Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera menyelesaikan undang-undang sapu jagat atau omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Politik pada 2025. Ia memprediksi penggodokan omnibus law RUU Politik bisa hanya memakan waktu maksimal satu tahun jika pemerintah dan DPR berniat melakukannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adi mengatakan di dalam RUU itu perlu dibahas terkait posisi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di masa-masa pemilu sedang tidak berlangsung. Selain itu, tentu di dalamnya perlu dibahas ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold yang baru dihapus oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Harus selesai dalam 2025 ini. Sehingga kalau ada kebijakan-kebijakan apapun nanti yang misalnya menimbulkan kontroversi, itu bukan karena ujug-ujug tapi melalui proses yang cukup panjang,” kata Adi saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 4 Januari 2025.
Ihwal dihapusnya ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang akan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu, MK dalam pertimbangannya telah memberikan panduan bagi pembuat undang-undang dalam melakukan rekayasa konstitusional ketika merevisi UU itu.
Regulasi pemilu nantinya akan termasuk dalam RUU Politik. Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda pada November 2024, mengatakan omnibus law itu akan mencakup UU tentang pemilu, partai politik, pemilihan kepala daerah, dan terkait hukum acara sengketa pemilu.
Para pengamat politik dan ahli hukum mengatakan revisi UU Pemilu seharusnya juga bisa dirampungkan dalam waktu singkat. Adi mengatakan, “Kalau DPR dan pemerintah berkehendak, saya kira omnibus RUU Politik ini bisa selesai dengan singkat. UU Cipta Kerja aja cuma hitungan bulan, masa iya revisi UU Pemilu tidak bisa cepat,” ujar dia.
Dosen hukum tata negara di Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan revisi UU Pemilu harus segera diselesaikan guna menghindari adanya lobi atau negosiasi yang bisa menguntungkan partai-partai tertentu. “Jadi, 2025 ini kalau bisa selesai. Lewat dari itu akan terjadi berbagai upaya menegosiasikan pasal-pasal di Undang-Undang Pemilu, sehingga akan punya kecenderungan menguntungkan partai-partai tertentu terutama partai-partai besar,” kata Feri saat dihubungi pada Jumat, 3 Januari 2025.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak hal yang sama. YLBHI meminta pemerintah dan DPR untuk mematuhi putusan MK yang menghapus presidential threshold, serta segera merevisi regulasi terkait sistem politik sejalan dengan putusan MK.
Wakil Ketua YLBHI, Arif Maulana, mengatakan putusan ini harus secepatnya dilaksanakan oleh pemerintah dan DPR dengan merevisi UU Pemilu. Revisi yang dilakukan, kata Arif, harus sesuai dengan panduan dalam pertimbangan putusan MK. Salah satunya adalah dengan memastikan partisipasi bermakna dari masyarakat.
“Pemerintah dan DPR harus memasukkan segera revisi UU dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) dan tidak menunda atau mencoba berkelit menyimpangi putusan MK seperti halnya putusan MK terkait pilkada beberapa waktu yang lalu,” kata Arif kepada Tempo.
Pilihan Editor: Pengumuman Hasil Akhir Seleksi CPNS 2024, Simak Cara Ceknya