Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Hikayat Kabel di Parit Istana

Tumpukan pembungkus kabel menyumbat aliran air di gorong-gorong Jalan Medan Merdeka. Diduga kuat sisa pencurian.

7 Maret 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMBILAN personel satuan tugas Suku Dinas Tata Air Jakarta Pusat sibuk membersihkan pembungkus kabel yang menumpuk di gorong-gorong di bawah Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu pekan lalu. Letak gorong-gorong itu hanya sekitar 20 meter dari kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Bermodal satu lampu diesel, mereka memindahkan potongan pembungkus kabel dari gorong-gorong selebar 3 meter dengan ketinggian 1,5 meter itu ke permukaan tanah melewati lubang bak kontrol. Potongan pembungkus kabel itu berbahan karet dan logam dengan lebar antara 2,5 dan 7 sentimeter berbentuk spiral. Setelah diangkat ke luar, semuanya dimasukkan ke truk. "Kami sudah sepekan melakukan pekerjaan ini," kata Samiran, salah satu personel satuan tugas itu.

Hingga Kamis pekan lalu, Samiran dan rekan-rekannya sudah mengumpulkan pembungkus kabel sebanyak 17 truk berukuran sedang. Kulit luar kabel itu kemudian dikumpulkan di sebuah gudang milik Suku Dinas Tata Air Jakarta Pusat di kawa­san Bendungan Hilir.

Tumpukan pembungkus kabel ini awalnya ditemukan Rabu dua pekan lalu. Ketika itu, 12 anggota tim satuan tugas Suku Dinas Tata Air Jakarta Pusat melakukan pengecek­an rutin saluran air bawah tanah di sepanjang Jalan Medan Merdeka Selatan. Pengecekan dilakukan dengan mengontrol tali air—lubang saluran air di pinggir trotoar jalan—dan membuka bak kontrol air.

Ketika membuka satu bak kontrol tak jauh dari pertigaan Jalan Medan Merdeka Selatan dan Jalan Haji Agus Salim, tepatnya di sisi utara kantor Kementerian Energi, tim mendapati genangan air hampir setinggi lutut. Tim itu kemudian turun ke gorong-gorong. "Kami mencari sumbatannya di mana," ujar Turiman, salah seorang personel yang ikut pengecekan. "Ternyata pembungkus kabel yang menyumbat aliran air."

Temuan ini kemudian dilaporkan ke Kepala Suku Dinas Tata Ruang Jakarta Pusat Dicky Suherlan. Dicky meneruskan laporan ke Kepala Dinas Tata Ruang Jakarta Teguh Hendrawan dengan mengirimkan foto tumpukan pembungkus kabel yang sudah dikeluarkan dari gorong-gorong. Teguh kemudian turun ke lapangan melakukan pengecekan. "Kalau saya lihat, semacam fiber optic," katanya.

Jenis kabel fiber optic, menurut Teguh, biasa digunakan untuk menunjang industri teknologi informasi dan listrik. Juru bicara PT Telekomunikasi Indonesia, Arif Wibowo, mengatakan pembungkus kabel temuan itu berbeda dengan milik perusahaannya. General Manager PT Perusahaan Listrik Negara Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Syamsul Huda mengatakan perusahaannya sedang meneliti pembungkus kabel itu.

Setelah memastikannya, Teguh melaporkan temuan itu ke Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Respons Ahok terhadap temuan itulah yang kemudian memicu spekulasi. Menurut dia, ada pihak yang berusaha menghalangi upaya penanganan banjir di Ibu Kota. Dasarnya, ruas jalan di depan Istana Merdeka sempat terendam 10-20 sentimeter setelah hujan pada 9 Februari lalu. "Ada orang main isu sama saya. Istana tak mungkin tenggelam," katanya.

Seorang petugas pemasang instalasi kabel ragu terhadap dugaan sabotase itu. Ia justru menduga pembungkus kabel itu sampah pencurian. Menurut dia, pencuri biasanya mengincar kawat tembaga kabel cadangan. Kabel cadangan ini biasanya dipasang berdampingan dengan kabel utama di jalur bawah tanah. "Tembaga diambil, pembungkusnya dibuang di saluran air," ujarnya.

Kepolisian Daerah Metro Jaya turun tangan mengusut temuan itu. Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian memperkuat kemungkinan motif pencurian. Menurut Tito, pencurian diduga terjadi pada kabel yang tak terpakai lantaran perusahaan pemiliknya sudah membangun jalur kabel baru. Dia mengatakan, kesimpulan sementara, kabel itu milik PT PLN. "Mungkin dilakukan secara berkala sehingga sisa pembungkusnya menimbun di saluran air," katanya.

Prihandoko, Yohanes Paskalis, Destrianita Kusumastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus