Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pilkada

Catatan Pilkada Serentak 2024: Kata Pengamat Politik Unpad Soal Wacana Pilkada Lewat DPRD

Jika melihat kondisi saat ini, pengamat menyebut mekanisme pilkada serentak melalui tiap-tiap DPRD dapat berdampak buruk bagi demokrasi.

2 Januari 2025 | 09.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi jari tanda menggunakan hak pilih saat Pilkada. Dok TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Ari Ganjar Herdiansyah melihat adanya konsolidasi para elit politik dalam munculnya wacana pemilihan kepala daerah atau Pilkada Serentak oleh DPRD. Dia menyebut bahwa terwujudnya wacana membuat para elite di pusat bisa lebih leluasa menempatkan orang pilihannya di daerah-daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jadi mereka ingin hal seperti kemenangan Pramono Anung-Rano Karno di Jakarta tidak tidak akan terulang apabila koalisi pemerintah itu sudah menyepakati calon mereka di daerah-daerah,” kata Ari kepada Tempo ketika dihubungi pada Kamis, 19 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika melihat kondisi saat ini, kata Ari, pilkada oleh DPRD dapat berdampak buruk bagi demokrasi. Hal ini karena mekanisme pilkada seperti itu tidak dimaksudkan untuk mengakomodasi suara masyarakat.

Menurutnya, suara masyarakat selama ini kerap bertentangan dengan atau tidak sejalan dengan kepentingan elite. Prosesi pilkada melalui DPRD disebut berpotensi mengabaikan kepentingan orang banyak.

“Sejatinya pilkada yang dilakukan melalui DPRD bisa saja direalisasikan secara teoritis dengan catatan partai politik benar-benar menjalankan fungsinya sebagai kepanjangan kepentingan dari kaum marjinal, bukan golongan elite,” jelas Kepala Pusat Studi Politik dan Demokrasi FISIP Unpad itu.

Meski demikian, dia meyakini wacana tersebut akan sulit terealisasikan karena berpotensi besar membuat kegaduhan di masyarakat, terutama pada elemen-elemen masyarakat sipil yang pro-demokrasi. Dia menyebut gelombang penolakannya akan cukup besar karena partai politik dianggap hanya menjadi kepanjangan kepentingan para elite.

“Dengan potensi kegaduhan yang ada, saya kira Prabowo akan memikirkan ulang untuk merealisasikan usulannya,” ujarnya.

Sebelumnya, isu perubahan sistem pilkada serentak dari pemilihan langsung ke pemilihan di DPRD disampaikan Prabowo saat berpidato dalam perayaan ulang tahun Partai Golkar di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Kamis, 12 Desember 2024. Acara ini dihadiri ketua umum partai politik pendukung pemerintahan Prabowo.

Prabowo mengeluhkan anggaran negara ataupun biaya politik pasangan calon yang dihabiskan dalam pilkada langsung. “Sekali memilih anggota DPR-DPRD, ya, sudah DPRD itulah (yang) memilih gubernur, bupati, wali kota,” kata Prabowo.

“Begitu banyak ketua umum partai malam ini (yang hadir), sebetulnya bisa kita putuskan malam ini juga,” tambahnya.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sendiri akan membahas wacana pemilihan kepala daerah yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto setelah masa reses berakhir pada 20 Januari 2025. Anggota Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, mengatakan revisi paket UU Pemilu sudah masuk Program Legislasi Nasional 2024. Tapi Badan Legislasi belum memutuskan revisi itu masuk prolegnas prioritas.

“Ya kami berharapnya begitu, setelah reses itu kami akan menuju ke sana lah. Nanti kami akan bicarakan,” kata Zulfikar ditemui oleh Tempo di kawasan Senayan pada Rabu, 18 Desember 2024.

Politikus Partai Golkar ini mengatakan komisinya akan mempertimbangkan usulan Prabowo tersebut saat membahas revisi Undang-Undang Pemilu. Apalagi putusan Mahkamah Konstitusi menyebutkan pemilu dan pilkada berada dalam satu rezim.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan usulan Presiden Prabowo tersebut merupakan masukan penting dalam menyusun revisi undang-undang paket politik. Dalam penyusunan draf undang-undang, kata dia, DPR akan mengevaluasi pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak 2024 lebih dulu.

“Kami ingin mengambil posisi bahwa revisi terhadap paket undang-undang politik yang di dalamnya terdapat bab tentang pemilu, pilkada, parpol, dan hukum acara sengketa pemilu dibuat jauh hari sebelum 2029 agar kami punya waktu yang panjang dan mendalam terhadap perumusan itu,” ucap politikus Partai NasDem ini melalui pesan suara pada Senin, 16 Desember 2024.

Daniel A. Fajri dan Hatta Muarabagja berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Mahfud MD: Kepala Daerah Dipilih DPRD Membuat Korupsi Lebih Terbatas

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus