Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bintang buat george dan molly

Dalam rangkaian peringatan hut ri ke-45 pemerintah memberikan bintang jasa ke sejumlah orang asing atas jasanya dalam revolusi kemerdekaan. mereka a.l. george t. kahin,almh.molly bondan,ernst illsinger.

18 Agustus 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJUMLAH orang asing, minggu ini, menerima anugerah bintang jasa dalam rangkaian peringatan hari ulang tahun ke-45 proklamasi kemerdekaan RI. Bekas Duta Besar Austria Ernst Illsinger dan bekas Duta Besar Kanada Jack Alexander Whiitleton menerima Bintang Jasa Utama, sedangkan Ketua Organisasi Amsterdam-Indonesia House F. Deeleman dan Direktur Badan Intelijen Muangthai Piya Chakkaphak akan memperoleh Bintang Jasa Nararya Kelas III. Di antara mereka terdapat seorang profesor yang sangat terkenal di kalangan sejarawan kontemporer. Ia adalah George Mc Turnan Kahin, 72 tahun, penulis buku Nationalism and Revolution in Indonesia. Profesor ilmu politik Universitas Cornell, Ithaca, AS, ini dinilai berjasa dalam revolusi bersenjata pada 1947-1948. Kahin menerima Bintang Jasa Pratama Kelas II. Ia, misalnya, menyelundupkan dokumen berisi seruan agar kaum gerilya meneruskan perjuangan. Karena kegiatannya itu, ia dua kali ditangkap Belanda. Penelitiannya mengenai revolusi Indonesia ketika itu, yang memang dimaksud sebagai disertasi berjudul Nationalism and Revolution in Indonesia, membuahkan gelar doktor di Universitas Cornell. Hingga kini, karya ini dianggap karya yang klasik, yang perlu dibaca oleh setiap orang yang ingin meneliti mengenai sejarah kelahiran RI. Selain itu, ia juga berjasa mengembangkan Echol Collection, koleksi lengkap tentang Indonesia di Universitas Cornell, hingga memudahkan para diplomat atau sejarawan mencari bahan untuk mempelajari Indonesia. Banyak muridnya sangat terkesan dengan gaya Kahin memberikan kuliah. "Ia selalu menyelingi kuliah-kuliahnya dengan menceritakan pengalaman-pengalamannya yang menarik. Misalnya ketika berkeliling di Jawa Tengah, dari satu kota ke kota lain mengendarai jip. Kuliahnya enak dan selalu segar," tutur bekas muridnya, yang kini mengajar di UI. Seorang lagi yang dinilai berjasa membantu perjuangan RI ialah almarhumah Molly Bondan, wanita berdarah Australia, yang sudah menjadi warga negara RI. Molly telah wafat, 6 Januari lalu, pada usia 78 tahun. Dinilai berjasa, antara lain menerjemahkan pidato Bung Karno dan Bung Hatta, Almarhumah mendapat Bintang Jasa Pratama Kelas II. Antara lain berkat siaran-siaran radio gelapnya yang menyuarakan kaum republik, perjuangan Republik Indonesia kala itu didengar pula di forum internasional. Belakangan, di Indonesia, ia masih setia sebagai penyiar RRI. Bahkan sampai di akhir hayatnya, Almarhumah masih tetap setia menerjemahkan pidato Presiden Soeharto tentang RAPBN dan pidato 16 Agustus. Dikenal sebagai guru bahasa Inggris terbaik di kalangan para diplomat, pensiunan pegawai tinggi Departemen Luar Negeri ini boleh dibilang merupakan simbol persahabatan Indonesia Australia. Menjelang dan selama revolusi 1945-, ia memang aktif membantu perjuangan para pemuda Indonesia yang tinggal di Australia. Belakangan, ia menikah dengan Mohamad Bondan, salah seorang di antara para pemuda itu. Pada 1971, Bondan menerbitkan pengalaman dan perjuangannya di Australia, dengan judul Genderang Proklamasi di Luar Negeri. Lahir di Cirebon 1910, pada usia 19 tahun Bondan sudah dijebloskan ke penjara oleh pemerintah kolonial karena kegiatan politiknya. Pada 1934, bersama-sama dengan Bung Hatta dan Sjahrir, ia ditangkap Belanda, lalu dibuang ke Boven Digoel, Tanah Merah, Irian Jaya, sampai pemerintah Hindia Belanda mengungsikan orang-orang buangan, termasuk Bondan, ke Australia pada 1943. Ketika republik diproklamasikan, ia mengorganisasi Central Komite Indonesia Merdeka (Cenkim). Dalam kata pengantarnya untuk buku Bondan itu, Bung Hatta menulis: "Cenkim dengan berbagai rupa jalan mengadakan kontak dengan Pemerintah RI dan mendorong munculnya Komite Kemerdekaan Indonesia di luar Indonesia, di Asia Tengah dan Asia Barat, di Inggris, di AS. Terpencar di seluruh dunia, jumlah komite pada waktu itu ada kira-kira 11 buah." Budiman S. Hartoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus