Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

KPA: Pemerintah Harus Transparan dan Libatkan Masyarakat dalam Reforestasi 12,7 Juta Ha

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) meminta pemerintah transparan dan melibatkan masyarakat dalam rencana reforestasi 12,7 juta ha.

22 November 2024 | 19.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) minta pemerintah transparan dan melibatkan masyarakat ketika menjalankan program reforestasi 12,7 juta hektare lahan. Sebelumnya, rencana tersebut diungkapkan oleh Ketua Delegasi Indonesia, Hashim Sujono Djojohadikusumo, dalam sambutannya di Conference of the Parties 29 (COP 29) di Azerbaijan pada 14 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, mengatakan perlu dipetakan lokasi dan kawasan hutan yang akan masuk dalam program reforestasi. “Jangan sampai lokasi-lokasi tersebut justru menyasar pemukiman, tanah garapan dan desa-desa yang selama ini diklaim secara sepihak sebagai kawasan hutan,” kata Dewi dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 21 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Dewi, program ini berpotensi melanggengkan konflik agraria jika tidak direncanakan dengan matang. Terutama jika diterapkan pada tanah-tanah dan permukiman masyarakat yang selama ini tumpang-tindih dengan klaim kawasan hutan.

KPA, mengutip data Badan Pusat Statistik, menyatakan, hingga tahun 2023 terdapat 2.768 desa yang dinyatakan berada dalam kawasan hutan. Tapi kenyataan ini adalah dampak dari kebijakan pemerintah yang masih menggunakan ajaran hukum kolonial, yakni azas domein verklaring, yang berarti setiap wilayah yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya adalah milik negara.

“Penerapan azas ini melalui pengukuhan “hutan negara” yang berlaku sejak Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagai pengganti dari Undang-Undang Pokok Kehutanan Nomor 5 Tahun 1967,” ucap Dewi.

Selama periode 2015-2023, KPA mencatat ada 213 letusan konflik agraria akibat klaim kawasan hutan. Letusan konflik tersebut terjadi di atas tanah seluas 1,7 juta hektare dengan korban 81 ribu rumah tangga.

Akibatnya, pemerintah desa dan penduduk desa tidak bisa mengakses dana pembangunaan dan kehilangan hak-hak dasar mereka. KPA pun tidak heran desa-desa yang berada dalam klaim kawasan hutan merupakan kantong-kantong kemiskinan.

KPA, kata Dewi, sejak 2016 telah mengusulkan sebanyak 589 desa dengan luas 1,2 juta hektar sebagai Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Desa-desa tersebut selama ini diklaim secara sepihak sebagai “kawasan hutan” oleh pemerintah. “Namun sampai berakhirnya periode pemerintahan Jokowi, tidak sejengkal pun tanah tersebut yang berhasil dikembalikan kepada masyarakat sebagai upaya pemulihan hak mereka,” tuturnya.

Menurut Dewi, pada akhirnya rencana reforestasi ini tidak hanya berpotensi menghambat proses penyelesaian konflik agraria. Tetapi bisa juga berpotensi menjebak masyarakat dalam pusaran konflik agraria.

Sebelumnya, Hashim Sujono Djojohadikusumo mengatakan reforestasi lahan ini direncanakan seperti Samboja Lestari di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pendanaan program ini direncanakan tidak hanya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pemerintah akan mengandalkan pendanaan dari pihak lain, karena pertimbangan dana APBN yang terbatas. “Kami akan mengundang pihak-pihak yang berkepentingan dan di sini saya akan menyebutkan salah satunya, pihak yang sudah tertarik adalah Bezos Earth Fund,” ucap adik dari Presiden Prabowo Subianto dalam COP 29 di Azerbaijan.

Pilihan Editor: 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus