Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RABU dinihari. Para calon penumpang pesawat Hercules C-130 milik TNI Angkatan Udara itu terkantuk-kantuk di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Mereka harus menunggu pesawat buatan pabrik Lockheed, Amerika Serikat, itu berbenah selama dua setengah jam sebelum mereka naik.
Prajurit Dua Muhammad Saputra, anggota Satuan Radar 242 Tanjung Warari, Biak, Papua, turut naik pesawat bikinan 1980 itu. Dia hendak kembali bertugas di Biak, tujuan akhir penerbangan, yang juga akan mampir di Magetan, Makassar, dan Kendari.
Berbeda dari pesawat komersial, bangku-bangku pesawat angkut militer ini berderet dan berhadapan di sisi kiri dan kanan pesawat. Prajurit berusia 24 tahun itu memilih duduk di bagian paling belakang, tepat di depan pintu belakang pesawat. Karena sudah kelelahan, Saputra dan para penumpang lain jatuh tertidur ketika pesawat lepas landas, sekitar pukul 05.10 pagi.
Sejam kemudian, pesawat yang mengangkut 99 penumpang dan 11 awak itu mendadak berguncang-guncang. Para penumpang terbangun dan berteriak ketakutan. Beberapa detik kemudian, pesawat sepanjang hampir 30 meter itu menghantam rumpun bambu di tepi kuburan Desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan, Jawa Timur.
Sayapnya patah, tapi pesawat itu terus merangsek, dan akhirnya berdebam di persawahan: terbelah dua. Blar! Blar! Ledakan itu membahana di kampung yang terletak hanya lima kilometer dari tujuan pesawat: Pangkalan Udara Iswahyudi.
”Saya terpental ke luar pesawat setelah ekor pesawat patah dan bagian depan pesawat terus meluncur,” kata Saputra, yang dirawat di Rumah Sakit Lanud Iswahyudi. Dia selamat, meski kepala, tangan, dan kakinya robek.
Kecelakaan itu mengakibatkan 101 penumpang tewas dan sembilan luka-luka. Pesawat itu juga menimpa rumah penduduk, yang mengakibatkan dua warga desa meninggal dan empat cedera.
Panitia Penyidik Kecelakaan Pesawat Udara dari TNI sedang mengusut penyebab kecelakaan, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta hasilnya nanti disampaikan kepada masyarakat.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal (Purn) Chappy Hakim menilai salah satu penyebabnya adalah perawatan pesawat yang ”kanibal”: suku cadang pesawat yang rusak diganti dengan suku cadang pesawat lain yang masih berfungsi.
Komandan Pemeliharaan Material TNI Angkatan Udara Marsekal Muda Sunaryo H.W. mengatakan sedikitnya dibutuhkan Rp 1,6 triliun untuk perbaikan 23 pesawat Hercules milik TNI. Tapi, kata Sunaryo, setiap tahun anggaran untuk merawat semua Hercules hanya Rp 100 miliar. Padahal untuk perbaikan satu pesawat diperlukan sekitar Rp 80 miliar.
Kurniawan, Hari Tri Wasono, Reh Atemalem Susanti, Alwan Ridha Ramdani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo