Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usianya saat itu masih belia. Kakak kelas dan teman-temannya semasa di pesantren berhasil mendapat kesempatan belajar di luar negeri. Muhsin La-bib, kini 40 tahun, tak mau ketinggalan. Ia ingin mencicip kesempatan belajar ke mancanegara. Jalan terbentang lebar karena ia fasih berbahasa Arab.
Tapi, entah mengapa, Iran menja-di pilihannya. Saat itu tahun 1982. Iran masih dalam suasana euforia revolusi Islam. ”Ketika itu persyaratannya tidak sulit. Pergi ke sana cukup menggunakan visa kunjungan. Setelah di sana, barulah kita dibuatkan visa belajar,” katanya. Sesampai di Iran, Muhsin belajar di Qom, kota yang menjadi pusat pelajaran agama di negeri itu.
Lain lagi pengalaman Ahmad Subandy. Pria yang kini 40 tahun itu mengaku menuntut ilmu ke Iran karena diajak teman. Ia juga mengecap pendidikan di Qom. Tepatnya di Hujatiye, mempelajari filsafat selama lima tahun sejak 1989.
Belajar di Qom atau di kota lain di Iran terbilang gurih. Sekolah sudah pasti gratis. Masih ada lagi uang saku. ”Lumayan untuk hidup sehari-hari. Apalagi di sana waktu itu harga-harga masih murah,” kata Ahmad.
Fasilitas itu, menurut Subandy, bukan atas budi baik pemerintah Iran. Dana dihimpun masyarakat di sana melalui marja’ alias pemimpin spiritual. Dalam ajaran Syiah dikenal zakat penghasilan atau khumus sebesar 20 persen dari penghasilan.
Lantas, sepulang ke Tanah Air, apakah mereka menjadi pengkotbah ajaran Syiah? Sejak pulang kampung Subandy hanya menjadi penerjemah buku. Salah satunya Islam Menjawab Tantangan Zaman karya Murtadha Muthahari. Tapi ia mengaku menerjemahkan juga buku yang tidak ditulis ulama Syiah.
Adapun Muhsin menjadi pengajar, selain menulis merangkap manajer sebuah perusahaan penerbitan. Lulusan lainnya, menurut Muhsin, malah ada yang berdagang atau menjadi pekerja kantoran. ”Tidak semuanya berdakwah,” katanya.
IB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo