Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kawasan Konservasi Laut Sunda Kecil Kaya Biodiversitas, Harus Dikelola Terintegrasi

Bappenas menyatakan kawasan konservasi laut atau marine protected area menjadi benang merah yang mengikat pulau-pulau kecil di Lesser Sunda.

27 Juni 2023 | 18.10 WIB

Wisatawan melintas di dekat tumpukan sampah yang berserakan di sepanjang Pantai Berawa, Kuta Utara, Badung, Bali, Ahad, 12 Desember 2021. Sampah tersebut terbawa arus laut yang kemudian terdampar sehingga mencemari kawasan pariwisata. ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Perbesar
Wisatawan melintas di dekat tumpukan sampah yang berserakan di sepanjang Pantai Berawa, Kuta Utara, Badung, Bali, Ahad, 12 Desember 2021. Sampah tersebut terbawa arus laut yang kemudian terdampar sehingga mencemari kawasan pariwisata. ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas menyatakan kawasan konservasi laut atau marine protected area menjadi benang merah yang mengikat pulau-pulau kecil di Lesser Sunda atau yang biasa dikenal sebagai Sunda Kecil.
 
"Lesser Sunda pengikatnya adalah kawasan konservasi laut, sehingga Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa saling terkoneksi," kata Pelaksana tugas Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, Sri Yanti saat mengunjungi Pulau Ceningan di Bali, Selasa, 27 Juni 2023.
 
Yanti menjelaskan bahwa ekosistem laut Lesser Sunda memiliki tingkat biodiversitas yang kaya berupa spesies karismatik, seperti ikan mola-mola di Bali hingga hiu paus yang berada di NTB.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Menurutnya, Bali tidak bisa berdiri sendiri, karena sudah kelebihan kapasitas wisatawan. Bappenas merencanakan Bali Nusra yang mengadopsi pembangunan hijau dan ekonomi sirkular agar wisatawan tidak hanya mengunjungi Bali, tetapi juga mengunjungi NTB dan NTT.
 
"Bali sudah kelebihan kapasitas, Bali sangat tergantung limpahan dari turis ke NTB dan NTT. Di situ juga ada jalur kapal pinisi yang berangkat dari Bali, terus keliling, di bulan selanjutnya ke NTB, lalu ke NTT," kata Yanti.
 
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa karakteristik ketiga wilayah itu hampir sama berupa pulau-pulau kecil yang indah, sehingga harus dikelola secara terintegrasi dalam kerangka kawasan konservasi laut.
 
Pemerintah memproyeksikan nilai ekonomi terumbu karang di Indonesia yang dikelola secara baik bisa mencapai angka Rp17 miliar per hektare per tahun. Bahkan, perhitungan Kementerian Keuangan pada 202,  menyatakan bahwa terumbu karang di Gili Matra, Nusa Tenggara Barat mampu memberikan nilai ekonomi sebesar Rp34,745 miliar per hektare per tahun.
 
Sampai 2022, luas kawasan konservasi laut mencapai 28 juta hektare atau sekitar 12 persen dari total luas perairan di Indonesia.
 
"Pada 2045, sebanyak 30 persen perairan Indonesia menjadi kawasan konservasi yang di dalamnya sebagian besar adalah terumbu karang yang memberikan nilai Rp17 miliar per hektare," papar Yanti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kedatangan turis berlebihan menekan kawasan konservasi laut

Direktur Eksekutif Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Tony Wagey mengatakan kedatangan turis yang berlebihan memberikan tekanan terhadap kawasan konservasi laut.
 
Oleh karena itu, konektivitas antar-wilayah harus terbentuk supaya memberi opsi alternatif destinasi agar para turis tidak menumpuk di satu lokasi saja.
 
"Kami bantu pemerintah daerah mengatur wisatawan melalui kegiatan monitoring, karena di dalam laut sudah seperti pasar, ada banyak penyelam yang membuat biota laut terganggu," kata Tony.
 
Sepanjang Maret 2020 sampai 31 Agustus 2023, ICCTF menjalankan program pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang melalui inisiatif segitiga terumbu karang (Coremap-CTI).
 
Program itu merupakan salah satu upaya nyata dari pemerintah melalui Bappenas untuk menjaga kelestarian sumber daya laut dan pesisir sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
 
Coremap-CTI menghasilkan model inovasi pembangunan untuk pengelolaan ekosistem pesisir dan laut secara berkelanjutan dan juga mendukung upaya penanganan dampak perubahan iklim di sektor kelautan dan perikanan.

Lokasi program berada di wilayah Lesser Sunda, yaitu Nusa Penida di Bali, serta Gili Matra dan Gili Balu di Nusa Tenggara Barat.
 
Dukungan pendanaan bersumber dari Bank Pembangunan Asia (ADB) yang disalurkan melalui dana hibah dengan total anggaran 5,2 juta dolar AS atau setara Rp72,8 miliar. "Bali dan NTB beruntung menjadi salah satu lokasi pilot project Coremap. Ini menjadi bahan pembelajaran untuk direplikasi ke kawasan konservasi laut lain di Indonesia," kata Tony.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus