi mempertanyakan rencana pembentukan satgas baru untuk pengelolaan sampah, padahal fungsi Kementerian Lingkungan Hidup bisa diperkuat.

22 Maret 2025 | 07.40 WIB

Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) di Semper Barat, Jakarta Utara, yang baru diresmikan pada Jumat 21 Maret 2025. Dok DLH Jakarta
Perbesar
Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) di Semper Barat, Jakarta Utara, yang baru diresmikan pada Jumat 21 Maret 2025. Dok DLH Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional menilai konsep satuan tugas (satgas) pengelolaan sampah seharusnya diarahkan ke urusan penegakan hukum. Presiden Prabowo Subianto belakangan meminta Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono alias (AHY) membentuk satgas tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Eksekutif Walhi Nasional Zenzi Suhadi menyebut satgas yang mengemban tugas penegakan hukum bisa mengintegrasikan kewenangan administratif, penyidikan, dan penuntutan dalam satu mekanisme. “Selama ini belum efektif bukan karena tidak ada kewenangan, tapi fungsinya tidak berjalan. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) ‘dicambuk” saja untuk kerja,” ujarnya ketika dihubungi Tempo pada Selasa lalu, 18 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Selama ini, menurut Zenzi, fungsi penegakan hukum regulator lingkungan hidup menurun lantaran bergabung dengan regulator kehutanan. Urusan penegakan hukum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)—sebelum dipisah menjadi dua kementerian di era Presiden Prabowo—cenderung terkuras untuk isu perhutanan, dibanding masalah sampah.

Setelah berdiri sendiri, dia meneruskan. KLH justru berpeluang membentuk badan pengendalian dampak lingkungan daerah (Bapedalda) yang strukturnya lebih kuat. Badan tingkat daerah bisa menuntut pembangunan infrastruktur kepada pemerintah daerah dengan modal dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Cara ini lebih efektif dibanding pembentukan satgas baru.

“Masalah sampah yang mau (ditangani) pakai satgas menunjukan cara pemerintah menjalankan fungsinya dengan kekuasaan, bukan dengan hukum,” ucap Zenzi.

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) juga sempat mengkritik rencana pembentukan satuan tugas pengelolaan sampah nasional tersebut. Alih-alih hanya mengurusi penghancuran sampah di hilir, Anggota Komite Pengarah AZWI David Sutasurya menyebut produksi sampah harus dihentikan dari hulu.

"Kami menilai kesalahan utama terletak pada ketergantungan terhadap pendekatan end of pipe yang padat modal. Pejabat publik sering menekankan penghancuran sampah dan teknologi dalam pernyataannya," katanya kepada Tempo pada Kamis, 20 Maret 2025.

David meminta pemerintah memastikan sampah terpilah sejak sumbernya, sebelum diolah dan didaur ulang, Regulator juga didesak mempercepat pelarangan produk dan kemasan sekali pakai. Jika bisa dipilah dengan baik, sekitar 60-70 persen sampah tidak perlu lagi diangkut ke TPA. Pendekatan berbasis pengurangan dan daur ulang ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 mengenai pengelolaan sampah.

"Jika disertai pembatasan produk sekali pakai, pengurangan sampah ke TPA bisa mencapai lebih dari 80 persen," tutur David.

Irsyan Hasyim berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus