Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rizal Ramli Sangkal Danai Demonstrasi
KETUA Komite Bangkit Indonesia Rizal Ramli menyangkal tudingan bahwa dia mendanai aksi demonstrasi menentang kenaikan harga bahan bakar minyak Juni lalu. "Itu tidak benar dan tidak ada hubungannya," kata Rizal setelah menjalani pemeriksaan di Markas Besar Kepolisian RI, Selasa pekan lalu. Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Perindustrian Kabinet Persatuan Nasional itu akhirnya memenuhi panggilan polisi, setelah mangkir saat pertama kali dipanggil, 14 Agustus lalu.
Rizal diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ferry Yuliantono, Sekretaris Jenderal Komite Bangkit Indonesia, terkait dengan kasus aksi demonstrasi yang berakhir rusuh pada 24 Juni lalu. Sebelumnya, Rizal disebut-sebut mengalirkan dana Rp 500 juta kepada mahasiswa melalui Ferry. Direktur Keamanan dan Kejahatan Transnasional Kepolisian Brigadir Jenderal Badrodin Haiti menyatakan, polisi memiliki bukti aliran dana dari Komite Bangkit untuk aksi-aksi demonstrasi mahasiswa tersebut.
Rizal mengakui bahwa Komite Bangkit melakukan banyak kegiatan sosialisasi ke daerah. Sosialisasi itulah yang dibiayai oleh organisasi. "Tapi bukan untuk aksi demonstrasi," ujarnya.
Komisi Antikorupsi Periksa Mardiyanto
KOMISI Pemberantasan Korupsi memeriksa Menteri Dalam Negeri Mardiyanto dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran, Rabu pekan lalu. Mardiyanto diminta kesaksian sebagai bekas Gubernur Jawa Tengah untuk tersangka Oentarto Sindung Mawardi, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri.
Jawa Tengah diketahui ikut membeli tiga mobil pemadam kebakaran setelah mendapat radiogram Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno pada akhir 2003. Namun, sampai usai pemeriksaan, Komisi belum menemukan kejanggalan dan kerugian negara dalam transaksi yang dilakukan Mardiyanto. "Saya laksanakan sesuai dengan prosedur dan kewe-nangan saya," kata Mardiyanto.
Kasus ini menyeret pejabat pusat dan daerah Departemen Dalam Negeri. Mardiyanto adalah bekas gubernur keempat yang diperiksa dalam kasus ini. Tiga sebelumnya sudah ditetapkan Komisi sebagai tersangka: Danny Setiawan dan R. Nuriana, bekas Gubernur Jawa Barat, dan Saleh Djasit, Gubernur Riau. Pejabat lainnya Wali Kota Medan dan wakilnya, Abdillah dan Ramli.
Polemik Masa Jabatan Kepala Polisi
JABATAN Kepala Kepolisian Republik Indonesia akan diperpanjang. Hingga saat ini belum ada sinyal dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang pergantian pemimpin tertinggi hamba wet ini. "Kemungkinan besar masa jabatannya diperpanjang," kata Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Trimedya Panjaitan pekan lalu.
Pergantian pucuk pimpinan tertinggi kepolisian itu harus melalui proses uji kelayakan dan kepatutan. Padahal, ke depan, jadwal Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat sebagai komisi yang melakukan uji kelayakan dan kepatutan sangatlah padat. Komisi Hukum harus menyelesaikan rancangan undang-undang kehakiman dan undang-undang pengadilan tindak pidana korupsi serta memilih calon hakim agung. "Kami tidak punya alokasi waktu," kata dia.
Isu pergantian Kepala Kepolisian mulai berembus karena pada 9 September ini Jenderal Sutanto akan memasuki usia pensiun, yakni 58 tahun. Menurut Ketua Indonesia Police Watch, Neta S. Pane, rencana Presiden memperpanjang masa jabatan Jenderal Sutanto ini akan memperburuk citra Polri. Hal itu menimbulkan kesan Markas Besar kekurangan perwira berkualitas.
Merek Susu Berbakteri Harus Diumumkan
MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima permohonan David M.L. Tobing, yang menggugat Institut Pertanian Bogor, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, serta Menteri Kesehatan, untuk mengumumkan hasil penelitian produk susu formula dan makanan bayi yang terkontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum. "Dan menghukum tergugat mempublikasikan hasil penelitian dengan menyebutkan nama susu formula dan makanan bayi yang terkontaminasi bakteri di media," kata Ketua Majelis Hakim Reno Listowo saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu.
Penelitian Institut Pertanian Bogor yang dipimpin Sri Estuningsih pada April-Juni 2006 lalu menyimpulkan ada susu formula dan makanan bayi yang terkontaminasi bakteri sakazakii. Kesimpulan penelitian telah dipublikasikan di situs Institut Pertanian Bogor pada 17 Februari 2008. Namun nama-nama susu formula yang mengandung bakteri itu tidak diumumkan. David sebagai konsumen susu formula meminta majelis hakim mengumumkan merek susu formula dan makanan bayi yang tercemar.
Menanggapi keputusan pengadilan, Menteri Kesehatan serta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan mengaku tidak dapat mengumumkan merek susu yang dimaksud karena tidak memiliki data. Sedangkan Institut Pertanian Bogor saat ini tengah menyiapkan berkas banding atas perkara ini, karena pihaknya tidak bersedia mengumumkan nama produk susu itu.
Antony Mengaku Diperas
TERSANGKA kasus aliran dana Bank Indonesia, Antony Zeidra Abidin, mengaku diperas anggota Badan Pemeriksa Keuangan Baharuddin Aritonang Rp 500 juta. Dana ini terkait dengan inisiatif pembagian dana Rp 31,5 miliar ke sejumlah anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004.
Pemerasan itu, menurut Antony, terjadi dua minggu setelah dia dilantik sebagai Wakil Gubernur Jambi. "Setelah pemilihan kepala daerah di Jambi, saya selalu ditelepon petugas Badan Pemeriksa Keuangan," ujarnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu pekan lalu.
Menurut Antony, pemerasan dilakukan Baharuddin dengan mengajak bertemu Hamka Yandhu, tersangka lain kasus aliran dana Bank Indonesia, di Restoran Basara, gedung Summitmas, Jakarta. Saat itu Baharuddin menghubungi telepon seluler Hamka. "Baharuddin bilang ke HY (Hamka Yandhu), 'Kenapa Anda harus menyertai kedatangan Antony. Uang itu banyak sekali, kenapa tidak dibagi-bagi?,'" ujar Antony menirukan ucapan Baharuddin. Namun, saat dikonfirmasi hakim Moerdiono, Hamka menyangkal adanya pertemuan di Basara itu.
Baharuddin membantah disebut telah memeras Antony. Saat ini dia mengaku tengah melakukan perjalanan dinas ke India. "Sepulang dari India, akan saya jelaskan," ujarnya.
Muchdi Terancam Hukuman Mati
MUCHDI Purwoprandjono, terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap aktivis hak asasi manusia Munir, terancam hukuman mati. Menurut jaksa penuntut umum yang diketuai Cirus Sinaga, Muchdi memerintahkan pembunuhan Munir karena dendam setelah Munir mengungkap bahwa pelaku penculikan para aktivis adalah anggota Komando Pasukan Khusus. "Aktivitas Munir telah menamatkan karier Muchdi, yang saat itu menjabat Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus," kata Cirus dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu.
Dalam kasus pembunuhan berencana ini, "Muchdi menganjurkan dan memberikan sarana kepada terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto untuk membunuh Munir," kata Cirus. Sebelumnya, dalam kasus pembunuhan Munir, yang tewas diracun di pesawat pada 7 September 2004, Pollycarpus diganjar vonis 20 tahun penjara oleh Mahkamah Agung, melalui putusan "peninjauan kembali". Kini ia meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.
Menanggapi dakwaan itu, Muchdi menjawab, "Saya secara prinsip sudah mengerti dakwaan jaksa." Namun melalui kuasa hukumnya, Luthfie Hakim, bekas Deputi V/Penggalangan Badan Intelijen Negara itu menyatakan keberatan. "Dakwaan jaksa kabur sebab didasarkan asumsi, bukan fakta peristiwa, misalnya Muchdi menyimpan dendam," kata Luthfie.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo