Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kepala Otorita IKN Mundur Diganti Plt, Begini Problem Lingkungan yang Harus Dihadapi

IKN disebut akan berdampak serius terhadap penghancuran ekosistem regional Kalimantan yang saat ini sudah terancam industri sawit, tambang, HTI.

4 Juni 2024 | 22.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono dan wakilnya, Dhony Rahajoe, mundur dari jabatannya. Kabar tersebut diumumkan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno di Istana Kepresidenan, Senin 3 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Pratikno, Presiden Joko Widodo telah mengangkat Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono sebagai Pelaksana tugas Kepala Otorita IKN dan dan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang, Raja Juli Antoni, sebagai Plt Wakil Kepala Otorita IKN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasca-mundurnya Bambang dan Dhony, tugas berat menanti Basuki dan Raja Juli untuk, bukan hanya mempercepat pembangunan Nusantara menuju target terdekatnya yakni gelaran upacara kemerdekaan yang dipimpin Presiden Jokowi pada 17 Agustus mendatang, tapi juga mengatasi problematika yang ada. Salah satunya adalah dampak pembukaan kawasan hutan.

Pada Maret lalu, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA memberi gambaran perubahan kawasan hutan di Kalimantan setelah proses pembangunan Ibu Kota Nusantara berderap. Penjelasan dibagikan NASA melalui laman Earth Observatory NASA dengan judul “Nusantara: A New Capital City in the Forest”.

Dalam rilis itu disebutkan, sejak musim panas 2022, hutan di Kalimantan Timur mengalami perubahan pesat. NASA membandingkan kawasan hutan pada Februari 2024 dengan April 2022 lalu. Hasilnya, kawasan hutan yang hijau tampak menyusut. “Jalan telah diukir pada lanskap dan bangunan didirikan di dekat Teluk Balikpapan di Kalimantan Timur, seiring Indonesia membangun ibu kota baru,” kata NASA.

Juru kampanye Greenpeace Indonesia Rio Rompas mengatakan hutan alam di kawasan inti IKN sudah lama hilang sebelumnya, digantikan dengan hutan tanaman industri. Kawasan hutan yang kemudian terbuka itulah yang terlihat dari foto satelit NASA. Jadi bukan deforestasi yang baru terjadi.

“Tapi kami melihat bahwa ancaman deforestasi hutan itu bukan hanya di kawasan inti IKN saja, juga ada di wilayah perluasan IKN," kata Rio sambil menambahkan, "Kami menemukan masih ada hutan sekitar 31 ribu hektare atau setengah dari luas Jakarta yang akan berpotensi hilang karena pembukaan IKN.”

Ancaman hilangnya hutan seluas 31 ribu hektare itu disertai ancaman terhadap 23 spesies hewan yang ada di dalamnya atau bergantung kepadanya. Spesies-spesies itu sudah berstatus terancam kritis atau critical endangered species

“Ada orang utan, pesut mahakam, dan bekantan. Itu tiga jenis yang memang akan terdampak langsung. Mereka hidup di wilayah itu dan juga bagian dari spesies endemik di Kalimantan,” tutur Rio.

Menurut Rio, pembangunan IKN akan mendorong investasi-investasi baru yang berbasis pembukaan lahan. Hal ini akan berdampak serius terhadap penghancuran ekosistem regional Kalimantan yang saat ini sudah terancam dengan industri sawit, tambang, hutan tanaman industri, serta investasi-investasi lainnya yang berpotensi merusak.

Sebagai catatan, angka deforestasi di Indonesia paling tinggi terjadi di Kalimantan. Berdasarkan data Yayasan Auriga Nusantara, angka deforestasi terluas sepanjang 2021 ada di Kalimantan Timur, mencapai 26.387 hektare.

IKN, kata Rio, akan memicu migrasi penduduk dan ekspansi investasi yang berbasis lahan. "Itu akan mempercepat kerusakan hutan dan juga konflik dengan masyarakat adat,” ucap dia.

Jauh sebelum proses pembangunan IKN dilakukan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) telah memperingatkan akan munculnya tiga masalah: ancaman terhadap tata air dan risiko perubahan iklim, ancaman terhadap flora dan fauna, serta ancaman terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

“Penetapan Lokasi IKN telah dilakukan terlebih dahulu secara politik tanpa adanya landasan hukum yang jelas dan tidak mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,” bunyi siaran pers Walhi pada 2022.

Dari sisi ancaman terhadap tata air dan perubahan iklim, disebutkan sistem hidrologi di wilayah IKN akan terganggu dan telah ada catatan air tanah yang tidak memadai. Selain itu, wilayah tangkap air juga terganggu dan berakibat pada risiko terhadap pencemaran air dan kekeringan.

Bagi flora dan fauna, terburu-burunya pembangunan IKN akan membuat tekanan terhadap habitat satwa liar yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko konflik satwa dan manusia. Adapun terkait pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, wilayah IKN dikatakan Walhi sebagai wilayah yang rentan terhadap pencemaran minyak Pertamina.

RIRI RAHAYU | SAVERO ARISTIA

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus