"CUTI panjang" Sofian Yusuf, 50, Wakil Gubernur Bengkulu, akan berakhir di akhir Maret ini. Tapi, cutinya selama tiga bulan, yang memang boleh diambll oleh seorang pegawal negeri dengan syarat sudah bekerja selama 6 tahun berturut-turut dan berkonduite baik, itu didesas-desuskan orang sebagai hukuman skorsing. Soalnya, ada sebagian orang menghubungkan peristiwa itu, dengan indikasi, sang wagub "berbau" PKI. Menurut sebuah sumber, lulusan Fakultas Hukum UGM pada 1964 itu adalah menantu Wikana, seorang tokoh PKI. Ia setahun mondok di rumah Wikana, dan menikahi Eny, putri sulung tokoh PKI itu. Benarkah? Sofian, yang hingga kini Wakil Ketua DPD Golkar Provinsi Bengkulu, membantah keterangan itu. "Istri saya dari Jakarta," katanya pada Mohamad Cholid dari TEMPO. "Dan selanjutnya, jangan singgung-singgung lagi, sebab itu urusan pribadi. "Tuduhan" pada Sofian, bahkan, tak hanya itu. Menurut sebuah sumber di Jakarta, Sofian pada awal 1970, selama dua bulan berada di Paris. Ia pergi dengan membawa titipan sepucuk surat, entah dari siapa, buat A.M. Hanafi, Dubes RI untuk Kuba di masa Orde Lama. Hanafi, seorang Soekarnois, yang hingga kini tak diizinkan kembali. Sofian, yang kala itu Asisten Sekwilda dikabarkan pula datang bertandang di suatu restoran di Paris, dan berbincang-bincang dengan tokoh PKI di situ. "Kesalahan Sofian: ia tidak lapor perihal pertemuannya dengan tokoh-tokoh PKI itu," kata sumber TEMPO . Sofian, yang lulus penataran P-4 -- tergolong lima terbaik itu -- membantah semua itu. "Saya tidak pernah ke luar negeri," katanya pendek. Ia juga membantah bahwa ia diskors. "Selama 20 tahun bekerja, saya tidak pernah cuti," katanya, tentang cuti panjangnya. "Dan saya akan aktif kembali mulai 1 April mendatang," tambahnya. Ia, memang, masih tinggal di rumah dinasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini