Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid menyayangkan tindakan pemberedelan pameran lukisan Yos Suprapto di Galeri Nasional. Menurut Usman, aksi itu mencerminkan tindakan yang kerap terjadi di negara otoriter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dan biasanya penyensoran atau pembredelan karya seni, hanya terjadi di negara-negara otoriter, di negara-negara totaliter," kata Usman saat ditemui usai diskusi soal pelarangan pameran tunggal Yos Suprapto di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Ahad, 22 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usman mengatakan, meskipun mengandung unsur kritik dengan menampilkan sosok yang mirip mantan Presiden Joko Widodo, hal itu tidak bisa dijadikan alasan pelarangan terhadap karya lukis. Dia mengatakan medium seni termasuk kebebasan intelektual, kebebasan artistik dalam menyampaikan gagasan.
Menurut Usman, tindakan pelarangan pameran itu bertentangan dengan kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik. Indonesia telah meratifikasi kovenan tersebut sebagai payung hukum dalam menjamin kebebasan berekspresi warga negara.
“Ketentuan dari pasal 19 kovenan tersebut menjamin kemerdekaan berekspresi dari setiap orang, termasuk seniman,” ujar dia.
Usman menilai tindakan pelarangan atas karya seni itu mendekatkan Indonesia ke arah otoriter. Dia mengatakan ada tiga alasan yang selalu digunakan oleh negara-negara otoriter ketika membatasi karya seni, yaitu mengganggu stabilitas politik, mengganggu norma agama, dan dianggap mengganggu norma sosial ekonomi.
“Tampaknya Indonesia belakangan ini memang tidak lagi dikategorikan sebagai negara dengan kualitas demokrasi yang baik, dimana kebebasan berekspresi dijamin. Karena ada tiga problem yang terjadi dalam tahun-tahun terakhir,” kata Usman
Usman mengatakan indikasi tersebut semakin jelas bila berkaca pada kondisi lima tahun terakhir. Pertama, kata dia, menyempitnya ruang publik untuk menyampaikan kritik dan protes.
Kedua, merosotnya kebebasan untuk beroposisi. Banyak partai politik yang dilemahkan dengan dijadikan sandera dalam kasus-kasus hukum. “Jadi senjata-senjata politik sudah mulai menggunakan aparat penegak hukum untuk melemahkan aktor-aktor oposisi,” kata Usman.
Terakhir yaitu melemahnya integritas pemilu. Usman mengatakan tiga indikator tersebut adalah penentuan apakah suatu negara masih disebut negara demokratis.
“Dan Indonesia sudah mengalami pelemahan kualitas kebebasan sipil, kebebasan beroposisi dan integritas pemilu yang diragukan kejujurannya tau keadilannya,” ujar dia.
Untuk itu, Usman mendesak Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan membuka pameran tunggal Yos Suprapto untuk umum. Dia mengatakan hal itu penting agar masyarakat tidak kehilangan ruang dialog untuk membicarakan masalah sosial, seperti yang digambarkan dalam lukisan tersebut.
“Saya kira Yos Suprapto telah menyuarakan keresahan masyarakat yang kehilangan tanahnya melalui pameran tunggal dengan tema Tanah dan Kedaulatan Pangan,” kata dia.
Sebelumnya, pameran bertajuk ‘Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan’ yang memamerkan karya Yos Suprapto rencananya dibuka pada Kamis malam, 19 Desember 2024. Namun beberapa menit sebelum pembukaan pameran, pintu kaca digembok dan lampu dimatikan.
Menurut Yos, pangkal dari pembatalan ini adalah karena kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima dari 30 lukisannya diturunkan. Namun, Yos menolak. Lima lukisan itu berhubungan dengan salah satu tokoh di Indonesia. Yos menyatakan tidak ada yang salah dengan karyanya dalam pameran tunggal di Galeri Nasional itu.
“Pameran saya yang bertajuk kebangkitan tanah dan kedaulatan pangan, jelas sekali mengusung isu-isu sosial yang saya rangkum dalam bentuk visual. Bagi saya isu sosial itu tidak bisa dipisahkan dari hukum sebab-akibat seperti halnya ilmu eksakta," kata Yos di Gedung YLBHI-LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 21 Desember 2024.
Sementara itu, kurator pameran Suwarno Wisetrotomo memutuskan untuk mundur karena tidak sepakat dengan Yos terhadap karya-karya di pameran ini. “Menurut pendapat saya, ada dua karya yang terdengar seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora yang merupakan salah satu kekuatan utama seni dalam menyampaikan perspektif,” kata Suwarno melalui pernyataan resminya, Jumat, 20 Desember 2024.
Adapun Menteri Kebudayaan Fadil Zon membantah telah terjadi pemberedelan terhadap pameran Yos Suprapto. “Tidak ada pembungkaman, tidak ada beredel. Kami ini mendukung kebebasan berekspresi," kata Fadli kepada wartawan di Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat malam, 20 Desember 2024.
Politisi Partai Gerindra ini mengklaim batalnya pembukaan pameran itu karena ada lukisan Yos Suprapto yang dinilai melenceng dari tema dan memuat unsur politik. Fadli juga menilai ada lukisan itu yang bersifat tidak senonoh.
Ihsan Reliubun dan Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan ini.
Pilihan Editor: Bonnie Triyana Minta Galeri Nasional Buka Pameran Yos Suprapto untuk Umum