Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama sejumlah instansi terkait membuat teknologi modifikasi cuaca atau hujan buatan di Jakarta dan sekitarnya guna mengurangi polusi udara pada 26-28 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Prediksi terbaru BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), ada peluang awan tumbuh pada 26-28 Agustus mendatang. Kami standby,” ucap Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) BRIN Budi Harsoyo melalui pesan singkat, Kamis, 24 Agustus 2023.
Apa itu Hujan Buatan?
Dikutip dari Jurnal Teknik Informatika (2017), hujan buatan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan curah hujan yang turun secara alami dengan mengubah metode fisika di dalam awan. Metode fisika yang dimaksud meliputi proses tumbukan dan penggabungan (collision and coalescence), serta pembentukan es (ice nucleation).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sehingga hujan buatan sesungguhnya tidak menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada (hujan). Untuk melakukan usaha hujan buatan, diperlukan awan dengan kandungan air yang cukup agar terjadi hujan hingga menyentuh tanah. Bahan-bahan yang digukan dalam proses menghasilkan hujan buatan dinamakan bahan semai.
Manfaat Hujan Buatan
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) BRIN Tri Handoko Seto menguraikan manfaat hujan buatan untuk tujuan mitigasi bencana yang diakibatkan oleh faktor iklim dan cuaca.
“Seperti untuk menangani kekeringan, bencana banjir, dan kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan atau karhutla. Selain itu, TMC juga sudah dipercaya dalam pengamanan proyek strategis nasional serta kegiatan penting kenegaraan bersifat nasional dan internasional, baik untuk mengurangi gangguan asap maupun menjaga lokasi kegiatan tidak terkendala cuaca ekstrem,” kata Seto, dikutip dari situs BPPT BRIN, Selasa, 29 Agustus 2023.
Beberapa kegiatan kenegaraan yang melibatkan operasi TMC, di antaranya:
- Sea Games 2011 di Sumatera Selatan dalam usaha pengamanan untuk mengurangi curah hujan.
- Pekan Olahraga Nasional (PON) 2013 di Riau yang terganggu kabut asap di areal lapangan olah raga.
- Islamic Solidarity Games 2013 di Sumatera Selatan.
- Redistribusi curah hujan di DKI Jakarta pada 2013 dan 2014.
- Pengurangan curah hujan di kawasan proyek pembangunan jalan Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam) pada 2018.
- Asian Games 2018 di Palembang dan Jakarta.
- Annual Meeting IMF-World Bank 2018 di Bali.
Selain itu, hujan buatan biasanya juga digunakan untuk membantu mengisi waduk, danau, irigasi, keperluan penyediaan air bersih, dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Sehingga hujan buatan tidak hanya diselenggarakan untuk penanganan bencana hidrometeorologi, tetapi juga fokus untuk mendukung sektor pertanian.
Cara Membuat Hujan Buatan
Dilansir dari Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana (2013), TMC dilakukan melalui aktivitas penyemaian awan (cloud seeding). Sejumlah partikel higroskopik (bersifat menyerap air) yang berfungsi sebagai aerosol dimasukkan ke dalam awan untuk mempercepat proses pembentukan butir air agar hujan lebih cepat terjadi.
Sehingga, menurut peneliti muda Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan BPPT Koordinator Lapangan TMC di Provinsi Kalimantan Tengah, Budi Harsoyo, tanpa keberadaan awan, maka tidak ada aktivitas penyemaian awan atau disebut dengan istilah “No Cloud, No Seeding”. Awan yang dimaksud adalah jenis Cumulus (Cu) dengan kandungan uap air tinggi dan secara visual berbentuk seperti kembang kol atau brokoli.
Untuk satu hari operasional hujan buatan membutuhkan dana sekitar Rp113-114 juta, tergantung lokasi dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku Pada BPPT.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Hampir 70 Persen Sekolah Terapkan Kurikulum Merdeka, Sisanya?