Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

78 Tahun Lalu Jenderal Mallaby Tewas Ditembak, Pemicu Pertempuran 10 November di Surabaya

Pimpinan pasukan Inggris Jenderal Mallaby tewas ditembak di Surabaya. Ini ragam versi cerita tentang penembakan itu, pencetus pertempuran 10 November.

30 Oktober 2023 | 20.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tiga bulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, perang kembali berkecamuk di Surabaya pada 10 November 1945. Pemicunya adalah kematian Jenderal Mallaby yang tepat hari ini 30 Oktober 78 tahun lalu, dirinya ditembak oleh salah satu pejuang Indonesia yang sampai saat ini memiliki ragam versi cerita sejarah tentang pelaku penembakan Mallaby.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejadian itu terjadi ketika sang Jenderal yang merupakan perwira Angkatan Darat India-Inggris hendak menghadiri perundingan di Gedung Internatio pada 30 Oktober 1945 mengenai ketidaksetujuan rakyat terhadap kedatangan pasukan Inggris di Surabaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perundingan itu kemudian memutuskan bahwa tentara Sekutu harus ditarik dari gedung-gedung di tengah kota dan dikonsentrasikan di Pelabuhan Tanjung Perak. Dua belah pihak juga sepakat membentuk badan penghubung (kontak biro) yang beranggotakan Mallaby, Kolonel L.P.H. Pugh, Mayor M. Hodson, Kapten H. Shaw dan Wing Commander Groom dari pihak Inggris,

Sedangkan dari Indonesia terdiri dari Residen Soedirman, Abdoel Azim Arnowo (Doel Arnowo), Atmadji, Mohamad Mangundiprojo, Soengkono, Soejono, Koesnandar, Roeslan Abdulgani dan T.D, Kundan. Setelah dicapai kesepakatan, siang itu juga Sukarno, Hatta dan Amir Sjarifoeddin kembali ke Jakarta.

Peluru Menembus Mallaby

Setelah selesai rapat, pukul 15.00 gedung tersebut mulai dikepung oleh pejuang. Baku tembak tidak terhindarkan dan berlangsung dalam beberapa jam. Lalu, Mallaby saat itu berunding dengan suatu kelompok rakyat pejuang untuk menghentikan tembakan. Salah satu kelompok pejuang rakyat saat itu bernama Gurkha.

Baku tembak berhenti, iring-iringan mobil Mallaby mulai pergi dari Gedung Internatio. Melihat iring-iringan mobil mulai pergi, pasukan Gurkha merasa tidak puas. Mereka kemudian menyiapkan tembakan diikuti granat di sekitar gedung.

Suasana saat itu semrawut dan kemudian dikabarkan Inggris bahwa Jenderal Mallaby telah tewas dalam baku tembak tersebut.

Beragam Versi Cerita

Kematian Mallaby memiliki ragam cerita. Peristiwa itu pernah ditampilkan dalam film Sang Kiai karya Rako Prijanto pada 2013. Saat itu terjadi bentrokan antara massa dan tentara Inggris. Supir dan ajudan Mallaby kemudian pergi ke Gedung Internatio untuk menyampaikan pesan dari Mallaby.  

Di film itu, Mallaby menunggu di mobil sambil mengamati kerusuhan massa di sekitar Gedung Internatio. Lalu, tiba-tiba mobil tersebut didatangi oleh seorang pemuda yang merupakan seorang santri Pondok Pesantren Tebuireng bernama Harun. Jenderal Mallaby lalu menoleh ke Harun setelah Harun mengetuk jendela mobilnya dan ia langsung menembak sang Jenderal Mallaby.

Versi berbeda diceritakan dalam artikel ilmiah berjudul Who Killed Brigiader Mallaby yang dituli oleh Parrott. Artikel ilmiah itu menemukan bahwa yang membunuh Jenderal Mallaby merupakan pemuda yang menembak Mallaby dari depan kaca mobil dengan pistol.

Selain dua versi itu, menurut Tom Driberg anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party) saat itu, Mallaby tewas karena kesalahpahaman 20 tentara pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak dengan pejuang Indonesia. Padahal kala itu masa gencatan senjata masih berlaku. Peristiwa tersebut terjadi karena ada komunikasi yang terputus dari pasukan India.

Versi lain datang dari Des Alwi dalam bukunya Pertempuran Surabaya, November 1945. Dalam buku yang ia tulis, Mallaby tewas karena peluru yang salah sasaran (friendly fire) dari tentara Inggris sendiri.

Dampak Tewasnya Mallaby

Beragam versi cerita itu tidak mengubah fakta bahwa Mallaby tewas dan ia kemudian digantikan oleh oleh Mayor Jenderal E.C. Mansergh. Jenderal baru itu kemudian menerbitkan ultimatum kepada pasukan Indonesia di Surabaya agar pada 9 November 1945, paling lambat pukul 18.00 untuk menyerahkan senjata tanpa syarat.

Pejuang Surabaya menolak, dan melakukan perlawanan sengit pada keesokan harinya, terjadilah pertempuran 10 November yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.

ANANDA BINTANG  l VALMAI ALZEA KARLA l ISMI WAHID I  KUKUH S. WIBOWO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus