Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kehutanan telah memantau berbagai daerah rawan penyelundupan penyu selain Provinsi Bali. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Satyawan Pudyatmoko mengatakan daerah rawan biasanya adalah wilayah-wilayah yang memiliki akses ke habitat alami penyu, seperti pantai tempat penyu bertelur, serta lokasi yang dekat dengan jalur perdagangan ilegal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, daerah yang dikenal rawan penyelundupan penyu di Indonesia, antara lain kepulauan Riau, karena lokasinya yang strategis dekat dengan perbatasan internasional. Kepulauan Riau sering menjadi titik rawan penyelundupan penyu dan satwa liar lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wilayah rawan lainnya berada di Sulawesi Utara, seperti Bitung dan Taman Nasional Bunaken yang dikenal sebagai lokasi penangkapan dan perdagangan ilegal penyu. Satyawan menyebutkan Maluku dan Maluku Utara yang merupakan wilayah kepulauan dan memiliki banyak pantai sebagai tempat bertelur penyu, sehingga rentan terhadap aktivitas ilegal.
"Wilayah NTT juga rawan, seperti Flores dan Alor memiliki pantai yang sering dijadikan tempat bertelur penyu, sehingga menjadi target para penyelundup," kata Satyawan kepada Tempo, Senin, 3 Februari 2025
Satyawan juga menyebutkan wilayah Papua dan Papua Barat sebagai daerah rawan. Kedua daerah ini memiliki garis pantai yang panjang dan sulit diawasi, sehingga sering menjadi lokasi penyelundupan penyu. "Kami juga memantau wilayah Jawa Timur, seperti Banyuwangi dan Trenggalek, juga dikenal sebagai lokasi penangkapan dan perdagangan penyu ilegal," kata dia.
Untuk menanggulangi masalah ini, kata Satyawan, pemerintah telah meningkatkan upaya pengawasan (patrol laut), kampanye pelestarian penyu, pembinaan habitat dan populasi penyu, serta penegakan hukum.
Ia mengatakan upaya menjaga populasi dengan pelepasliaran tukik penyu. Menurut dia, dalam kurun waktu 2020-2024, sejumlah 438.661 tukik penyu berhasil dilepasliarkan. "Pemerintah bersama berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) terus intensif menangani masalah penyelundupan penyu dan melibatkan masyarakat setempat dalam melakukan konservasi penyu," ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Kehutanan menyatakan, berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali per tanggal 31 Desember 2024, sejak 2019 hingga 2024 terjadi 16 kali penyelundupan penyu hijau dari luar ke Pulau Bali dengan barang bukti penyu hijau sebanyak 282 ekor.
"Penyelundupan penyu hijau paling banyak terjadi pada tahun 2023, dengan barang bukti sebanyak 93 ekor penyu hijau dan empat kali penyelundupan yang berhasil diungkap oleh Polres Jembrana, Ditpolairud Polda Bali dan TNI AL," kata Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Kementerian Kehutanan Nunu Anugrah kepada Tempo, Sabtu, 1 Februari 2025.
Nunu menyebutkan, modus pelaku mendatangkan penyu hijau dari luar Bali dengan mengunakan perahu kecil melalui pelabuhan rakyat atau pelabuhan kecil tidak resmi. Penyu dalam keadaan hidup dan diikat di kedua plifer depan dengan tali senar. "Penyelundupan biasanya pas hari libur atau tengah malam. Pelaku mengangkut penyu ke daerah Denpasar atau ke lokasi penadah," ucap Nunu.