Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Perekayasa Madya Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Nur Hidayat mengatakan pergerakan tanah yang terjadi di Tol Cipali Kilometer 122 pada Selasa, 9 Februari 2021, merupakan gerakan tanah yang tidak serta merta bergerak pada kondisi lereng yang tidak curam.
Baca:
Begini PVMBG Membaca Retakan di Jalan Tol Cipali yang Ambles
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Indikasi pergerakannya biasanya sudah dimulai dengan munculnya retakan-retakan dengan pola tertentu. Retakan ini akan diperparah oleh beban bergerak dari aktivitas lalu lintas serta curah hujan yang tinggi," kata Nur Hidayat, Rabu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Nur Hidayat, berdasarkan struktur geologi regional, daerah ini relatif aman terhadap struktur patahan. Kondisi litologi di bawah jalan merupakan kunci yang bisa menjawab penyebab pergerakan tanah ini.
"Data geoteknik ataupun data geofisika bisa menjadi kunci dalam memberikan keterangan mengenai penyusun litologi di bawah jalan, posisi akuifer air tanah serta kemungkinan adanya patahan lokal pada endapan sekunder," ujarnya.
Curah hujan yang tinggi, kata Nur Hidayat, bisa mengakibatkan terjadinya aliran air bawah permukaan pada akuifer dangkal di bawah jalan yang akan menggerus litologinya. "Sehingga struktur batuan di bawah jalan mengalami penurunan daya dukung tanahnya dan mengakibatkan pergerakan bahkan amblesan," ungkapnya.
Nur Hidayat mengatakan perlu dilihat kembali data-data geologi teknik dan data-data geofiska lainnya yang digunakan dalam membuat perencanaan jalan yang ada, sehingga kejadian-kejadian longsor atau ambles yang seperti ini bisa diantisipasi.
Sebelumnya ruas jalan di Kilometer 122+400 Tol Cikopo-Palimanan atau Tol Cipali di Kabupaten Subang, Jawa Barat, ambles. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut, hanya lalu lintas ditutup untuk perbaikan jalan.
MUHAMMAD KURNIANTO