Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dunia kampus kembali menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM). Kasus ini menambah daftar panjang polemik yang belakangan mencuat dari lingkungan akademik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kasus pelecehan seksual guru besar UGM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi telah menugaskan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk membentuk tim pemeriksa terkait dugaan pelanggaran disiplin kepegawaian oleh Guru Besar Fakultas Farmasi, Edy Meiyanto, dalam kasus pelecehan seksual. Sebelumnya, Edy telah diberhentikan dari posisinya sebagai dosen setelah terbukti melanggar kode etik.
Sekretaris UGM, Andi Sandi Antonius, menyampaikan bahwa sejak 26 Maret, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Togar Simatupang, telah menerbitkan surat penunjukan pembentukan tim pemeriksa, menyusul pengajuan dari pihak UGM. Surat tersebut dikeluarkan berdasarkan keputusan menteri. “UGM yang akan membentuk tim dan melakukan pemeriksaan,” kata Andi Sandi dihubungi melalui WhatsApp pada Senin, 7 April 2025.
Andi menjelaskan bahwa Rektorat UGM segera menindaklanjuti surat tersebut dan membahasnya pada hari pertama masuk kerja usai libur Lebaran. Proses pembentukan tim dilakukan melalui surat keputusan rektor. Setelah terbentuk, tim akan menjalankan tugas pemeriksaan dan menyampaikan hasilnya kepada rektor, yang kemudian meneruskan rekomendasi tersebut ke kementerian.
Tim pemeriksa terdiri atas atasan langsung Edy, seperti dekan atau ketua departemen, perwakilan dari Direktorat Sumber Daya Manusia, serta anggota dari satuan pengawas internal UGM. Menurut Andi, keputusan akhir mengenai pencabutan status aparatur sipil negara maupun gelar profesor berada di tangan Kementerian Pendidikan Tinggi.
Kontroversi disertasi Bahlil Lahadalia
Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) merekomendasikan pembatalan disertasi milik Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, setelah sidang etik yang digelar pada Januari lalu menemukan sejumlah pelanggaran akademik dalam proses penyusunan dan kelulusan disertasinya. Bahlil sebelumnya dinyatakan lulus dari Program Doktoral di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI pada 16 Oktober 2024.
Menurut risalah rapat pleno Dewan Guru Besar UI yang diperoleh Tempo, keputusan tersebut bersifat rekomendatif, sehingga otoritas untuk membatalkan disertasi tetap berada di tangan Rektor UI.
"Dewan Guru Besar UI tetap berpegang teguh pada prinsip etik dan akan terus mengawal keputusan ini. DGB berharap Rektor UI akan menindaklanjuti rekomendasi sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Namun, jika rekomendasi DGB tidak diikuti oleh rektor, DGB tetap menghormati keputusan rektor," demikian tertulis dalam surat Dewan Guru Besar UI tertanggal 10 Januari 2025.
Menyikapi hal itu, UI meminta Bahlil melakukan revisi terhadap disertasinya. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Rektor UI, Heri Hermansyah, dalam konferensi pers di Fakultas Kedokteran UI, Salemba, Jakarta Pusat, pada Jumat, 7 Maret 2025.
“Memutuskan untuk melakukan pembinaan. Pembinaan kepada promotor, kompromotor, direktur, kepala program studi, dan juga mahasiswa yang terkait sesuai dengan tingkat pelanggaran akademik dan etik yang dilakukan proporsional secara otomatis,” kata Heri.
Kerja Sama Unud dengan TNI AD
Sementara itu, Universitas Udayana (Unud) di Bali juga menjadi perhatian publik setelah menjalin kerja sama dengan TNI AD, khususnya Kodam IX/Udayana. Kerja sama tersebut diformalkan melalui perjanjian bernomor B/2134/UN14.IV/HK.07.00/2025, yang diteken pada Rabu, 5 Maret 2025, dan baru diumumkan secara publik lewat akun Instagram resmi Unud pada 26 Maret 2025.
Perjanjian tersebut merujuk pada nota kesepahaman (MoU) antara Mendikbudristek Nadiem Makarim dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono pada tahun 2023. Namun, kerja sama ini mendapat penolakan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unud.
“Penolakan ini muncul sebagai respons kekhawatiran kami terhadap masuknya unsur militerisasi dalam institusi pendidikan, yang seharusnya tetap netral dan bebas dari kepentingan sektoral tertentu,” kata Ketua BEM Udayana I Wayan Arma Surya Darmaputra dalam pernyataan tertulisnya pada Senin, 31 Maret 2025.
Mereka menilai kerja sama tersebut berpotensi memperluas dominasi militer dalam ruang akademik dan merugikan mahasiswa. Salah satu poin yang disorot adalah pertukaran data dan informasi antara pihak kampus dan militer yang dianggap problematik.
Ulah Dokter PPDS Unpad
Universitas Padjadjaran (Unpad) mengkonfirmasi dugaan kekerasan seksual yang terjadi di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Unpad disebut telah memperkosa anggota keluarga pasien.
Polda Jawa Barat telah menahan dokter residen berinisial PAP sejak 23 Maret 2025. PAP diduga melakukan kekerasan seksual terhadap keluarga pasien RSHS Bandung pada pertengahan Maret lalu. “Tersangka sudah ditangkap dan ditahan tanggal 23 Maret, saat ini masih proses sidik,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Komisaris Besar Surawan.
Unpad dan RSHS Bandung menyatakan telah memberhentikan PAP dari program PPDS karena dinilai melakukan pelanggaran etik berat. “Telah melanggar norma-norma hukum yang berlaku,” kata pernyataan resmi kedua institusi. Unpad juga menegaskan bahwa PAP bukan pegawai RSHS, melainkan peserta PPDS yang dititipkan di rumah sakit tersebut.
Peristiwa itu diduga terjadi pada pertengahan Maret lalu, di area rumah sakit. “Benar ada insiden yang diduga melibatkan satu orang residen yang merupakan mahasiswa kami,” kata Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi melalui pesan singkat pada Rabu, 9 April 2025.
Shinta Maharani, Rizki Dewi Ayu, M. Rizki Yusrial, Ervana Trikarinaputri, dan Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam penulisan artikel ini.