Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia resmi mencabut Ketetapan atau TAP MPR tentang pemberhentian Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan ketetapan soal mendiang Presiden Soeharto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau yang kerap disapa Bamsoet, menyampaikan keputusan ini dalam rapat paripurna MPR RI pada Rabu, 25 September 2024, di Jakarta. Keputusan ini merupakan tindak lanjut dari permintaan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk mencabut TAP MPR Nomor II/MPR/2001 ihwal pertanggungjawaban Presiden Gus Dur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas apa alasannya kedua TAP MPR ini dicabut?
1. Pemulihan nama baik Gus Dur
PKB meminta pencabutan TAP MPR Nomor II/MPR/2001 dengan alasan untuk memulihkan nama baik Gus Dur. Jazilul Fawaid, Ketua Fraksi PKB MPR RI, menegaskan bahwa TAP tersebut sudah tidak berlaku sejak diterbitkannya TAP MPR Nomor I/MPR/2003, yang meninjau status hukum berbagai TAP MPR dari tahun 1960 hingga 2002.
Oleh karena itu, Fraksi PKB meminta MPR mengeluarkan surat penegasan resmi agar Gus Dur bisa mendapatkan gelar pahlawan nasional tanpa hambatan dari ketetapan yang sudah tidak relevan.
“Penegasan ini penting untuk rekonsiliasi nasional dan sebagai langkah menghormati jasa Gus Dur,” jelas Jazilul. PKB berharap pencabutan TAP ini menjadi langkah awal untuk memperkuat pencalonan Gus Dur sebagai pahlawan nasional.
2. Pencabutan tuduhan Soekarno
Selain terkait Gus Dur, MPR juga mencabut TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 yang mencabut kekuasaan Presiden Soekarno. TAP ini dulu dibuat berdasarkan tuduhan bahwa Soekarno mendukung Partai Komunis Indonesia (PKI), namun tuduhan ini tidak pernah terbukti secara hukum.
Dengan pencabutan TAP tersebut, tuduhan terhadap Soekarno kini resmi dicabut. Langkah ini, menurut Bambang Soesatyo, adalah bagian dari rekonsiliasi nasional yang juga diharapkan untuk mengakhiri polemik sejarah politik Indonesia.
3. TAP MPR Soeharto tetap berlaku
Sementara itu, TAP MPR Nomor XI/MPR/1998, yang menyoroti upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), termasuk menyebutkan nama Soeharto, tetap berlaku. Namun, Bamsoet menjelaskan bahwa secara pribadi, mantan Presiden Soeharto dianggap telah menyelesaikan tanggung jawabnya terkait TAP ini karena beliau sudah wafat. “TAP tersebut tetap berlaku, tetapi penyebutan nama Soeharto dianggap selesai,” kata Bamsoet.
Langkah MPR RI yang tidak mencabut TAP terkait Soeharto, namun menganggap tugas Soeharto telah selesai, merupakan bentuk penghargaan terhadap mantan pemimpin Indonesia, meskipun mereka memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan selama masa jabatannya.
4. Mengundang keluarga presiden
Sebagai bagian dari rekonsiliasi politik nasional, MPR berencana untuk mengundang keluarga Presiden Soekarno, Soeharto, dan Gus Dur dalam pertemuan yang akan digelar pada akhir September 2024. Pertemuan ini diharapkan menjadi momen penting untuk menutup babak sejarah politik yang kontroversial dan membangun persatuan bangsa di masa depan.
“Kami ingin mempertemukan keluarga Gus Dur dan Soeharto sebelum masa jabatan kami berakhir. Kami telah mengundang keluarga Bung Karno, dan suasana sangat haru serta hikmat. Ini adalah bagian dari upaya MPR untuk menyelesaikan warisan masalah politik masa lalu,” ungkap Bamsoet.
Dalam rapat tersebut, Bamsoet juga menyampaikan bahwa Fraksi PKB telah mengajukan surat administratif untuk memastikan TAP MPR Nomor II/MPR/2001 tentang pemberhentian Gus Dur tidak lagi berlaku. Surat ini bukanlah produk hukum, tetapi bersifat administratif untuk mendukung gelar pahlawan bagi Gus Dur dan menuntaskan warisan politik yang selama ini mengganjal.
ANTARA
Pilihan editor: MPR Cabut TAP MPR Soal Sukarno, Soeharto dan Gus Dur, Bagaimana Bunyinya?