Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan sejumlah faktor penyebab kualitas udara Jakarta buruk beberapa hari terakhir. Bahkan terburuk di antara kota-kota besar di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BMKG mencatat konsentrasi partikel debu halus (PM2.5) di Jakarta pada Jumat, 17 Juni 2022, misalnya, sempat berada di level 148 mikrogram per meter kubik. Ini tergolong kualitas udara tidak sehat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai catatan, data jaringan pemantau kualitas udara real-time IQAir menyebut angkanya sampai 169 pada Jumat menjelang tengah malam. Sedangkan 148 dicatat terjadi pada pukul 19.00 WIB.
"Tingginya konsentrasi PM2.5 dibandingkan hari-hari sebelumnya dapat terlihat secara kasat mata saat kondisi udara di Jakarta cukup pekat atau gelap," kata Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Urip Haryoko dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu 18 Juni 2022.
PM2.5 merupakan salah satu polutan yang semakin besar perannya terhadap peningkatan polusi udara. Dengan ukurannya yang sangat kecil, tidak lebih dari 2,5 mikrometer, PM2.5 dapat dengan mudah masuk ke dalam sistem pernapasan, dan dapat menyebabkan gangguan infeksi saluran pernapasan dan gangguan pada paru-paru.
Bahkan dapat menembus jaringan peredaran darah dan terbawa seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner.
Berdasarkan analisis BMKG, konsentrasi PM2.5 di Jakarta dipengaruhi oleh berbagai sumber berikut ini,
1. Emisi baik yang berasal dari sumber lokal, seperti transportasi dan residensial, maupun dari sumber regional dari kawasan industri dekat dengan Jakarta. Emisi ini dalam kondisi tertentu yang dipengaruhi oleh parameter meteorologi dapat terakumulasi dan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi yang terukur pada alat monitoring pengukuran konsentrasi PM2.5.
2. Pola angin yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Angin yang membawa PM2.5 dari sumber emisi dapat bergerak menuju lokasi lain sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi PM2.5. "Pola angin lapisan permukaan memperlihatkan pergerakan massa udara dari arah timur dan timur laut yang menuju Jakarta, dan memberikan dampak terhadap akumulasi konsentrasi PM2.5 di wilayah ini," kata Urip.
3. Faktor lainnya yang mempengaruhi peningkatan PM2.5 yakni tingginya kelembapan udara relatif menyebabkan peningkatan proses adsorpsi (perubahan wujud dari gas menjadi partikel). Proses ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi PM2.5 yang difasilitasi oleh kadar air di udara.
4. Selain itu, kelembapan udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi yang dekat dengan permukaan. Lapisan inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai dengan peningkatan suhu udara yang seiring dengan peningkatan ketinggian. "Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang terukur di alat monitoring," kata dia.