Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GELISAH merundung para auditor di Badan Pemeriksa Keuangan. Beredar kabar, seleksi calon pimpinan lembaga tinggi negara itu, oleh Dewan Perwakilan Rakyat, kali ini akan kembali mengucilkan mereka.
Dari tujuh kursi calon pimpinan yang diperebutkan, Dewan hanya akan memberikan maksimal satu kepada pegawai karier. Padahal, dari 51 nama yang diterima Dewan, pendaftar terbanyak berasal dari lingkungan Badan Pemeriksa.
”Kayaknya berat, memang, tapi saya sih nothing to lose,” kata Dharmabhakti, salah satu peserta seleksi, kepada Tempo, pekan lalu. ”Kalau tak lolos..., ya, saya pensiun tahun depan.”
Sebagai sekretaris jenderal di Badan Pemeriksa Keuangan, jabatan setingkat menteri di kabinet, tentulah pengalamannya jadi nilai lebih. Tapi, ketika harus berhadapan dengan para politikus, ia menjadi seperti anak bawang.
Dalam seleksi kali ini, delapan politikus senior di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat turut mendaftar. Mereka adalah Hafiz Zawawi dan Muhammad Nurlif dari Partai Golkar, Ali Maskur Musa dan Misbah Hidayat dari Partai Kebangkitan Bangsa, Yunus Yosfiah dan Endin Soefihara dari Partai Persatuan Pembangunan, Rizal Djalil dari Partai Amanat Nasional, dan Nursanita Nasution dari Partai Keadilan Sejahtera.
Sumber di Senayan membisikkan, komposisi anggota Badan Pemeriksa bakal diskenariokan 4:3. Artinya, empat dari kalangan partai dan tiga dari luar, satu di antaranya pegawai karier.
Tujuh dari sembilan anggota Badan Pemeriksa akan habis masa jabatannya pada Oktober tahun ini. Tiga bulan sebelum pejabat lama turun, Dewan harus sudah menetapkan pimpinan baru lembaga audit itu.
Auditor utama Badan Pemeriksa, Syafrie Ananta Baharuddin, berharap komposisi pimpinan Badan lebih adil dan ”lebih proporsional”. ”Harusnya, sih, tiga dari kalangan internal, kalau empat juga lebih baik,” kata Syafrie, salah satu kandidat, kepada Tempo.
Misbah Hidayat, kandidat yang juga politikus Partai Kebangkitan Bangsa, menilai keberadaan pimpinan Badan Pemeriksa dari unsur Dewan sangat diperlukan. Sebab, katanya, Badan Pemeriksa adalah alat Dewan dalam fungsi pengawasan keuangan negara. ”Itu logika strukturnya,” kata Misbah.
Sumber Tempo mengungkapkan, hasil seleksi sepertinya bergantung pada sikap dua fraksi besar di parlemen, yaitu Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Tapi tuduhan itu langsung dibantah wakil ketua panitia seleksi, Olly Dondo Kambei, yang juga politikus PDI Perjuangan. ”Semua punya peluang sama,” katanya.
Menurut Walman Siahaan, politikus Partai Golkar yang juga ketua panitia seleksi, pihaknya telah menyiapkan mekanisme yang akan memagari munculnya konflik kepentingan di antara para anggota Dewan yang ikut seleksi. Mereka, misalnya, tak disertakan sebagai panitia seleksi.
Proses pemilihan akan dibuat tertutup, sehingga anggota Dewan bebas memilih sesuai dengan penilaian masing-masing. Ia berharap cara itu bisa meminimalkan intervensi fraksi terhadap anggota. ”Kami ingin semua berdasarkan penilaian obyektif anggota, jangan sampai diarah-arahkan partai,” kata Walman.
Sikap itu didukung para peserta nonpartai. ”Kalau saya lihat mereka (anggota DPR peserta seleksi) ikut menguji kami, saat itu juga saya akan langsung keluar,” kata Erry Riyana Hardjapamekas, salah satu kandidat.
Kandidat lain, Sugiharto, menyatakan seleksi pimpinan Badan Pemeriksa ini adalah ikhtiar mencari putra terbaik bangsa. ”Jadi, semestinya dibuka seluas-luasnya dan dilakukan secara fair,” kata bekas Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara itu.
Agus Supriyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo