Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TUMPUKAN kertas berkop Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia itu dibaca Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo, empat hari setelah peristiwa penyerbuan massa terhadap rumah Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Februari lalu. Dalam laporan itu disebutkan laporan intelijen Kepolisian Sektor Cikeusik tak direspons Kepolisian Resor dan Kepolisian Daerah Banten, institusi di level kabupaten dan provinsi.
Di depan Timur duduk Komisaris Jenderal Nanan Soekarna, Inspektur Pengawasan Umum Polri. Nanan memberi tanggapan atas laporan itu, termasuk menyajikan hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, yang menyebut kinerja kepolisian yang masih amburadul. Ia juga menjelaskan soal kesalahan prosedur dalam penyampaian laporan intelijen dalam insiden itu.
Lebih dari sekadar rapat membahas Cikeusik, pertemuan itu menyiratkan ”kemesraan” Nanan dan Timur Pradopo. Bisik-bisik di Markas Besar Kepolisian menyebutkan analisis Nanan terhadap insiden Cikeusik menguatkan posisinya sebagai calon Wakil Kepala Polri. ”Posisi Nanan jadi kuat. Dia dianggap mampu membereskan persoalan internal kepolisian,” kata sumber Tempo.
Telah lama Nanan digadang-gadang menjadi Wakil Kapolri. Bersama dia disebut-sebut pula Kepala Badan Pemelihara Keamanan Komisaris Jenderal Fajar Prihantoro sebagai kandidat lain. ”Yang menjagokan Pak Nanan adalah para jenderal senior,” kata Ketua Presidium Indonesian Police Watch Neta Saputra Pane.
Nanan bersama Komisaris Jenderal Imam Sudjarwo adalah calon Kepala Kepolisian yang diajukan Jenderal Bambang Hendarso Danuri—Kapolri sebelumnya—kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tapi, lantaran dianggap lebih ”akrab” dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ketimbang Partai Demokrat, namanya dicoret, dan Presiden memilih Timur Pradopo.
Kini Timur merangkul bekas rivalnya itu. Menurut sumber Tempo, keputusan itu diambil Timur karena ia ingin ”menjaga soliditas angkatan”. Nanan dan Timur sama-sama lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1978. Nanan juga dianggap perwira yang sudah cukup senior. Indikator senioritas itu tak cuma soal angkatan, tapi kepangkatan dan pengalaman memimpin wilayah.
Posisi Nanan sebagai Inspektur Pengawasan Umum pun dianggap cuma sejengkal dari jabatan Wakapolri. ”Inspektorat itu kan posisi nomor tiga setelah Kapolri dan Wakil Kapolri,” ujar seorang sumber.
Posisi Tribrata Dua—begitu posisi Wakil Kapolri biasa disebut—bukan sekadar ban serep. Tribrata Dua, misalnya, adalah Kepala Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi, yang mengatur mutasi dan promosi perwira menengah dan tinggi polisi. Selain itu, Wakil Kapolri mengatur pengadaan barang di lingkungan kepolisian dan remunerasi. ”Makanya banyak perwira tinggi yang mendekati Wakapolri,” kata Neta. Kamis dua pekan lalu Nanan secara resmi menerima tawaran Timur Pradopo. ”SBY pun bilang oke atas usul itu,” ujar sumber yang lain.
Yophiandi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo