Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Agar Mesin tak Menganggur

Senjata Pindad banyak dilirik negara tetangga. Banyak yang datang tapi sepi order.

7 September 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAKIL Presiden Jusuf Kalla sangat bangga pada dua anoa di rumahnya. Ketika didatangkan ke kediamannya pada Agustus lalu, ia mengajak dua cucu—Omar Rasheed dan Siti Fatiyah—mengelus-elus ”tamunya” itu. Kedua anoa memang bukan hewan sejenis rusa dari Sulawesi melainkan panser buatan PT Pindad. Namanya Anoa 6 x 6. ”Panser itu banyak diminati luar negeri,” kata Ahmad Jaelani, Sekretaris Perusahaan PT Pindad, Rabu pekan lalu.

Anoa 6 x 6 di rumah Kalla adalah 2 dari 40 panser yang diserahkan Pindad kepada pemerintah. Adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menerima 40 panser itu di Bandung, Juli lalu.

Selain dikirim ke rumah dinas Wakil Presiden, Anoa disiagakan di rumah Presiden Yudhoyono di Puri Cikeas Indah, Bogor; dan di kompleks Istana Kepresidenan dan Sekretariat Negara, Jakarta.

Dibuat sejak Desember 2007, kurang dari dua tahun Pindad sudah merampungkan 25 unit. Anoa ikut hadir dalam gelar pasukan Hari Ulang Tahun TNI, Oktober 2008. Selama proses produksi, Kalla berulang kali mampir ke Pindad, Bandung. Ia minta manajemen Pindad agar mempromosikan Anoa ke beberapa pameran di Asia.

Kualitas Anoa, kata Ahmad Jaelani, persis dengan panser buatan Prancis. Kelebihan Anoa: harganya supermi ring. Sementara Panser VAB bermesin Renault buatan Prancis dijual US$ 1,3 juta (Rp 13 miliar) per unit, Anoa cuma Rp 7 miliar.

Menurut Ahmad Jaelani, sejumlah negara menyatakan tertarik panser Pindad. Mereka yang sudah melirik adalah Nepal, Bangladesh, dan Malaysia. ”Tapi, karena keterbatasan produksi, Pindad belum memenuhi permintaan itu,” kata Jaelani.

l l l

BERDIRI pada 1808, awalnya Pindad adalah bengkel peralatan militer milik Belanda di Surabaya bernama Artille rie Constructie Winkel.

Bengkel itu lalu menjadi pabrik dan dipindah ke Bandung dengan nama Pabrik Senjata Munisi (PSM). Sewaktu nasionalisasi pada 1950, PSM berganti nama menjadi Pabrik Senjata dan Mesiu, serta bernaung di bawah Tentara Nasional Indonesia.

Pada 1983 Pabrik Senjata berubah status menjadi badan usaha milik negara dengan nama PT Pindad. Perusahaan ini bernaung di bawah Badan Pe ngelola Industri Strategis.

Sejak 1983 itu, Pindad mengerjakan produk nonmiliter seperti gene rator, mesin perkakas, serta berbagai per alatan mekanis dan listrik. Produk militer tetap yang utama, dengan TNI dan Polri sebagai konsumen tetap. Untuk militer, Pindad memproduksi amunisi dan senjata seperti rifles, senapan serbu, senapan sniper, pistol, revolver, senapan ringan untuk Sabhara, senjata penjaga hutan, pistol profesional magnum, peluncur granat, dan rompi antipeluru.

Pada 2002, Badan Pengelola Industri Strategis bubar. Pindad berubah menjadi persero di bawah Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara. Lini usahanya pun meluas. Selain membuat senjata, Pindad juga menghasilkan, ”Produk cor dan tempa, transportasi, industri tambang dan energi,” kata Ahmad Jaelani.

Juru bicara Pindad, Timbul Sitompul, mengatakan bahwa fokus utama pemasaran Pindad adalah memenuhi kebutuhan TNI dan polisi. Untuk pasar luar negeri, Pindad menjual melalui perjanjian antar-pemerintah.

Menurut Timbul, beberapa varian pengembangan senapan SS1 dan SS2 yang diprioritaskan memenuhi kebutuhan TNI dan polisi juga dilirik negara lain. Timor Leste pernah memakai water canon dari Pindad. ”Filipina dan Mali baru kali ini membeli dari Pindad,” kata Timbul. Ekspor senjata ke kedua negara ini pekan lalu jadi omong an karena tak jelas peruntukannya.

Petinggi militer Malaysia dan Bang ladesh pernah pula berkunjung ke Pindad. Malaysia malah sudah bertahun-tahun menjajaki kerja sama. Juli lalu, Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Seri Ahmad Zaid bin Hamidi tergiur panser. Sempat pula tim pertahanan dua negara tawar-menawar harga. ”Nego terus, tapi tak pernah jadi,” kata Timbul.

Hendrajaya, agen senjata Pindad, mengatakan kini sedang berunding dengan pemerintah Kamboja. Ia bahkan sudah bertemu Kepala Staf Angkatan Darat Kamboja Jenderal Meas Sophea. Menurut Hendrajaya, Kamboja tertarik dengan senapan tempur SS1-V5. Rencananya, Kamboja akan memesan 200 hingga 300 pucuk. ”Kami masih terus negosiasi,” kata Hendrajaya.

Melalui Hendrajaya, Timor Leste pernah pula memesan amunisi. Tiga kali, utusan Timor Leste mengorder ke Pindad melalui Hendrajaya. Pertama pada 2007. Tawaran yang sama diberikan tahun berikutnya. Belakangan ketahuan bahwa Timor Leste tidak punya duit.

Tahun ini Timor Leste kembali memesan amunisi Pindad. Tapi, ”Saya bia rin saja,” kata Hendrajaya. ”Saya tahu Timor Leste nggak punya duit.”

Sepi order dari luar negeri, Pindad juga tak laris di dalam negeri. Pesanan dari TNI dan Polri tak banyak karena bujet kedua instansi juga cekak. ”Pilih annya kan membeli senjata atau lauk-pauk,” kata Timbul Sitompul.

Pindad kini menggenjot promosi untuk pasar internasional. Direktur Utama Pindad Adik Avianto Soedarsono menyatakan, tanpa ekspor, perusaha annya bisa keok. Pemasukan dari la ba berjualan dipakai Pindad untuk me rawat alat-alat yang kini sudah 26 tahun. Juga untuk membayar gaji dan memberikan kesejahteraan 3.000 karyawan. ”Kalau mesin menganggur, bisa rugi miliaran rupiah,” kata Adik.

Sunudyantoro (Jakarta), Alwan Ridha, Sandi Indra, Widiarsi Agustina (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus