Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SARAPAN tiga politikus Partai Demokrat itu sungguh spesial: nasi goreng dengan telur ceplok masakan sang Ketua Dewan Pembina, Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka—Marzuki Alie, Jafar Hafsah, dan Sutan Bhatoegana—menikmatinya di Wisma Negara, Jumat tiga pekan lalu, bersama sang ”juru masak”. ”Kuning telurnya bulat, enggak pecah,” kata Sutan, Kamis pekan lalu.
Sembari bersantap, percakapan mengalir. Topiknya adalah peta politik di Dewan Perwakilan Rakyat menjelang pengambilan keputusan soal hak angket mafia pajak. Dua anggota koalisi pendukung pemerintah disorot: Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera.
”Bapak harus tega-tegaan,” kata Sutan, menceritakan kembali pertemuan itu. ”Mereka teman di koalisi, tapi tega terus sama kita.” Marzuki, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan Jafar Hafsah, ketua fraksi, juga meyakinkan Yudhoyono bahwa koalisi sudah tak sejalan.
Dua setengah jam sarapan, sejak pukul 07.30, mereka sepakat: para tamu bertanggung jawab pada rapat hak angket yang digelar empat hari kemudian. Soal masa depan koalisi, Yudhoyono menyatakan akan menyelesaikannya. Menurut Sutan, pada Ahad malam, Yudhoyono kembali memimpin rapat yang dihadiri Marzuki, Jafar, plus Anas Urbaningrum. Sikap mereka semakin jelas: nasib Golkar dan PKS diputuskan setelah rapat di Dewan.
Kegerahan politikus Demokrat kepada Golkar dan PKS sebenarnya sudah memuncak. Pada awal Februari, Yudhoyono mengumpulkan politikus partai itu di rumahnya, Puri Cikeas, Bogor. Ia membuka pertemuan dengan keluh-kesah, merasa terus disudutkan. Ia lantas meminta para kadernya tak takut berbicara di media massa. ”Opini konter opini,” kata Yudhoyono, seperti ditirukan Sutan.
Yudhoyono mewanti-wanti: informasi yang disampaikan tidak berbalik merugikan partai. Ia lalu menyentil Ruhut Sitompul, anggota Dewan yang suka vokal. ”Sembilan dari sepuluh pernyataannya bagus,” kata Yudhoyono sembari mengangkat jempol. Ruhut membusungkan dada. Yudhoyono buru-buru meneruskan, ”Tapi pernyataannya soal Ibu Ani akan maju sebagai presiden jadi blunder.” Dimintai konfirmasi soal ini, Ruhut cuma tersenyum.
Selepas itu, Yudhoyono mempersilakan para kader berbicara. Giliran Amir Syamsuddin berbicara, suaranya tegang. Dengan nada tinggi, Sekretaris Dewan Kehormatan Demokrat itu meminta Yudhoyono mengeluarkan partai yang kerap ”membangkang”. ”Ini saatnya Bapak menghunus badik,” ujarnya. Petinggi partai lantas menyerahkan daftar ”dosa” Golkar dan PKS selama satu setengah tahun. Kedua partai dianggap jadi batu sandungan pelbagai kebijakan pemerintah.
Senayan lalu riuh dengan usul hak angket. Demokrat tak bisa mencegah angket bergulir—114 anggota Dewan meneken usul. Demokrat makin kecewa akan manuver Golkar dan PKS. Jafar Hafsah dan Marzuki Alie segera menghubungi Yudhoyono. ”Kalau sudah begini, Pak SBY harus turun tangan,” kata Sutan. Esoknya, Yudhoyono pun mengundang sarapan tiga politikus itu.
Dalam rapat paripurna membahas usul hak angket, sikap Golkar dan PKS seperti sudah diduga: mendukung usulan. Tapi kubu penolak angket—Demokrat plus Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, juga Partai Gerindra–memenangi pemungutan suara.
KOALISI di tubir jurang setelah Yudhoyono berpidato pada Selasa pekan lalu. Sembari menunjukkan dokumen kesepakatan koalisi, ia mengutarakan kekecewaannya terhadap anggota koalisi yang kerap mengingkari komitmen. Tanpa menyebut nama, banyak orang yakin Yudhoyono menunjuk PKS dan Golkar.
Mampu membendung angket, Demokrat dan Yudhoyono makin percaya diri. Partai Gerindra dianggap semakin dekat. Wakil Sekretaris Jenderal Saan Mustopa mengatakan, jika Golkar dan PKS keluar, lalu Gerindra masuk, suara koalisi di Dewan tetap unggul. Sejak itu, Saan terus berkomunikasi dengan Ahmad Muzani, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra. Ia meyakinkan Gerindra segera masuk koalisi.
Ajakan bagi Gerindra sebetulnya sudah ditawarkan jauh-jauh hari. Menurut sumber Tempo, Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto beberapa kali bertamu ke Cikeas—terbaru akhir Januari lalu, ketika usul hak angket mafia pajak mulai menggelinding di Senayan. Dalam pertemuan itu, Yudhoyono mengajak Gerindra masuk koalisi. Imbalannya kursi Menteri Pertanian untuk Prabowo.
Menurut sumber yang sama, Prabowo tak segera mengiyakan tawaran Yudhoyono. Ia mengajukan dua syarat lain: Demokrat memasang parliamentary threshold tiga persen, bukan lima persen, sebagaimana yang didengung-dengungkan. Permintaan lain, syarat pengajuan calon presiden diturunkan dari 20 persen gabungan kursi di Senayan menjadi 10 persen. Menurut sumber, Yudhoyono mengatakan dua permintaan Prabowo itu akan diserahkan ke partai.
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon, yang disebut-sebut mendampingi Prabowo, menyanggah adanya pertemuan itu. Tapi, soal masuk koalisi, kata Fadli, ”Masih dibahas oleh Pak Prabowo.” Saan sendiri mengatakan, ”Yang jelas, Pak SBY dan Pak Prabowo sering berkomunikasi.”
Menurut Ahmad Mubarok, anggota Dewan Pembina Demokrat, Yudhoyono, Anas, serta dua-tiga petinggi partai intens bertemu. Sehari sebelum pidato soal koalisi, Selasa pekan lalu, Yudhoyono mengutus Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi menemui Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dan Presiden PKS Luthfi Hasan.
Satu sumber membisikkan, sejak Jumat dua pekan lalu, Yudhoyono juga rajin membongkar-bongkar kardus berisi curriculum vitae calon menteri, yang dikumpulkan menjelang pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II pada 2009.
Mubarok mengatakan tak ikut bertemu dengan Yudhoyono. Tapi ia menyatakan mendengar rencana keputusan akhir Yudhoyono: PKS didepak, tapi Golkar dipertahankan. ”PKS sudah final,” ujarnya. Sumber-sumber Tempo di Partai Biru itu mengiyakan cerita tersebut. Menurut Mubarok, PKS sudah sulit diajak berdialog. Adapun Golkar dipertahankan dengan pertimbangan masih bisa diajak bicara, juga punya kekuatan besar di Dewan.
Anton Septian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo