SABTU lalu, seorang murid kelas satu SD di Depok, Jawa Barat, minta uang pada ayahnya untuk membeli permen. Sang ayah menganjurkannya untuk membeli permen Sugus, karena harganya cukup murah. Lalu, si anak menyahut, "Ee . . . Sugus 'kan ada babinya." Setelah uang diterima, sambil berlari ke warung mencari permen, anak itu berteriak, "Dosanya Bapak yang tanggung nanti, lho." Ini bukan hanya nasib Sugus saja. Produk lain juga diguncang heboh. Di antaranya, sabun mandi Camay, pasta gigi Colgate, Indomie, susu bubuk Dancow, Kecap Bango, Kecap ABC, sampai berbagai macam agar-agar. Hasil produksi berbagai pabrik itu dicurigai memakai bahan gelatin atau shortening dari babi. Padahal, di sini, soal babi adalah bom. Lalu, kepanikan bagaikan dikomando menjalar ke mana-mana. Di masjid-masjid, khatib terus mengingatkan masyarakat agar berhati-hati terhadap makanan syubhat -- meragukan. Karena statusnya antara halal dan haram. Peringatan juga disampaikan lewat selebaran-selebaran dakwah. Maka, di sebuah pasar swalayan, seorang suami merebut mi yang diambil istrinya dan mengembalikannya ke tempat semula. "Ini belum tentu haram," bantah istrinya. "Tapi ini barang syubhat," jawab sang suami. Pemilik kedai-kedai makanan tak kalah cemas bakal dijauhi pelanggan jika diketahui mereka memakai bahan-bahan yang dihebohkan mengandung babi itu. Maka, mereka ramai-ramai ganti suguhan. Sebuah warung makanan di Bogor, misalnya, langsung mengganti Indomie dengan Sarimie. Di Jakarta, pemilik warung-warung sate buru-buru menurunkan papan nama warung mereka yang memajang reklame kecap. Kedai bakso di Lapangan Tembak, Senayan, bahkan merasa perlu melepaskan merk kecap pada botol-botol yang disediakan di meja. "Ini kecap . . .?" tanya seorang pelanggan. "Bukan, Pak. Kecap itu sudah kami ganti semua," jawab pelayan. Bagi produsen, kecurigaan begini adalah godam. Kecap cap Bango, yang berproduksi sejak 1928, langsung "pingsan" dipalu kecurigaan masyarakat. Kabarnya, sudah seminggu mereka tak berproduksi. Barang-dagangan mereka -- biarpun tak jelas sangkut-pautnya dengan babi -- banyak dikembalikan. Penderitaan kecap ABC lain lagi. Di Lampung, misalnya, mobil-mobil pemasaran perusahaan tersebut dicoret-coret dan dilempari penduduk. Mereka merasa (yang belum tentu betul) telah ditipu perusahaan itu selama ini. Selain itu, sejumlah industri makanan kaleng juga terpaksa mengurangi produksi mereka (lihat Bisnis Pun Tergelincir Lemak). Heboh produk-produk bercampur babi ini tampak sudah serius. Pekan lalu, Presiden Soeharto, seusai menerima Menteri Perindustrian Hartarto di Bina Graha, mengingatkan, "Masyarakat jangan terpancing isu-isu meresahkan, lalu dapat masuk perangkap gerakan subversi sisa-sisa PKI." Menteri Kesehatan Adhyatma tidak bersikap defensif. Di depan DPR, ia berjanji akan membentuk tim meneliti soal ini. Senin pekan lalu, tiga hari sebelum Adhyatma berbicara di DPR, sejumlah pejabat Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian, Departemen Agama, ditambah anggota Majelis Ulama Indonesia berkumpul di Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) mengadakan konperensi pers bersama. Dirjen POM Slamet Susilo mengatakan kepada wartawan bahwa gelatin yang dipakai dalam permen, jeli, cokelat, dan es krim yang terdaftar di Departemen Kesehatan berasal dari sapi. Sertifikat eks pemasok dari Davis Gelatin Australia diperlihatkannya. Ternyata, penjelasan itu belum cukup menyejukkan. Barangkali karena Tri Susanto, dosen teknologi pangan pada Universitas Brawijaya, Malang, yang pertama kali melontarkan "isu babi" itu, kurang diberi waktu untuk menjelaskan hasil pengamatannya. Maka, masyarakat masih tetap meragukan, biarpun Dirjen Slamet Susilo sudah menjamin, makanan yang beredar di pasar itu bebas babi. Seorang warga Kota Subang, Jawa Barat, misalnya, setelah melihat siaran bantahan lewat TVRI, menelepon Yayasan Lembaga Konsumen di Jakarta. "Kok, sekarang saya malah yakin gelatin dan shortening itu ada yang mengandung babi," katanya. Bagi Anne Rufaida, 26 tahun, Putri Remaja Indonesia 1980, yang sehari-hari mengenakan jilbab, tak semua isu pemakaian unsur babi dalam barang-barang keperluan rumah tangga berpengaruh padanya. Tentang sabun colek, misalnya, karena belum ada penelitian, ia menggolongkan produk itu sebagai syubhat. "Karena sabun tidak langsung masuk ke tubuh, menurut saya, tidak apa-apa dipergunakan," kata ibu satu anak itu. Susu yang temasuk daftar menghebohkan itu memang telah ditinggalkannya. Selama ini, masyarakat, juga umat Islam, kelihatan tidak begitu peduli perihal makanan -- kendati bisa juga kaget bila diberi tahu yang dimakannya adalah babi. Itu disaksikan Tri sewaktu di Melbourne. Melihat kawannya asyik menyantap daging, lalu Tri bilang bahwa yang dimakannya itu adalah bacon -- daging babi asap. Mendengar itu kawannya terlonjak kaget. Pengalaman itu kemudian terus menggelitik Tri. Pikirnya: tentu sedikit yang tahu banyak makanan memakai bahan dari babi. Sekalipun gelatin dan shortening bisa diperoleh bahan lain. Tapi di Indonesia, produsen tak pernah mencantumkan asal-usul bahan itu pada produk mereka. Lalu, Tri tergerak untuk meneliti. Ia, bersama sejumlah mahasiswanya, menyelinap di dua pasar swalayan dan tiga toko kelontong di Malang untuk melihat produk yang dijual. Mereka mencatat nama-nama produk yang memakai gelatin, shortening, lard, dan alkohol. Hasilnya: mereka menemukan 34 jenis makanan dan minuman "berdosa". Kemudian daftar itu mereka pajang di majalah Canopy, buletin Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, edisi Januari 1988. Hasil "penelitian" Tri baru menimbulkan heboh setelah Kelompok Cendekiawan Muslim Al-Falah, Surabaya, membahasnya. Lalu, entah oleh siapa, daftar 34 makanan dan minuman yang dimuat Canopy itu diubah menjadi 63 macam, termasuk susu Dancow, kecap cap Bango, dan Indomie. Di Malaysia, Nestle, yang memproduksi Dancow, memang dihajar CAP, gerakan konsumen setempat. Tapi yang dicecer bukan Dancow, melainkan produk seperti Maggi, Carnation, dan Coffee Matt (lihat juga Kolom: Udang di Balik Babi. hlm. 100). Disebutnya sejumlah makanan di Indonesia mengandung zat babi, isu itu segera menyebar tak terbendung. Berbagai pihak tidak henti-hentinya minta penjelasan dari Tri. "Sampai saya jenuh," ujarnya. Tri menambahkan bahwa ia tak menyebut makanan-makanan yang ditelitinya mengandung babi. "Tapi kalau hanya disebut shortening, itu dapat berarti nabati atau hewani. Dan itu saya sebut syubhat," lanjutnya. Cara umat Islam mengelak perangkap syubhat adalah dengan menghindarinya. Heboh adanya makanan mengandung babi bukan kali ini saja. Awal 1984 juga pernah. Ketika itu, sejumlah mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran meneliti bakso yang dijual di Bandung. Dari 58 pedagang bakso mangkal, 23 di antaranya menjual bakso sapi yang dicampur daging babi. Sedangkan dari 64 tukang bakso keliling, 21 di antaranya terbukti menjajakan makanan tak halal itu. Akibatnya: banyak pecandu bakso, termasuk Mustafid Amna, yang mencetuskan penelitian tu, mengekang selera mereka. Setelah itu, soal babi melebar pula ke produk lain. Kapsul obat, yang bila dipencet gepeng dan bisa balik seperti semula, dicap berasal dari bahan gelatin babi. Juga, shortening untuk biskuit. Mengapa umat Islam suka nyinyir dalam soal makanan? Sulit dijawab serampangan. Karena menyangkut soal keyakinan. Bagi mereka, jangankan makan babi, yang diduga bau babi saja juga dihindari. Tak heran bila Haji Yahya, warga di bilangan Matraman, Jakarta Timur, setengah menangis menyesali kecerobohannya. "Astagfirullah. Saya dan anak-anak saya telah memakan segala apa yang kemudian disebut mengandung babi itu," katanya. Tapi di balik ribut-ribut ini ada masalah mendasar yang terkuak. Banyak pengusaha makanan selama ini tak cukup peduli menghargai keyakinan konsumen. Empat tahun lalu, misalnya, Achmad Setiyaji menuliskan pengalaman di majalah Panji Masyarakat. "Tatkala saya menjadi pelayan Restoran ..., saya tahu bahwa gudeg dan buntil (di sana) turut diberi minyak babi agar terasa lezat," ucapnya. Kawan Achmad sesama pelayan juga menyebut mi ayam atau pangsit di beberapa rumah makan dibubuhi minyak babi. Selama ini, produsen barang-barang makanan merasa cukup menghargai keyakinan konsumen dengan memasang label "halal" -- kata keramat yang didapat saat mereka mendaftarkan diri di Departemen Kesehatan -- pada hasil produksi mereka. Tapi mereka tak merinci bahan apa saja yang dipakai. Karena itu, konsumen tak bisa tahu mana yang halal dan mana bahan haram. Padahal, di Negeri Belanda, misalnya sejak makin banyak orang Islam dan Hindu masuk dinas militer mereka, menu khusus untuk serdadu Islam dan Hindu itu segera tersedia di asrama. Pelayan restoran-restoran Cina di Frankfurt kini bahkan sering bertanya pada pembelinya yang kelihatannya muslim, "Pakai babi atau tanpa babi ?" Di sini, setelah heboh, baru pengusaha-pengusaha pontang-panting menjelaskan bahwa dagangan mereka tak mengandung babi. Hampir semua produsen yang dituding "penelitian tambahan" (yang dipalsukan dari penelitian Tri) mengatakan bahwa shortening yang mereka pakai berasal dari PT Bimoli, Unilever, atau PT Mulyorejo, pemasok shortening nabati yang dibuat dari minyak sawit. Lain lagi cara produsen Indomie membantah dan sekaligus untuk menyatakan produk mereka dijamin halal. Pekan lalu, mereka mengundang sejumlah ulama Al Jamiatul Washliyah, dan ditambah dengan Prof. Ibrahim Hosen dari Majelis Ulama Indonesia, untuk melihat proses pembuatan mi mereka. Sehabis itu, tamu-tamu tersebut mereka suguhi Indomie. "Enaaak," kata Ibrahim Hosen sambil menyeka mulut, seperti dikutip surat kabar Jayakarta. Mengapa babi, satu-satunya hewan yang langsung diharamkan Quran bagi umat Islam, banyak dijadikan bahan gelatin maupun shortening? Menurut F.G. Winarno, guru besar teknologi parigan di IPB, karakter lemak babi punya kekhasan dibandingkan lemak hewan lain. Kekhasannya terletak pada posisi kedua dari rangkaian tiga asam lemak berurutan yang disebut trigliserida. Pada babi, posisi itu didominasi oleh asam palmitat. Di hewan lain tidak. Maka, dengan teknik kromatografi, kata Winarno, adanya campuran lemak babi dalam lemak hewan lain dapat dideteksi dengan akurasi tinggi. Cara itu dipakai untuk mengecek bahan shortening. Sedangkan untuk mengecek gelatin asal babi, paling tepat ditunjukkan dengan teknik elektrophoresis dan imunologi. Di Indonesia, seluruh gelatin didapat dari impor. Menurut sertifikat pemasok, gelatin yang diimpor itu berasal dari sapi. Artinya: halal. Tapi, di Malaysia, gelatin, biar dari sapi apalagi babi, haram hukumnya bagi setiap muslim. Sekalipun kebutuhan gelatin pabrik bahan makanan maupun kosmetik di Indonesia dipasok dari luar negeri, dan dijamin berasal dari sapi, tak berarti produk babi tak beredar di sini. Di Jakarta, di rumah pemotongan hewan di Kapuk, tak kurang dari 500 ekor babi dibantai setiap hari. Pedagang daging, Ju Amat dari Tanjungpriok, mengaku sehari rata-rata menjual 2 hingga 2,5 kuintal daging babi. Dari lemak babi yang tak terjual dibikinnya minyak. Minyak babi yang baik dikirimkannya ke rumah-rumah makan. "Minyak itu dipakai buat aroma kuah," kata Ju Amat. Minyak babi yang jelek dijual Ju Amat ke apotek. Bahan itu, katanya, dipakai untuk bikin sabun colek. "Minyak babi itu selain akan membuat sabun berbusa banyak, pemakaiannya juga irit," tambah Ju Amat. Bila Anda membuat sabun colek dengan bahan yang dibeli dari apotek besar, kemungkinan hasil produksi Anda itu mengandung minyak babi. Jika minyak babi banyak dipakai untuk aroma makanan, makanan apa saja yang dijamin halal untuk seorang muslim? Ternyata tak cuma makanan yang dicampur minyak babi saja diharamkan untuk mereka. Hewan halal, seperti ayam, yang tidak disembelih secara Islam, juga tak diperbolehkan untuk disantap. Amat jarang, kalau boleh dikatakan tak ada, rumah makan menyatakan hidangan yang mereka suguhkan benar-benar dipersiapkan secara Islam. Barangkali hanya di Sumatera Utara, seperti banyak dijumpai di daerah pariwisata Brastagi dan Prapat, ada kelaziman memasang tulisan "rumah makan muslim" di kedai mereka. Tak heran bila restoran ayam goreng Kentucky dengan resep Kolonel Sanders sempat goyang di Malaysia beberapa tahun lalu. Selama setahun hampir tak ada umat Islam masuk ke sana. Baru setelah petugas kantor agama mengawasi pemotongan ayam di sana, restoran Kentucky kembali ramai dikunjungi pembeli beragama Islam. Di Indonesia, instansi yang berwenang mengawasi cara penyembelihan hewan-hewan itu, kabarnya, jarang sekali turun ke rumah pemotongan. Bahkan hampir tak ada yang tahu daging ayam dan daging sapi yang diimpor dari luar negeri, terutama untuk kebutuhan restoran dan hotel kelas satu, disembelih sesuai dengan ketentuan Islam. Padahal, pengunjungnya cukup banyak dari kalangan muslim. Tapi kalau untuk mengetahui suguhan di restoran dan hotel mewah boleh disantap atau tidak oleh seorang muslim, ketua organisasi gastronomi, William Wongso, punya resep. Pertama, perhatikan betul daftar menu. "Penyajian makanan kelas tinggi, terutama di hotel-hotel, selalu mencantumkan bahan-bahannya," katanya. Ada yang sapi, angsa, bekicot, hewan-hewan liar, juga babi (kadang-kadang). Di luar itu yang mungkin menjadi masalah adalah alkohol. Sebagian besar cocktail yang disajikan di hotel atau pesta memakai rum -- minuman beralkohol yang diolah dari tebu. Yang bebas alkohol di antaranya, fruit punch atau orange juice. Namun, alkohol, selain untuk diminum, juga sering digunakan untuk "penyedap" makanan. Untuk steak, misalnya, anggur merah, cognac, brandy, atau chardonnay butter sauce, menurut Wongso, lazim dipakai buat aroma daging. Alkohol itu ditambahkan pada daging yang masih mentah. Pada masakan Jepang, Tepanyaki memakai sake. Pemakaian minyak babi, menurut Wongso, makin jarang. Orang mulai takut kolesterol. Tapi itu di luar negeri, termasuk di Hong Kong. Di Indonesia, belum ada rumah makan Cina menyatakan bebas minyak babi. Sikap waspada terhadap kemungkinan memakan daging babi diingatkan drh. Bambang Dwi Djo, ketua jagal Yogya. "Hati-hati kalau makan bakso." Di sana, kata Bambang, pencampuran daging sapi dengan daging babi (yang harganya memang lebih murah) sering terjadi. Bahkan daging hewan mati pun tercampur di pasar. Tapi untuk mengawasi semua itu, mulai shortening, gelatin, sampai cara pemotongan yang sesuai dengan cara Islam, tak mudah. Yang bisa menolong agaknya gerakan konsumen, yang tak henti-hentinya menggebrak produsen, seperti dilakukan CAP di Malaysia. Zaim Uchrowi dan Biro-biro * * * Daftar Jenis Makanan yang Diduga Mengandung Lard Shortening, Alkohol, dan Gelatin . Asli dari Dr. Tri Susanto, seperti dimuat dalam majalah Canopy 10/1988. A. Mengandung shortening 1. Kue kering: Siong Hoe Trifabig Marcopolo Monde gaufrettes Regai Chocolate Florida Rondoletti Olympia Cafe Noir Nissin 2. Biskuit: Ana Marie Special Nissin Butter Ring Marie Biscuit Chocolate Marcopolo Assorted Biscuit Orange Biscuit, Butter Cabin Cafe Noun, Lemon Flavoured Cookies Duta Wafer Beauty's Marie Special Regal Selected Biscuits Jacob's Rasa Durian B. Mengandung lard Sausage C. Mengandung gelatin Permen, Coielat, Jelly: Goldy Jelly, Candi Maker Opal Fruit Nik-Nak Polo Morello Jelly Mentos Dunhili D. Minuman mengandung alkohol Lindemana 1%, Green Sand 1% Shanta Super Shandy 1% Bir Bintang & Anker 4,5% Wine (white, red) 16% Rum * Tri Susanto memberi pernyataan di Jawa Pos (31/10/19B8) bahwa Siong Hoe hanya mengandung shortening tumbuh-tumbuhan, bukan shortening hewan. Daftar palu barang mengandung babi, yang tidak pasti sumbernya* Castile Lypry Camay Safe Guard Zent Coast Palmolive Alla Bar Soap Ultra Brito Colgate (pasta & powder) Beberapa jenis es krim dan roti kering New York State (keju) Starbursi Fruit Shaws, Chowing Gum Layer Chakes Hillibilly Bread Soap Pads Indomie Dancow Klim Kecap ABC Kecap Bango * Di halaman terakhir memang disebutkan, daftar itu diperbanyak dan diterbitkan oleh Cendekiawan Muslim al-Fallah. Setelah dicek, ternyata daftar makanan yang diperbanyak CMF Surabaya dari daftar asli Tri Susanto, itu telah dipalsukan oleh entah siapa. Daftar barang haram mengandung gelatin, menurut penelitian Lembaga Konsumen Penang, Malaysia. Dikutip dari majalah Al Muslimah, Agustus 1988. A. Makanan Maggi -- saus tomat Maggi -- bumbu rendang daging B. Susu dan Krim Carnation -- coffeemate, nondairy creamer Kraft -- cream chese spread Carnation evaporated milk Carnation -- evaporated milk N-Rich Coffee Creamer C. Teh Lipton -- teh segera (celup) Nestea -- teh segera Nestea -- natural lemon, teh segera D. Tepung Royal Custard Powder Cross & Blackwell Custard Powder Top Taste Custard Powder Green's Instant Mix Bird Custard Powder E. Bahan Pembuat Kue Green's Carmell, Vanilla Flavour Dessert Mix Gold Crest -- Vanilla Favourite Cake -- Mix F. Permen Karet Wrigley's -- Chewing Gum Rowntree's Fruit Gum Replay -- Peppermint Gum Bubble Yum, Bubble Gum G. Cokelat Cadbury's -- picnic milk chocolate with toffe peanuts wafer & raisin center Cadbury's -- double deeker milk chocolate Cadbury's Peppermint Dairy Milk Chocolate Mars -- milk chocolate Nestle Milky Chocolate Nestle Full Cream Milk Nestle Full Cream Dark H. Manisan Life Savers Spearmints Mentos -- chewy fruits sweets Barker & Dobson Sugus -- crisp chewy sweet Sugus -- raspberry Fruitella blackcurrent chewy Basset's Jelly Babies Sweet Mixed Pastilles Trebor Peppermint Sharps Extrastrong Mints Polo Peppermint Rowntree's Fruits Pastilles Mastercraft Spearmint Brandy Candy Fruity Rainbow Violet Crumble Coated Sugar Candy I. Agar-agar Royal Super Gulaman Gelatine Dessert Orange Gelees Aux Cassis Blackcurrent Jellies Lady's Choise Jelly Crystals Mayen's Jelly Crystals Lime Davis Gelatine Royal Gelatine Dessert Jell-Gelatine Dessert J. Lain-lain Obat Batuk Nin Jiom Pei Pa Koa (cap Ibu dan Anak) Basett's Dolly Mixture Cake Mate Silver Decors Basset's Wine Gums Scott's Vykmin Fortilied Barang yang Mengandung Lemak A. Biskuit Biskuit Cream Crackers Biskit Digestive Bisquiek Buttermilk Baking Mix Biskuit Mallowpuff Bakehouse Choc Cookies Chip B. Sabun Camay Zest Avon on duty 24 plus
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini