Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AZAN magrib baru saja lewat di gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu. Diiringi beberapa anggotastafnya, Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban terlihat santai. ”Sekarang kita ketawa-ketawa saja,” katanya.
Padahal, tiga hari sebelumnya, Kaban sempat terlihat kesal. ”Suratnya tentang alih fungsi hutan, tetapi kok dokumen-dokumen lain yang dicari,” katanya, seusai upacara peringatan Hari Kemerdekaan di Istana Negara.
Jumat dua pekan lalu, selama hampir sebelas jam, dua tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mengubek-ubek lantai dua, tiga, dan empat gedung Departemen Kehutanan bertingkat 14 itu. Komisi mencari bukti kasus gratifikasi alih fungsi hutan lindung Tanjung Api-api, Banyuasin, Sumatera Selatan.
Kasus ini melibatkan tersangka Yusuf Emir Faishal dan Sarjan Taher. Disinyalir bahwa Kaban tahu masalah ini. Tapi, ada dugaan, penyidik Komisi juga mencari bukti tambahan untuk kasus lain yang ”disangkutkan” ke Kaban.
Seorang anggota staf di departemen itu mengaku melihat penyidik Komisi mengambil berkas dari ruangan Subbagian Sarana Prasarana Khusus. Ruangan ini tak ada hubungannya dengan alih fungsi hutan.
Menurut dia, di ruangan itu tersimpan dokumen pengadaan dan pemeliharaan alat komunikasi Departemen Kehutanan dari rekanan Masaro Radiokom. ”Saya yakin itu,” kata anggota staf yang menolak disebut identitasnya itu.
Atasannya, Kepala Biro Umum Departemen Kehutanan, Bambang Hendroyono, membantah. ”Saya lupa barang apa saja yang disita. Tapi dokumen (pengadaan) tidak,” kata Bambang, membenarkan ruangannya juga digeledah.
Nama Masaro pertama kali disebut-sebut ketika Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah gedung PT Masaro Radiokom di Jalan Talang Betutu 11 A, Jakarta Pusat, akhir bulan lalu. Perusahaan ini dikait-kaitkan dengan Yusuf Faishal. Mantan Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat itu diduga berkantor di salah satu ruangan di gedung itu.
Seusai penggeledahan di Masaro itu, Wakil Ketua Komisi, M. Yasin, mengungkapkan bahwa penyidiknya menemukan kasus baru di luar Tanjung Api-api. Dia pun membenarkan, kasus itu ada kaitannya dengan pengadaan alat komunikasi di Departemen Kehutanan.
Terciumnya bau tak enak di Masaro itu karena Yusuf disebut-sebut mendapatkan fasilitas gratis berkantor di sana. Masaro sepertinya berkepentingan mengamankan proyek pengadaan dan pemeliharaan alat komunikasi Departemen Kehutanan lewat Yusuf.
Kuasa hukum Yusuf, Sheila Salomo, membantah kliennya ada hubungan dengan Masaro. ”Sudah saya cek ke Pak Yusuf,” kata Sheila. ”Dia bilang, ‘Demi Tuhan, itu bukan kantor saya’.”
Bantahan juga datang dari pihak Masaro. ”Setahu saya, dia tidak ada hubungannya dengan perusahaan ini,” kata Abdi Zato Mendrofa, salah satu direkturnya.
Masaro merupakan agen tunggal pemegang merek Motorola di Indonesia. Sejak zaman Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap, 1990-an, perusahaan inilah satu-satunya penyuplai sekaligus pemelihara perangkat sistem komunikasi radio terpadu Departemen Kehutanan.
Kritik tentang pengadaan ini pernah datang dari Komisi IV. Menurut wakil ketuanya, Suswono, ia pernah mempersoalkan keberadaan sistem radio itu. Ia menilai sistem itu sudah tak efektif, karena toh sekarang ada telepon seluler dan teknologi satelit.
Kontrak sistem ini juga berat di ongkos. Puluhan miliar rupiah mengucur untuk memeliharanya. Bahkan, pada 2009, Departemen Kehutanan meminta lagi tambahan Rp 629,1 miliar untuk melengkapi sistem radio ini. ”Lebih baik diputus kontraknya,” kata Suswono.
Namun Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Masyud, membantah sistem itu tak bermanfaat. ”Sampai sekarang masih kami pakai untuk pengawasan hutan,” katanya. ”Banyak daerah hanya bisa tersambung lewat radio.”
Agus Supriyanto, Bunga Manggiasih, Ismi Wahid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo