Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

'Dapur' Kuningan Incaran Trunojoyo

Mabes Polri menjagokan seorang perwira menengah sebagai calon Direktur Monitor KPK, yang membawahkan bagian penyadapan. Memiliki rekam jejak sebagai pembocor informasi.

7 Maret 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DOKUMEN hasil pengawasan internal itu diedarkan ke meja lima pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, pertengahan Februari lalu. Dikirim bagian pengawasan, dokumen itu berisi rekam jejak tak sedap Komisaris Besar Karyoto ketika menjadi penyidik komisi antikorupsi pada 2003-2008.

Sudah sebulan terakhir, nama perwira menengah di Bagian Analisis Kebijakan Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI itu menarik perhatian pimpinan KPK. Disorongkan Markas Besar Polri sebagai kandidat Direktur Monitor KPK, pertengahan Februari lalu, nama Karyoto langsung mendapat penolakan dari kalangan internal. Sampai pekan lalu, lima pemimpin KPK belum memutuskan nasib pencalonan Karyoto.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan, mantan Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Yogyakarta itu menjadi salah satu kandidat direktur monitor di lembaganya. Saut juga tidak membantah adanya masukan ihwal rekam jejak tak sedap Karyoto dari bagian pengawasan internal KPK. "Masih kami diskusikan, karena faktanya enggak jelas," ujarnya Rabu pekan lalu. "Kami ingin secepatnya posisi ini diisi."

Jabatan eselon II itu kosong sejak ditinggalkan Ina Susanti, yang pensiun, Oktober tahun lalu. Posisi ini sangat strategis di KPK karena membawahkan bagian penyadapan serta menyuplai data dan informasi rahasia operasi tangkap tangan pihak-pihak yang terendus melakukan transaksi suap di KPK. Di lingkup internal KPK, ruangan direktorat itu masuk kategori zona merah atau area terlarang bagi orang di luar direktorat tersebut, kecuali pimpinan KPK. Sejak KPK berdiri pada 2003, posisi ini tak pernah dipegang polisi.

Dua pekan sebelumnya, Ketua KPK saat itu, Taufiequrachman Ruki, melantik dua perwira polisi yang direkomendasikan Mabes Polri mengisi dua posisi penting di lembaga ini. Keduanya adalah Komisaris Besar Aris Budiman, direktur penyidikan, dan Ajun Komisaris Besar Setiadi sebagai kepala biro hukum. Aris sebelumnya Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal di bawah kepemimpinan Budi Waseso, orang dekat Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Waseso kini Kepala Badan Narkotika Nasional. Setiadi sebelumnya Kepala Kepolisian Resor Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Posisi strategis lain yang diisi perwira polisi adalah deputi penindakan. Posisi ini pada 15 Oktober tahun lalu diisi Inspektur Jenderal Heru Winarko. Mantan Kepala Kepolisian Daerah Lampung ini sebelumnya anggota staf ahli di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan. Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas mengkritik keras pola rekrutmen ini. "Ini mengancam independensi KPK," katanya. Adapun Ruki mengklaim proses seleksi ketiganya transparan. "Seleksinya ketat, baik kompetensi maupun potensi," ujarnya.

Posisi direktur monitor dibiarkan kosong, menurut seorang penegak hukum di KPK, karena Mabes Polri tak kunjung menyetorkan nama ke KPK sampai akhir jabatan pimpinan era Ruki paripurna, pertengahan Desember tahun lalu. Padahal kalangan internal KPK sudah lama mendesak pimpinan agar posisi ini tak dipegang orang luar, termasuk polisi yang ditugasi Mabes Polri. "Karena posisi ini ’dapur’-nya KPK," katanya.

Barulah satu bulan setelah pimpinan KPK periode 2015-2019 dilantik, Mabes Polri menyetorkan nama. Dalam surat yang diteken Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti, ada dua nama yang disetorkan. Di nomor urut pertama ada Karyoto. Sedangkan nomor urut kedua diisi Komisaris Besar Hari Nartanto, yang kini menjabat Inspektur Pengawasan Kepolisian Daerah Gorontalo. Menurut seorang pejabat di KPK, Karyoto dianggap sebagai kandidat kuat karena mantan penyidik KPK.

Sekretaris Jenderal KPK Bimo Gunung Abdul Kadir membenarkan, dua nama itu disetorkan Kepolisian. Namun, kata dia, keduanya masih akan bersaing dengan nama-nama pendaftar lain. Para pendaftar yang belum masuk, kata dia, misalnya dari unsur kejaksaan dan unsur masyarakat yang akan dijaring melalui program seleksi KPK bertajuk Indonesia Memanggil 10. "Kami juga minta nama ke kementerian dan lembaga lain," ujarnya.

Seorang pegawai KPK menyangkal sistem rekrutmen direktur monitor yang disampaikan Bimo Gunung. Dia mencontohkan, saat rekrutmen deputi penindakan, Ranu Mihardja merupakan kandidat dengan skor tertinggi di seleksi akhir. Urutan di bawah Ranu, yang ketika itu Direktur Penuntutan KPK, ditempati Heru Winarko. Alih-alih mengisi posisi itu, Ranu justru diplot mengisi deputi pengawasan internal dan pengaduan masyarakat. "Deputi penindakan kemudian diisi Heru," katanya.

Kalangan internal KPK, menurut pegawai itu, khawatir pola ini terjadi pada rekrutmen deputi monitor. Apalagi, kata dia, di lingkup internal Kepolisian, kabar Karyoto akan menjadi Direktur Monitor KPK sangat kuat. "Rekam jejak dia tidak bisa memegang posisi ini," ujarnya.

Mengutip hasil pemeriksaan pengawas internal, dia menyebutkan Karyoto terdeteksi pernah membocorkan rahasia penting KPK ke kantor asalnya. Modusnya, kata dia, Karyoto membocorkan rahasia itu melalui mantan pegawai KPK yang sudah ditarik ke Kepolisian lebih dulu. "Padahal posisi direktur monitor ini harus sangat kuat memegang rahasia, termasuk ke teman KPK sendiri di luar direktorat itu," ujarnya.

Nama Karyoto sempat masuk radar Kuningan, kawasan di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, tempat KPK berkantor, karena komunikasinya dengan seorang petinggi PDI Perjuangan untuk menyiapkan skenario kriminalisasi terhadap dua pemimpin KPK saat itu, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, Januari 2015. Majalah Tempo Edisi 13-19 Juli 2015 memuat bukti transkrip rekaman percakapan rahasia Karyoto dengan petinggi PDI Perjuangan itu.

Abraham dan Bambang ditetapkan sebagai tersangka setelah lembaganya menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan rekening gendut. Karena penetapan itu, Presiden Joko Widodo menganulir pencalonan Budi kendati ia sudah direstui Dewan Perwakilan Rakyat. Belakangan, KPK menyerahkan kasus itu Kejaksaan Agung. Namun Kejaksaan kemudian menyerahkan kasus Budi ke Badan Reserse Kriminal hingga berujung penghentian. Kamis pekan lalu, langkah penghentian juga ditempuh Kejaksaan terhadap kasus Abraham dan Bambang melalui deponering atau pengesampingan perkara.

Karyoto, saat itu Direktur Kriminal Umum Kepolisian Daerah Yogyakarta, juga yang mendatangi kantor KPK pada awal Februari 2015. Ketika itu, ia membawa surat panggilan pemeriksaan Badan Reserse Kriminal untuk sejumlah pejabat struk­tural di KPK. Karyoto juga meminta data tiga kasus besar yang ditangani KPK.

Kepada Tempo ketika itu, Karyoto tak menyangkal pembicaraannya dengan petinggi PDI Perjuangan yang terekam KPK. Ia juga membenarkan kabar bahwa ia datang ke kantor KPK untuk mengantarkan surat panggilan pemeriksaan sejumlah petinggi KPK.

Tentang kabar pencalonannya sebagai Direktur Monitor KPK dan tuduhan mengenai rekam jejaknya yang buruk selama menjadi penyidik, Karyoto belum bisa dimintai komentar. Ditelepon lewat nomor pribadinya, Karyoto mengangkat panggilan, tapi sama sekali tak menjawab. Semua pertanyaan Tempo yang dikirim lewat pesan WhatsApp hanya ia baca, tak dibalas. Ditemui di kantornya di Badan Reserse Kriminal, seorang koleganya mengatakan Karyoto tidak di tempat.

Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti tidak menyangkal pencalonan Karyoto sebagai Direktur Monitor KPK. "Siapa saja yang diusulkan Polri sangat tergantung pimpinan KPK karena harus melalui seleksi," ­katanya.

Anton Aprianto, Muhamad Rizki, Dewi Suci

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus