Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BELASAN sedan hitam metalik dengan pelat nomor ”RI” yang diparkir berjajar membuat halaman kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian lebih gemerlap dari hari biasa. Senin pekan lalu, dalam rapat koordinasi, para anggota kabinet rame-rame menunggang mobil paling anyar: Toyota Crown Royal Saloon 2008.
Senang dengan mobil dinas baru dengan pelat nomor RI 37, Menteri Lingkungan Hidup Gusti M. Hatta meninggalkan rapat dengan sumringah. ”Yang ini lebih senyap,” katanya. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh justru memilih hemat komentar. ”Sama saja, yang penting tugas,” katanya singkat.
Sejak sepekan lalu, 34 anggota Kabinet Indonesia Bersatu II mendapat fasilitas baru. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tampaknya ingin memanjakan para menterinya dengan kendaraan dinas yang lebih gres, lebih mewah, dan lebih berkelas.
Crown Royal Saloon menggantikan mobil dinas periode sebelumnya, Toyota Camry. Crown Royal Saloon memang masuk kelas paling mewah dari Toyota. Di Jepang, mobil ini dipakai perusahaan untuk menjamu tamu-tamu penting mereka. Ia dianggap sekelas dengan BMW seri lima atau Mercedes-Benz seri E.
Gengsi ini setidaknya tampak dari harga. Di Jepang, menurut situs ekspor mobil Bafta.com, harga Crown Royal sekitar US$ 48-62 ribu (Rp 452-584 juta). Bandingkan dengan Camry yang US$ 32-34 ribu (Rp 300-320 juta).
Memang, banyak juga pihak yang risau akan pengadaan mobil dinas baru ini. Eva Kusuma Sundari, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan, menilai pemberian mobil ini berlebihan. ”Kabinet belum menunjukkan prestasinya kok sudah diberi reward,” katanya.
Komentar senada muncul dari Maruarar Sirait, anggota Dewan dari fraksi yang sama. Menurut dia, fasilitas itu terlalu mewah di tengah rakyat yang sedang prihatin. ”Tidak sensitif,” katanya.
Namun Sekretaris Menteri-Sekretaris Negara, Rildo Ananda Anwar, membantah. Ia mengatakan mobil yang lama sering rusak, dan biaya perawatannya tinggi karena telah dipakai lebih dari lima tahun. Dalam sebulan, satu mobil Camry menghabiskan biaya perawatan sekitar Rp 6 juta. Atas pertimbangan itu, usul pembelian mobil baru mulai dibahas saat Hatta Rajasa masih menjabat Menteri-Sekretaris Negara.
Proses pengadaan kendaraan ini pun terhitung cepat. Usul yang diajukan sekitar sebulan sebelum pergantian kabinet disetujui oleh Menteri Keuangan pada November 2009. Setelah persetujuan menteri, Sekretariat Negara langsung membentuk tim pengadaan. Sebulan kemudian, pada awal Desember, kontrak dengan Toyota Astra Motor ditandatangani.
Maruarar mengkritik pengadaan mobil dinas ini. Sebab, dalam pembahasan anggaran antara DPR dan Departemen Keuangan, tidak pernah tercantum pos pengadaan fasilitas mobil dinas baru. Dalam rapat dengan Badan Anggaran pada 3 November lalu, DPR dan Departemen Keuangan hanya menyepakati besaran pajak kendaraan bermotor. ”Saya tidak tahu pembelian itu dimasukkan ke dalam pos apa dan dalam postur APBN yang mana,” katanya.
Kepala Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Harry Azhar Azis menjelaskan, sesuai dengan APBN 2009 yang disahkan Oktober 2008, anggaran untuk kendaraan menteri/pejabat setingkat menteri/ketua/wakil ketua lembaga tinggi negara dialokasikan di anggaran mendesak Departemen Keuangan dengan kuasa pengguna anggarannya Sekretaris Negara. Alokasinya untuk 79 kendaraan dengan harga Rp 810 juta per unit.
Total anggaran Rp 63,99 miliar. Tapi, pada 19 Oktober 2009, Menteri Keuangan mengajukan lagi anggaran Rp 62,805 miliar untuk pajak mobil itu, sehingga total menjadi Rp 126,795 miliar. ”Tapi Badan Anggaran tidak pernah diberi tahu soal jenis dan harganya,” katanya.
Soal tudingan pengadaan mobil ini terkesan diam-diam tanpa setahu Dewan, tak satu pun pejabat Departemen Keuangan bersedia memberikan keterangan. ”Saya tidak kompeten menjelaskan,” kata Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia Nasution. Telepon dan pesan Tempo kepada Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan Anny Ratnawati pun tidak berbalas.
Dalam daftar isian pelaksanaan anggaran yang diajukan ke Departemen Keuangan, menurut Rildo, Sekretariat Negara mencantumkan harga Rp 684,5 juta per unit. Sekretariat sempat mengusulkan pengadaan mobil dinas ini dibebaskan dari pajak. Alasannya, mobil dikategorikan sebagai kendaraan protokoler.
Permintaan itu ditolak Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. ”Memang ada mobil bebas pajak, seperti mobil protokol tamu kenegaraan. Tapi, untuk yang ini, Menteri Keuangan meminta pajak tetap dibayar,” katanya. Karena usul itu ditolak, Sekretariat Negara tetap harus membayar sesuai dengan tarif yang berlaku.
Ia menyebutkan biaya yang harus dikeluarkan negara untuk membeli satu unit mobil menteri ini Rp 1,325 miliar. Harga ini sudah termasuk pajak dalam rangka impor sebesar Rp 520 juta per unit, yang mencakup pajak penjualan atas barang mewah, ongkos pengapalan, dan pendapatan negara bukan pajak. Itu masih ditambah pajak pertambahan nilai Rp 120,4 juta, biaya pembuatan surat dan pelat kendaraan bermotor, serta penambahan aksesori. Satu mobil menteri akan menggunakan tiga pelat nomor, yaitu pelat nomor merah, pelat nomor RI, dan pelat nomor sipil.
Tak sampai sebulan setelah kontrak diteken, serah-terima kendaraan sudah dilakukan. Tepat pada Hari Ibu, setiap menteri diminta menukar kendaraan lawasnya dengan yang baru. Jumlahnya 79 unit. Rencananya akan dibagikan untuk 34 anggota kabinet, 18 pejabat setingkat menteri, 18 ketua lembaga negara, dan sisanya cadangan untuk tamu kenegaraan. Bila dikalikan, anggaran negara yang dipakai untuk membeli 79 unit mobil itu sekitar Rp 104,675 miliar.
Bila biaya yang harus ditanggung negara begitu besar, apa alasan Crown Royal Saloon dipilih sebagai mobil dinas menteri? Rildo mengatakan seri Crown berada setingkat di atas Camry. Seri Camry sekarang tak lagi tergolong eksklusif karena sudah banyak dipakai pejabat setingkat eselon I dan pejabat di daerah.
Di kelas Crown, seri Royal Saloon ini tergolong tipe menengah. Tipe ini di atas standar yang disebut Crown Sedan, tapi masih di bawah Crown Majesta, yang 80 persen lebih mahal ketimbang Royal Saloon. Tipe ini kira-kira setara dengan Crown Athlete, tapi berbeda penampilan. Mesinnya 3.000 cc, dengan kopling otomatis enam percepatan.
Tapi, tampaknya, alasan eksklusif tidak cukup kuat. Toyota Crown Royal Saloon ternyata masih kalah kelas dibandingkan dengan mobil dinas Gubernur Riau, serta ”cuma” sekelas mobil dinas Ketua DPRD Riau. Crown Royal Saloon adalah mobil yang juga dijadikan kendaraan dinas Ketua DPRD Riau periode sekarang.
Eva Sundari menilai pemerintah Yudhoyono tidak konsisten. Harga mobil begitu mahal, dua kali lipat dari harga mobil periode sebelumnya. Padahal, lima tahun lalu, kabinet Yudhoyono memilih Camry dengan alasan harganya jauh lebih rendah dibanding Volvo, yang identik sebagai mobil dinas menteri selama puluhan tahun. ”Ini tidak konsisten,” katanya. ”Proses pengadaannya pun seperti kucing-kucingan. Dilakukan ketika publik sedang berfokus pada pemilu dan pergantian pemerintahan.”
Rencananya, mobil dinas lawas akan dilelang. Para menteri periode lalu, yang tidak bertugas lagi, diberi prioritas membeli. Tentu saja dengan harga yang telah ditetapkan. ”Uangnya nanti akan disetor ke kas negara sebagai pemasukan,” kata Rildo.
Ninin Damayanti, Agoeng Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo