SELAIN menghadapi bahaya laten hama serangga dan tikus, petani Jawa Barat kini harus mewaspadai pula musuh baru yang tak kurang berbahayanya: insektisida dan pestisida palsu. Berton-ton barang haram itu gentayangan di Bogor, Cianjur, Garut, Majalengka, Karawang, dan Subang. Tak mengherankan jika Kejaksaan Agung menganggap perlu membentuk tim khusus penyidik kasus pemalsuan itu sejak sebulan lalu. Sindikat-sindikat pemalsu obat tanaman itu selama ini memang bagai "patah tumbuh hilang berganti". Ancamannya pun kini makin serius. Bahkan sumber Kompas, pekan lalu, menduga bahwa 50% insektisida yang beredar adalah palsu. Salah satu jenis barang palsu tadi diedarkan dengan merk Furadan 3G, obat ini sering digunakan untuk menangkal hama beluk, sundep, dan wereng. Insektisida palsu yan beredar di daerah Karawang itu dikemas rapi dalam plastik dan boks karton 2 kiloan. "Sulit membedakannya dengan yang asli," ujar Male Rasmala, Kepala Dinas Pertanian Karawang. Kasus Furadan palsu itu terungkap Mei lalu, berkat laporan Haji Shalahuddin, seorang petani Desa Karangpawitan, Karawang. Ketika itu, dia membeli 3 dus Furadan dari sebuah kios di Tanjungpura, Karwang. Dia heran, di kios itu harga Furadan cuma Rp 3.700 per bungkus, lebih murah dibanding harga di kios langganannya yang Rp 4.100. Sampai di rumah, kecurigaannya muncul. Maka, dia mencari seekor cacing, lalu dia taburi dengan butir Furadan yang baru dia beli. Cacing itu memang menggeliat geliat. "Tapi bukannya mati, malah seperti menari jaipong," tutur Shalahuddin. Petani berpengalaman itu segera tahu, ada yang tak beres pada Furadan-3G yang dibelinya. Segera dia melaporkan kejanggalan itu ke Dinas Pertanian (Diperta) Karawang, kemudian ke Direktorat Perlindungan Tanaman, Jakarta. Pemeriksaan di Jakarta selama dua minggu memastikan bahwa Furadan itu palsu. Labkrim Mabes Polri, yang juga diminta memeriksanya, pun membuat kesimpulan yang sama. Maka, Juni lalu, tim dari Mabes datang ke Karawang. Kedatangan tim pusat tadi sempat membuat petugas di Polres Karawang terkagetkaget. Rupanya, Diperta Karawang tak mengontak kepolisian. Alhasil, ketika dilakukan razia terhadap kios-kios saprotan (sarana produksi pertanian), Furadan palsu itu telah ludes terjual. Tapi sindikatnya bisa dibongkar. Sayang, pengedar utamanya kabur sebelum dia banyak memberikan info. "Tapi lokasi pabriknya telah kami ketahui," ujar seorang petugas di Polres Karawang, sembari menyebut sebuah kota di Jawa Timur. Polisi Garut juga berhasil menggulung komplotan pemalsu insektisida bulan lalu. Berbeda dengan yang di Karawang, komplotan dari Garut itu melakukan manipulasi secara "tradisional". Sapotran asli, seperti Dithane M-45, Daconil 75 WP, atau Round Up asli, diencerkan dengan air atau minyak tanah, lalu dikentalkan lagi dngan batu kapur atau kaolin. Pestisida jenis ini bisa berbahaya, seperti yang dialami oleh Ade Saefuddin, petani Garut. Padinya mendadak layu, sehari setelah disemprot Dithane palsu itu. Ade melapor. Komplotan itu digulung, dan enam pelakunya diringkus. Tapi pestisida palsu itu telah menyebar sampai Wonosobo (Ja-Teng), bahkan ke Lampung. Sejauh ini, insektisida/pestisida palsu itu memang tak mengguncang produksi padi Jawa Barat. Furadan palsu itu, misalnya, menurut Sanusi, Kepala Diperta Ja-Bar, tak sampai menyebabkan hama sundep meledak di Karawang. "Karena beredar musim kemarau," ujarnya. Sedangkan hama sundep muncul pada musim hujan. Tapi Sanusi tak mau ambil risiko. Maka, dia berpesan agar pengecer tidak menerima pasokan insektisida dari pengedar keliling. "Kecuali kalau dia membawa surat rekomendasi dari Dinas Pertanian," tuturnya. Hasan Syukur (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini