Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK ada kekebalan bagi pelanggar etika." Ancaman itu diucapkan Gayus Lumbuun, Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat, Jumat malam pekan lalu. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini kecewa berat atas perilaku delapan anggota Badan yang dipimpinnya.
Perilaku tak terpuji itu mengundang aksi demonstrasi di Gedung DPR, dua pekan lalu. Anggota Dewan dituding bertamasya di Turki sepulang dari studi banding di Yunani. Kedelapan wakil rakyat itu adalah Nudirman Munir (Wakil Ketua Badan Kehormatan dari Fraksi Partai Golkar), Chairuman Harahap (Partai Golkar), Ali Maschan Musa (Partai Kebangkitan Bangsa), Abdul Razak Rois (Partai Amanat Nasional), Salim Mengga (Partai Demokrat), Darizal Basir (Partai Demokrat), Ansory Siregar (Partai Keadilan Sejahtera), dan Usman Jafar (Partai Persatuan Pembangunan).
Berangkat ke Yunani pada 23 Oktober, seharusnya rombongan tiba kembali di Jakarta pada 27 Oktober—sesuai dengan surat tugas. "Ternyata mereka mampir ke Turki dua hari dua malam," ujar Gayus. "Akan saya usut tuntas."
Studi banding ke Yunani memang penugasan resmi. Di negeri para dewa, konon mereka belajar etika dan kedisiplinan—entah dari mana aspirasi absurd ini datang. Tiga dari sebelas anggota Badan Kehormatan—termasuk Gayus Lumbuun—membatalkan kepergian dengan berbagai alasan.
Dari Athena, Kedutaan Besar RI melaporkan bahwa delapan anggota Dewan itu meninggalkan Yunani pada sore hari 27 Oktober—dua hari setelah tsunami mengamuk di Mentawai. Mau cepat menengok korban bencana? Tidak. Mereka menyeberang ke Turki, yang hanya sejam terbang dari Yunani. Padahal surat tugas yang ditandatangani Gayus hanya untuk kunjungan ke Yunani.
Gayus menduga acara ke Turki direncanakan jauh-jauh hari. Apalagi empat anggota Dewan membawa istri mereka. "Istri Pak Nudirman Munir, Chairuman Harahap, Ali Maschan Musa, dan Abdul Razak Rois juga ikut," kata Gayus.
Rupanya, mereka menyiasati biaya dengan menukar tiket pesawat kelas bisnis menjadi ekonomi. Harga kelas bisnis sekitar 8.000 euro, kelas ekonomi separuhnya. Nah, empat orang yang tak membawa istri mendapatkan tambahan uang separuh harga tiket bisnis. Menurut Gayus, selama di Turki, ada uang hotel setara kunjungan resmi, 235 euro per orang. Uang saku per orang sehari US$ 376. Uang makan US$ 450 per hari. "Anehnya, di Turki, mereka mendapatkan fasilitas yang sama. Saya sudah menerima laporan keuangan dari Sekretariat Dewan," kata Gayus.
Sumber di Kedutaan Besar RI di Turki membenarkan soal pelesiran anggota DPR itu. Setiba di Turki, mereka dinner di restoran Kervansaray. Esok harinya melancong ke Blue Mosque, Istana Topkapi, Selat Bosphorus, dan—ini yang tak mungkin ketinggalan—pusat-pusat belanja. "Acaranya happy-happy," kata sang sumber. Termasuk menonton tari perut?
Dari delapan "turis" itu, hanya Ali Maschan Musa yang mau buka suara. Yang lain menutup diri dan tak bisa dikontak. Ali membantah nonton belly dance alias tari perut. "Kami hanya transit, pesawat kami Turkish Airlines," kata Ali, yang sedang mengawasi pelaksanaan haji di Madinah.
Ali mengakui bahwa istrinya ikut serta. Soal biaya pesawat, semula dia mengaku membayar dengan uang sendiri. Tapi kemudian, "Kami bikin kelas bisnis jadi ekonomi sehingga bisa bawa istri."
Tuduhan berpelesir ke Turki, menurut Ali, tersebar karena konflik internal di tubuh Badan Kehormatan. "Blakblakan saja, kami ada persoalan dengan Gayus." Empat bulan lalu, sembilan dari sebelas anggota Badan menandatangani mosi tak percaya dan minta Gayus turun dari kursi ketua. Hanya PDI Perjuangan yang tak mau memberikan tanda tangan. Gayus hanya tertawa ketika dimintai konfirmasi. "Urusan Turki tak ada hubungannya dengan mosi itu. Saya tetap Ketua BK."
Zarman Syah, mantan anggota Dewan Kehormatan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Turki, mengatakan, "Menteri, anggota DPR, dan pengusaha Indonesia biasa nonton belly dance di Turki." Delapan tahun tinggal di Turki, dia kerap diminta menemani pejabat dari Indonesia. Doktor hubungan internasional dari Universitas Ankara ini bercerita bahwa kawasan favorit pejabat Indonesia adalah Taksim, kota tua pusat hiburan malam Istanbul. Di semua restoran, mejanya dipasangi bendera negara masing-masing tamu, membuat pengunjung bagai raja semalam. Sambil makan, minum bir dan anggur, ada suguhan belly dance.
Paket nonton tari perut plus makan sekitar Rp 4 juta per orang. "Jika ingin berlanjut ke ranjang, tinggal pindah ke bar khusus," ujar Zarman. "Penari yang bisa diajak kencan rata-rata berasal dari Rusia dan negara-negara bekas Uni Soviet, seperti Georgia, Kirgistan, dan Azerbaijan."
Untuk membongkar perjalanan "gelap" Turki itu, Gayus menunggu pengaduan masyarakat. "Agar kami bisa memanggil mereka," kata Gayus.
Dwidjo U. Maksum
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo