Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUARA printer mencetak dokumen menjerit-jerit dari sebuah kamar di lantai tiga gedung Yayasan Markaz Dakwah di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan, Kamis siang pekan lalu. Menghadap pintu, sebidang dinding memajang peta besar kepulauan Indonesia dengan tajuk ”Target Perolehan Suara PKS”.
Dari markas inilah ketua tim advokasi Partai Keadilan, Agus Purnomo, mengajukan 30 kasus sengketa pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi. Salah satu kasus penting adalah penggelembungan suara Partai Persatuan Pembangunan dalam penghitungan suara pemilih luar negeri.
Kasus ini berakibat hilangnya satu kursi Partai Keadilan di Dewan Perwakilan Rakyat, yang seharusnya diduduki calon incumbent Rama Pratama. ”Ini permainan canggih, tapi kami memiliki bukti-bukti kuat,” kata Agus, yang juga anggota Dewan.
Gugatan itu akan mengubah perolehan kursi partai dari Jakarta. Bahkan Agung Laksono, Ketua Dewan dari Partai Golkar, dapat kehilangan kursi yang akan dipegangnya berdasarkan hasil penghitungan Komisi Pemilihan Umum saat ini.
Agung dan Rama ”bertarung” di Wilayah DKI Jakarta I (Jakarta Timur). Di wilayah itu, perolehan suara keduanya tak mencukupi. Dalam dua tahap penghitungan suara, enam kursi yang ada terbagi untuk Demokrat (2), dan masing-masing satu untuk PDIP dan PKS. Kursi PKS itu didapatkan Ahmad Zainuddin.
Dua kursi yang tersisa kemudian diperebutkan dalam penghitungan tahap ketiga, atau penghitungan tingkat provinsi. Di tahap ini, menurut aturan Komisi, seluruh sisa suara dan sisa kursi dari tiap daerah pemilihan digabung, dan partai yang memperoleh suara terbanyak berhak mendapatkan kursi tersisa.
Karena semua kursi di dua wilayah lainnya sudah habis terbagi, pembagian sisa kursi di DKI Jakarta I hanya memperhitungkan sisa suara partai di daerah tersebut. Dalam hal ini, pemilik sisa suara terbesar adalah Golkar (73.181) dan Demokrat (73.640), sehingga keduanya mendapat dua kursi yang tersisa. Kursi Golkar inilah yang akan jatuh ke tangan Agung Laksono. Adapun PKS berada pada nomor yang mendekati bontot, dengan 47.689 suara sisa.
Namun, menurut Agus, partainya menemukan penggelembungan suara PPP untuk suara luar negeri, dari 8.887 menjadi 21.754 suara. Itu terjadi karena suara Golkar mengempis jadi 55.954 suara. Inilah yang membuat jumlah suara PPP di DKI Jakarta II mencapai 98.016, sehingga mendapat satu kursi.
Padahal, kata Agus, bila penggelembungan tak terjadi, PPP tak mendapat kursi di tahap ini, sehingga akan ada perebutan tiga kursi di tingkat provinsi. Berdasarkan simulasi yang dilakukan PKS, tiga partai dengan suara terbesar yang berpeluang memperoleh kursi itu adalah Gerindra (141.231 suara), PPP (136.900), dan PKS (117.959), yang akan menyerahkan kursi itu ke Rama. Adapun Golkar merosot ke urutan keempat dengan 115.581 suara.
Agus mengaku telah mengumpulkan sejumlah dokumen. ”Kami sudah mendapat semua data suara, seperti dari Asia dan Amerika Serikat, kecuali Afrika yang memang susah memperolehnya,” katanya.
Anggota Komisi Pemilihan Umum, I Gusti Putu Artha, mengatakan data yang disajikan Komisi adalah hasil rekapitulasi suara dari 117 negara. Dia mengakui, bisa saja terjadi kesalahan teknis dalam penghitungan. ”Kalau memang fakta itu ditemukan dan terjadi, apa pun keputusan Mahkamah harus dipatuhi,” katanya.
Rama tak terlalu pusing dalam hal kursi ini. ”Hak partailah yang harus diperjuangkan di sini,” katanya. Dalam berbagai kesempatan, Agung Laksono juga menekankan berlapang dada bila tak lolos ke Senayan. ”Selama kita tidak curang dan sudah melaksanakannya menurut prosedur, saya akan terima apa pun hasil Komisi,” katanya.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Malkan Amin, menekankan partainya akan membela semua kadernya, termasuk Agung, dalam proses hukumnya. Menurut dia, tim hukum dan pengacara telah disiapkan Ketua Golkar Muladi. ”Keputusan Mahkamah adalah putusan final yang mengikat semua partai, dan akan dipatuhi Golkar,” katanya.
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. menyatakan telah menerima gugatan yang diajukan PKS. ”Kami kini masih dalam tahap pemeriksaan kasus,” katanya.
Kurniawan, Munawwaroh, Ismi Wahid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo