Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan, baliho ketua DPR sekaligus petinggi PDIP Puan Maharani menjadi sorotan banyak pihak. Baliho Puan tersebut terpasang di berbagai daerah, termasuk di Surabaya, Bandung, Solo, hingga Yogyakarta. Selain foto Puan, di baliho juga tertera tulisan ‘Kepak Sayap Kebhinekaan’.
Banyak tokoh dan warganet yang menganggap pemasangan baliho Puan berlebihan dan mencuri start kampanye politik. Banyak juga yang membicarakan ongkos pemasangan baliho dan menghubungkannya dengan situasi pandemi Covid-19dimana banyak masyarakat mengalami kesulitan ekonomi.
Beberapa tokoh politik lain pun mendapat sorotan karena memasang baliho berukuran besar di berbagai daerah, antara lain Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar.
Meski istilahnya sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari, sebetulnya apa yang dimaksud dengan baliho?
Baliho merupakan salah satu contoh dari reklame. Dalam KBBI, reklame adalah pemberitahuan kepada umum tentang barang dagangan (dengan kata-kata yang menarik, gambar) supaya laku. Sementara baliho sendiri diartikan sebagai publikasi yg berlebih-lebihan ukurannya agar menarik perhatian masyarakat (biasanya dengan gambar yg besar di tempat-tempat ramai).
Pemesanan dan pemasangan baliho bisa dilakukan melalui agen periklanan. Setiap agen biasanya melayani pembuatan baliho dengan berbagai macam bahan. Biaya pembuatan dan pemasangan yang harus dikeluarkan pun bervariasi antara satu agen periklanan dengan agen periklanan yang lain.
Segala hal yang berhubungan dengan pemasangan baliho di Indonesia diatur dalam Peraturan Daerah (Perda). Di Jakarta misalnya, pemasangan baliho diatur dalam Perda Nomor 9 Tahun 2014 tentang Reklame.
Umumnya, baliho tidak boleh dipasang di lokasi pemerintahan, pendidikan, tempat ibadah, dan rumah sakit. Ukuran yang diperbolehkan juga harus disesuaikan dengan lokasi pemasangan. Jangan sampai baliho justru mengganggu ketertiban dan kegiatan masyarakat.
Pemasangan baliho harus disertai dengan ijin dari pemerintah daerah. Syarat pengajuan ijinnya beragam namun biasanya wajib disertai dengan identitas pemohon dan surat pernyataan bermaterai.
Setelah mengantongi ijin, pemasang baliho diwajibkan untuk membayar pajak. Besaran pajak yang harus dibayarkan akan disesuaikan dengan jenis, bahan, lokasi, jangka waktu, ukuran, dan jumlah baliho yang dipasang. Tanpa ijin dan pembayaran pajak pada pemerintah daerah, baliho bisa diturunkan paksa oleh Satpol PP.
Dan, mengenai baliho Puan di beberapa daerah, Wakil Ketua DPC PDIP Kota Surabaya mengatakan, "Sebagai Ketua DPR RI adalah wajar jika Ibu Puan Maharani menyampaikan pesan-pesan melalui alat peraga, seperti baliho, yang memperkuat kampanye disiplin protokol kesehatan. Sekaligus membantu Pemerintah menangani pandemi COVID-19," kata Purwadi saat melaporkan perusakan baliho Puan di Polrestabes Surabaya, Senin 26 Juli 2021.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin menilai baliho tokoh-tokoh partai itu untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas mereka menuju Pemilihan Presiden (Pilpres 2024).
Ujang menyebut, memasang baliho memang tidak dilarang, tapi waktunya saat ini tidak tepat karena masyarakat sedang susah akibat pandemi Covid-19. "Jika waktunya tidak pas, maka pemasangan baliho itu hanya akan mendapat nyinyiran publik, olok-olok rakyat, karena dianggap tak sensitif atas penderitaan rakyat," tuturnya kepada Tempo.
SITI NUR RAHMAWATI
Baca: Petinggi Parpol Pasang Baliho 2024, Pakar: Waktunya Tak pas Makanya Diolok-olok
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini