Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Palembang - Peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan membuat penyeduh kopi ala Vietnam Drip dari iratan atau belahan tipis bambu hijau. Inovasi dari bahan sederhana dan alami itu mengantar Sidiq Hanapi, si peneliti, menjadi juara harapan I kategori peneliti inovatif, pada pemilihan inovator daerah Sumatera Selatan pada akhir tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bambu Drip Penyeduh Kopi, begitu Sidiq memilihkan nama untuk karyanya itu. “Selain ramah lingkungan, bambu drip memiliki bentuk yang unik,” katanya saat ditemui di kantornya, Kamis, 6 Januari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidiq menuturkan kalau idenya lahir manakala sering melihat warga memanfaatkan bambu untuk beragam alat seperti rakit atau lanting, alat musik, alat memasak, dan alat pertanian. Di sisi lain, di sejumlah daerah seperti di Baturaja, Ogan Komering Ulu, masih cukup mudah menemukan rumpun bambu.
Dari itulah, dia bersama pengrajin anyaman mencoba membuat kukusan kecil yang berfungsi sebagai penyaring kopi sebelum diseruput oleh penikmatnya. Proses membuat bambu drip itu diawali dengan mencari bahan utamanya berupa bambu hijau dengan kondisi tidak terlalu tua ataupun muda. Tujuannya agar material ini mudah dipotong dan dibelah.
Berikutnya, bambu dibersihkan dan dibelah, diraut, dihaluskan dan diirat tipis. Iratan lalu dianyam dari bagian puncak kerucut sampai setinggi 10 - 15 sentimeter atau tergantung kebutuhannya. Terakhir diwengku dengan bambu dan ditali dengan benang atau tali rotan.
Agar mendapatkan hasil yang elok dipandang mata dan meneteskan sari kopi terbaik, alumni Pascasarjana Ekonomi Pertanian UGM ini, menyarankan agar tebal iratan tidak lebih dari 0,5 sentimeter. Berdasarkan sejumlah referensi, Sidiq menyebutkan, bambu drip dapat menurunkan kadar glukosa, kadar kafein atau kadar keasaman kopi. "Bahkan menjadikan kopi memiliki cita rasa yang lembut, unik, dan terasa alami," katanya.
Bahkan, dia menambahkan, dengan metode yang tepat seperti Tetsu Kasuya, yakni the four, six brew method (proses mencampur yang dibagi menjadi dua bagian: 40 dan 60 persen) bambu drip bisa menghasilkan seduhan yang lbih spesial. “Juga ada rasa manis-manis di setiap tetesnya,” ujar Sidiq.
Sidiq membuat setiap unit bambu drip seukuran lebar bibir 8-10 cm dan tinggi sekitar 13 cm. Dia menjualnya dengan harga Rp 20-25 ribu. Bambu drip berbentuk kerucut dengan sudut 60 derajat ini mengeluarkan tetesan seduhan kopi dari celah celah anyaman.
Dia meyakini, tidak sekadar sensasi manual brew, tetapi bambu drip juga memadukan antara ramah lingkungan, natural, higienis, dan seni. "Sehingga menjadikan kopi sehat dengan ekstraksi yang lebih baik dan kopi yang tersaji minim ampas."
Iwan Setiawan, penggiat kopi di Cafe Pojok Tembesu tertarik dengan karya Sidiq sehingga langsung pesan 12 unit. Menurutnya, Bambu Drip Penyeduh Kopi merupakan ide brilian sehingga layak diberi apresiasi. Sepintas dia meyakini Bambu Drip selain akan mendapatkan aroma kopi yang pas juga mmenambah estetika penampilan yang unik khas Indonesia.
"Saran saya bagian bawahnya dibikin datar agar bisa untuk Vietnam Drip, yang nantinya kita ganti namanya jadi Indonesian drip," kata Iwan.
Baca juga:
Kopi dari Universitas Syiah Kuala Juara Wirausaha Mahasiswa Indonesia 2021
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.