Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Bukan Persekutuan Suci

Pelaku aksi bom Tentena diduga terkait dengan konflik di Ambon. Ada upaya mengalihkan isu korupsi.

6 Juni 2005 | 00.00 WIB

Bukan Persekutuan Suci
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SKETSA wajah itu kini sudah menyebar ke seluruh tangan polisi. Bermata sipit dengan rambut gondrong, beralis tebal dengan dagu ditumbuhi jenggot tipis, gambar wajah lelaki muda itu diduga salah satu pelaku peledakan bom di Tentena, Poso, Sulawesi Tengah. Bom itu meledak di tengah pasar di kota kecil Tentena, sekitar 57 kilometer dari Poso, Sabtu dua pekan lalu. Meski polisi mengatakan bom itu berdaya ledak rendah, muatan paku dan logam tajam di dalamnya telah menamatkan 21 jiwa. Lebih dari 50 orang lainnya cedera berat.

Persis sepekan setelah ledakan, polisi membekuk 14 tersangka. Ada dua orang lagi yang kini masih buron. Keduanya diduga pelaku di lapangan. Sayangnya, tak begitu jelas identitas buron yang sedang dikejar polisi ke sekujur Sulawesi Tengah itu. Polisi sengaja menutupnya dan hanya membuka inisial mereka, yaitu E dan AT. Salah satu wajah buron itulah yang disebar polisi. "Identitasnya tidak kita buka, takut dalangnya lari," ujar Kepala Polda Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Arianto Sutadi. Sulawesi Tengah kini berada dalam siaga satu.

Para tersangka yang sudah dibetot polisi itu kini ditahan di dua tempat. Tujuh tersangka di Polda Palu, sedangkan tujuh lainnya di Polres Poso. Di Palu, polisi menahan Hasman, Karutan Poso, Tantri Firna, Jufri, Supratman, Abdul Kadir Sidik, dan Ismed. Di Poso, polisi menahan Andi Makasau dan enam orang lainnya. Mereka ditangkap Selasa pekan lalu. Tapi polisi belum mau membuka nama keenam orang itu. Menurut Kepala Polda, mereka dibekuk bersama tiga senjata laras panjang, satu senjata laras pendek, dan sejumlah bubuk belerang.

Yang menarik, hanya dua hari setelah peristiwa, polisi menetapkan empat tersangka. Pertama, Kepala Rumah Tahanan Poso Hasman. Kedua, Ismed, pegawai Dinas Kesehatan Poso. Ketiga, bekas Kepala Dinas Kota Poso dan pekerja LSM yang bergerak membagi dana kemanusiaan, Abdul Kadir Sidik. Keempat, Andi Makasau, tersangka penembakan di Gereja Bethany, Poso, Agustus 2004.

Mereka menjadi tersangka setelah polisi memeriksa lebih dari 30 saksi dalam kasus bom itu. Hasman ditangkap polisi sehari setelah bom itu meledak. Di mobilnya yang bernomor polisi palsu, ditemukan senjata api dan sebilah golok. Pada tubuh Hasman juga ditemukan sisa senyawa kimia bahan peledak yang identik dengan bahan peledak yang ditemukan polisi di lapangan. Selama sehari semalam Hasman diperiksa. Dari mulut Hasman juga meluncur nama-nama pelaku peledakan bom di Tentena.

Bukti lain yang mencurigakan juga ditemukan pada Abdul Kadir Sidik. Abdul adalah narapidana kasus korupsi dana bantuan kemanusiaan di Poso. Menurut Iwan, sopir Abdul Kadir, yang diperiksa sebagai saksi, majikannya berada di wilayah Tentena saat aksi peledakan bom itu terjadi. Di mobil Isuzu berpelat merah milik Abdul Kadir, polisi menemukan bahan TNT dan florat. "Ada indikasi TNT dan florat itu sama dengan bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara," kata Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar, yang berkunjung ke Poso pada Rabu pekan lalu.

Setelah polisi menggeledah rumah tahanan Poso, kesimpulan mereka makin kuat saja. Bom itu diduga diracik dan dirakit di penjara. Di rumah tahanan itu, polisi menemukan sejumlah bahan pembuatan bom seperti tabung berwarna putih dan pipa besi. Juga ditemukan sepucuk pistol dan sarungnya. Temuan itu tentu bikin geger. Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar mengatakan Abdul Kadir berada di luar rumah tahanan sewaktu bom itu meledak. "Pada sehari menjelang ledakan, diketahui yang bersangkutan ada di Tentena," ujar Da'i.

Peta konflik di Poso pun kian ruwet. Sejumlah tersangka, kata polisi, diduga kuat juga terlibat dalam aksi kekerasan di Ambon serta Seram, Maluku. Misalnya, Kepala Polda Maluku Brigadir Jenderal Polisi Adityawarman mengatakan jalur Poso dan Ambon adalah jalur tradisional bagi para pelaku penyerangan dan peledakan bom yang selama ini bermain di Ambon maupun di Poso. Misalnya, kata Aditya, kasus peledakan bom di Batu Merah Bawah Jalan Hasanuddin, Ambon. "Para pelaku yang masih buron semuanya berasal dari Poso," ujarnya Selasa pekan lalu di Markas Besar Polri, Jakarta.

Sejauh ini polisi memang belum mengungkapkan motif aksi peledakan itu. Sebetulnya, kondisi Poso sudah agak membaik sejak perdamaian Malino empat tahun lalu. Tapi, setahun belakangan, aksi kekerasan mengencang lagi antara kelompok muslim dan Kristen di sana. Awal tahun lalu, dua ledakan bom terjadi di kota itu, persis di belakang Gereja Bethany. Akhir Desember tahun lalu, dua aksi bom meletup di Kecamatan Poso Kota. Belum lagi serentetan aksi penembakan gelap. Kasus yang bikin miris adalah penculikan Charminalis Ndele, Kepala Desa Pinedapa. Ndele akhirnya ditemukan mati tanpa kepala, November tahun silam.

Aksi terbaru sebelum Tentena adalah dua bom yang meledak di dua kantor lembaga swadaya masyarakat pada 28 April lalu. Bom pertama meledak di kantor pusat Rekonsiliasi Konflik dan Perdamaian Poso, sedangkan bom kedua meledak di kantor Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil. Untunglah, tidak ada korban jiwa maupun luka-luka. Beberapa bagian bangunan itu rusak porak-poranda. Polisi sampai sekarang belum bisa mengungkap motif peledakan itu.

Dugaan kaitan antara bom Tentena dan korupsi datang dari kalangan lembaga swadaya masyarakat di Poso. Mereka menduga kuat bahwa aksi bom Tentena terkait dengan skandal penyelewengan bantuan kemanusiaan. Apalagi, ditemukan bukti terbaru bahwa Abdul Kadir Sidik, tersangka korupsi dana kemanusiaan itu, juga tersangkut dalam kasus bom Tentena.

Selama lima bulan terakhir, kata Direktur Yayasan Tanah Merdeka Arianto Sangaji, lembaga swadaya masyarakat gencar menyorot kasus ini. Saat itu pula, kata dia, rangkaian teror terjadi. Tiga lembaga swadaya masyarakat di Poso sudah mengadukan indikasi itu ke DPR RI, Kamis pekan lalu. Tiga organisasi itu adalah Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil (LPMS), Yayasan Panorama Alam Lestari, dan Yayasan Tanah Merdeka. "Sebelum kasus korupsi diungkap, hampir tak ada bom, penembakan misterius, dan teror lainnya," ujar Iskandar Lamuga, Direktur LPMS yang kantornya pernah remuk dilantak bom.

Mereka menduga aksi di Tentena adalah upaya mengalihkan isu korupsi. Apalagi, setelah Abdul Kadir Sidik dan Ismed tertangkap. Abdul Kadir Sidik adalah Kepala Panti Jompo Dinas Kesejahteraan Sosial di Tentena. Dia juga bekas Ketua Satuan Tugas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah, organisasi penyalur dana kemanusiaan bagi pengungsi korban kerusuhan. Sidik kini terjerat dugaan kasus korupsi dana kemanusiaan pengungsi Poso senilai Rp 2,2 miliar. Dia kini berstatus tahanan di rumah tahanan Poso. Sedangkan Ismed adalah pegawai Dinas Kesehatan Poso, yang dikenal dekat dengan Sidik.

Tapi, tudingan itu dibantah oleh Mariyam, istri Abdul Kadir Sidik. Dia keberatan suaminya dikaitkan dengan bom di Tentena. "Saat bom meledak, Sidik sedang berada di Palu," ujarnya, Jumat pekan lalu. Mariyam, yang ditemui di rumahnya di Palu, mengatakan suaminya pada Rabu dan Kamis (dua hari sebelum bom meledak) berada di Tentena dalam rangka melihat Panti Jompo Tesna Weda. Menurut Mariyam, tak ada alasan Sidik melakukan aksi pengeboman itu. "Suami saya dan warga Kristen Tentena tidak ada masalah," ujarnya.

Mariyam juga keberatan dengan hasil pemeriksaan yang menyebutkan adanya serbuk TNT di mobil Sidik. Pada awal pemeriksaan, kata dia, di mobil itu hanya ditemukan surat tugas Abdul Kadir dan handphone milik Ismed. Tapi, setelah tiga hari mobil itu di Polres Poso, baru ditemukan adanya bahan peledak itu. "Ini kan seperti mau menjebak suami saya," ujarnya. Abdul Kadir, kata dia, terpukul dengan tuduhan itu. Sudah lima hari dia menolak kiriman makan dari keluarganya.

Motif di belakang aksi itu memang masih kabur. Dua orang yang sedang dikejar polisi, E dan AT, belum tertangkap. Apalagi, ada kesimpulan bahwa pelaku aksi bom di Poso itu punya jaringan dengan aksi serupa di Ambon, yang selama ini melibatkan kelompok agama garis keras. Kalau benar, apa pun alasannya, persekutuan koruptor dan gerakan itu sudah pasti bukanlah sesuatu yang suci.

Nezar Patria, Tulus Wijanarko, Darlis Muhammad (Poso)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus