Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Uang memegang peranan krusial sebagai alat pertukaran dalam kehidupan manusia. Seiring berjalannya waktu, alat tukar ini telah mengalami transformasi signifikan dalam hal bentuk dan nilai. Tak heran jika masyarakat telah menciptakan berbagai istilah untuk menyebut uang dengan nilai yang berbeda, seperti ceban, gocap, cepek, gopek, seceng, dan lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Istilah uang ini digunakan untuk menggambarkan jumlah nominal tertentu, dan mereka tersebar di berbagai daerah, termasuk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), serta Makassar. Menurut berbagai sumber, istilah-istilah seperti gocap, cepek, gopek, goceng, dan ceban berasal dari bahasa Mandarin. Istilah pengganti nominal ini merupakan dialek yang digunakan oleh komunitas Hokkian (Fujian) di kalangan masyarakat Tionghoa. Dalam bahasa Hokkian, setiap angka memiliki sebutan khas yang unik, sesuai dengan pengucapannya dalam dialek Hokkian yang berbeda-beda. Maka dari itu, mari kita telusuri lebih dalam mengenai arti dan asal-usul dari istilah-istilah tersebut.
Apa itu Uang?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, uang adalah alat tukar atau standar pengukur nilai yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara dalam berbagai bentuk seperti kertas, emas, perak, atau logam lainnya dengan gambar dan bentuk tertentu. Dalam konteks ekonomi modern, uang dianggap sebagai sesuatu yang tersedia dan diterima secara umum sebagai alat pembayaran untuk transaksi pembelian barang dan jasa, serta pembayaran utang dan aset berharga lainnya. Dengan demikian, uang dapat disimpulkan sebagai suatu benda yang secara luas diterima oleh masyarakat untuk mengukur nilai, melakukan pertukaran, dan membayar transaksi pembelian barang dan jasa, serta berfungsi sebagai alat penyimpan nilai secara bersamaan.
Gocap itu Berapa?
Menurut penafsiran dalam bahasa Mandarin dialek Hokkien, istilah "gocap" merujuk pada jumlah uang sebesar 50 atau setara dengan Rp50.000. Untuk menjelaskannya, "go" memiliki nilai yang sama dengan lima, sedangkan "cap" memiliki nilai yang sama dengan 10. Ketika kedua nilai tersebut digabungkan, maka "gocap" memiliki nilai 50. Sebenarnya, nilai 50.000 ini seharusnya disebut sebagai "goban", namun dalam masyarakat lokal, istilah "gocap" telah menjadi kebiasaan dan merujuk pada jumlah uang sebesar Rp50.000. Lalu istilah “gopek” merujuk pada jumlah uang sebesar 500.
Arti Ceban
Ceban berapa? Pertanyaan tersebut mungkin sering terlintas bagi sebagian individu yang tinggal di luar kota besar, seperti Jakarta. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, istilah "ceban" kerap digunakan, terutama di kalangan generasi muda. "Ceban" mengacu pada jumlah uang nominal yang umumnya diakui sebagai 10.000. Dan istilah “seceng” mengacu pada jumlah uang sebesar 1.000.
Arti Cepek
Cepek sering dipakai untuk menyebut jumlah uang yang spesifik, yaitu 100. Seiring waktu berjalan, istilah tersebut telah meresap dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Popularitas kata "cepek" begitu besar sehingga industri hiburan pun turut mengadopsinya. Contohnya, dalam tayangan film Si Unyil yang populer pada tahun 1990-an, karakter Pak Ogah sering menggunakan jargon ‘Cepek Dulu Dong’. Selain "cepek", ada juga yang disebut "cepek ceng", yang merujuk pada nominal Rp100.000. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat lebih cenderung menggunakan istilah "cepek" saja untuk menyebut uang sebesar 100 ribu rupiah tanpa tambahan kata "ceng".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika pek sama dengan nilai ratusan, ceng sama dengan ribuan, ban itu puluhan ribu, tiao itu jutaan. Dulu, bahasa Hokkian ini banyak dipakai oleh pendatang Tionghoa di pasar-pasar tradisional saat bertransaksi dengan masyarakat Indonesia. Lama kelamaan, dialek Hokkian ini ikut bercampur dengan bahasa sehari-hari Indonesia.
Awalnya istilah ini digunakan oleh pedagang, sekarang istilah-istilah ini sudah tersebar luas dari kalangan menengah ke bawah dalam masyarakat Indonesia. Bahkan, kata-kata seperti "gocap" dan lainnya telah diakui sebagai bagian dari bahasa Indonesia dan dimasukkan ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Perubahan dalam istilah-istilah ini juga mencerminkan situasi ekonomi dan keuangan masyarakat. Ketika inflasi meningkat dan nilai mata uang berubah, istilah-istilah tersebut bisa mengalami perubahan makna atau bahkan menjadi tidak relevan.
Walaupun begitu, dalam beberapa konteks, istilah-istilah ini masih sering digunakan dan menjadi bagian integral dari budaya ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menghargai nilai uang dalam segala bentuknya, bahkan jika nominalnya kecil, karena setiap uang memiliki peran yang signifikan dalam struktur ekonomi secara keseluruhan.
MAGDALENA NATASYA