Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

BEM USU Jawab Soal Pendidikan Tinggi yang Disebut Kemendikbud Sebagai Kebutuhan Tersier

Kata BEM USU pendidikan tinggi adalah kebutuhan primer.

23 Mei 2024 | 19.55 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Eksekutif Mahahasiswa (BEM) Universitas Sumatera Utara (USU), Aziz Syahputra, menyayangkan pernyataan Kemendikbudristek bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau tertiary education. Bagi Aziz, sektor pendidikan tinggi merupakan kebutuhan primer yang harus bisa diakses semua lapisan masyarakat. Sektor pendidikan penting untuk mencapai Indonesia Emas 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pendidikan tinggi bukan lagi kebutuhan sekunder atau tersier. Melainkan sudah masuk kebutuhan primer seperti sandang, pangan, dan papan," kata Aziz saat ini, Kamis 23 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena itu, Aziz mengkritik mengkritik kenaikan uang kuliah tunggal alias UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN). Kenaikan UKT itu akan menutup akses masyarakat untuk bisa menempuh pendidikan tinggi.

Menurut Aziz, masalah kenaikan UKT karena adanya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT). Aturan ini membuat kampus menaikan tarif UKT.

"Pada akhirnya PTN menaikkan biaya UKT berdasarkan aturan dan kebijakan yg dibuat oleh menteri itu sendiri," kata Aziz.

UKT di USU sendiri mengalami kenaikan 30 sampai 50 persen kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. UKT di USU terdiri dari delapan kelompok. Kenaikan terjadi pada kelompok UKT tiga sampai delapan.

Kenaikan UKT tertinggi berada di Fakultas Kedokteran Gigi. UKT kelompok 8 di Fakultas Kedokteran Gigi sebesar Rp10 juta di 2023. Saat ini UKT tertinggi Fakultas Kedokteran Gigi sebesar Rp17 juta. 

Menurut Aziz, menteri menetapkan SSBOPT untuk perguruan tinggi tidak berdasarkan tolak ukur yang jelas. Tidak ada korelasi antara SSBOPT dengan tingkat perekonomian suatu daerah. Sehingga, SSBOPT yang ditetapkan tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi mahasiswa.

"Apakah sudah ada korelasi dengan biaya pendapatan masyarakat di daerahnya? Apakah sudah dikorelasikan dengan tingkat perekonomian di tiap daerah?" kata Aziz.

SSBOPT adalah besaran biaya operasional pendidikan tinggi yang diperlukan untuk menyelenggarakan program studi setiap mahasiswa dalam 1 (satu) tahun. SSBOPT ini akan menjadi dasar menteri untuk merumuskan Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Dari BKT itu, kampus akan menetapkan UKT untuk tiap mahasiswa. Tarif UKT tidak boleh lebih tinggi dari BKT. 

Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, mengatakan, pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau tertiary education. Pendidikan tinggi bukan termasuk dalam program wajib belajar. Karena itu, sifatnya pilihan. 

“Sifatnya pilihan bagi masyarakat,” kata Tjitjik di Gedung D, Kemendikbudristek, Jakarta, Senin 13 Mei 2024.

Ia mengatakan, kebijakan perguruan tinggi menganut konsep inklusif. Masyarakat yang mampu dan tidak mampu secara ekonomi bisa menempuh pendidikan tinggi. Namun, nilai akademis harus bagus.  

 

INTAN SETIAWATI 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus