SEBUAH kitab Al-Quran berwarna hijau selalu dalam posisi terbuka di belakang meja kerja kantor Da'i Bachtiar, di Jalan M.T. Haryono, Jakarta Timur. Jenderal polisi bintang tiga yang saat ini menjabat Ketua Pelaksana Harian Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) itu memang harus lebih khusyuk berdoa. Sejauh ini, insya Allah, langkahnya ke kursi Kepala Kepolisian RI tinggal ketuk palu.
Memang, dalam sepekan ini, nasib jenderal asli Indramayu itu sedang dipertaruhkan di Gedung DPR, Senayan. Di sana para wakil rakyat akan mengambil sikap, memberikan persetujuan atau menolak, atas calon Kapolri pilihan pemerintah itu.
Rapat gabungan Komisi I dan Komisi II DPR telah mulai digelar Jumat lalu. Artinya, dua komisi yang menjadi mitra kerja polisi ini sudah mulai bekerja. Terpilih secara aklamasi Teras Narang sebagai Ketua Komisi II alias pemegang palu sidang. Mendampingi Teras, duduk di meja pimpinan Wakil Ketua Ibrahim Ambong, Ketua Komisi I Ishak Latuconsina, Ferry Mursidan Baldan, dan Dedy Sudarmaji.
Persetujuan DPR bagi calon Kapolri harus dikeluarkan untuk memenuhi Ketetapan MPR Nomor VII/2000. Dalam ketetapan itu dinyatakan, "Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR."
Senin ini, visi dan misi dari mantan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur itu akan diuji di depan 120 anggota komisi gabungan. Tanya-jawab bakal berlangsung seusai pemaparan calon Kapolri Da'i Bachtiar. Selanjutnya, akan ada 20 anggota dewan yang bertanya, masing-masing 10 orang dari Komisi I dan II, menurut Teras. "Esensi pertanyaan itu sama dengan fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan)," kata anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.
Jika proses tanya-jawab dianggap selesai dalam satu hari, sehari kemudian komisi gabungan akan mengadakan rapat internal. Mereka akan menimbang jawaban mantan Komandan Korps Reserse Mabes Polri itu. Pertimbangannya bisa berupa persetujuan atau penolakan. Jawaban inilah yang ditunggu Badan Musyawarah DPR kesokan harinya. Jika DPR setuju, pada Kamis 29 November, persetujuan tadi akan mendapatkan pengesahan dalam rapat paripurna DPR.
Mekanisme yang berjenjang ini dibuat agar pembahasan dalam rapat paripurna tidak lagi bertele-tele. Pendapat tiap-tiap fraksi sudah tecermin di dalam komisi gabungan. Apalagi, seperti dikatakan Teras, "Sesuai dengan konvensi, rapat paripurna hanya tinggal ketuk palu."
Lantas, apakah Da'i akan mulus dalam ujian Senin ini? Lulus-tidaknya dia memang bergantung pada sikap fraksi-fraksi besar di DPR. Fraksi PDIP, sebagai fraksi pemerintah, sudah tentu tidak bisa bersikap lain kecuali meng-amankan kebijakan Presiden yang hanya mencalonkan satu nama: Da'i Bachtiar.
Apalagi sudah keluar instruksi Ketua Fraksi PDIP, Roy B.B. Janis, pada Rabu lalu. Seusai rapat pimpinan fraksi, keluar instruksi yang isinya memerintahkan agar anggota Fraksi PDIP, khususnya anggota Komisi I dan II, mendukung dan mengamankan calon Kapolri Komisaris Jenderal Da'i Bachtiar yang di-calonkan Presiden. Hal itu seperti dikatakan Suparlan, yang juga anggota Komisi II, ketika dikonfirmasi TEMPO.
Sedangkan Fraksi Partai Golkar, seperti dikatakan Ferry Mursidan Baldan, baru akan memberikan tanggapan selesai mendengarkan penyampaian pandangan dan tanya-jawab Da'i. "Kebiasaan kami, anggota komisilah yang memberikan pertimbangan atas pen-dapat fraksi," katanya. Walaupun demikian, sikap Fraksi Beringin juga tidak akan jauh berseberangan dengan Presiden Megawati—apalagi saat Partai Golkar dalam posisi sulit lantaran diterjang kasus Buloggate II.
Dalam Fraksi Persatuan Pembangunan, sebagai fraksi terbesar ketiga, tadinya masih ada yang menginginkan nama lain agar tidak hanya memilih satu nama. Namun, akhirnya setali tiga uang. Soalnya, seperti dikatakan seorang petinggi Fraksi Partai Ka'bah, sulit bagi Wakil Presiden Hamzah Haz untuk berseberangan dengan pilihan Mega. "Apalagi kebiasaan di PPP itu selalu ada instruksi (dari pemimpin)," katanya.
Fraksi yang bersuara lantang, PKB, agaknya juga tidak terlalu sulit "dijinakkan". PKB memang memendam ganjalan seputar kasus Bondowoso, yang menelan lima korban pesilat Pagar Nusa, yang terjadi saat mereka menyerbu kantor markas polres, setahun lalu. Da'i, yang saat itu menjabat Kapolda Jawa Timur, dianggap kurang tegas kepada anak buahnya. Sebagai atasan, menurut K.H. Yusuf Muhammad, anggota Komisi II, seharusnya ia memberikan sanksi kepada kepala polres. "Ini yang belum kami lihat," katanya, "Tapi ini cukup diklarifikasi saja."
Da'i sendiri, ketika ditemui TEMPO di kantornya, menyatakan siap menjawab jika ada pertanyaan seputar visi dan misinya sebagai Kapolri dari anggota dewan. "Saya kan hanya ikut prosedur dan mekanisme yang ada," katanya.
Kalau begitu, apakah Jumat mendatang doa Da'i terkabul? Kita tunggu saja.
Edy Budiyarso
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini