Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Daftar Ormas Agama yang Tolak Izin Tambang dari Jokowi

Soal izin tambang, ada sejumlah ormas agama yang telah menyatakan menolak.

12 Juni 2024 | 06.06 WIB

Ilustrasi pertambangan. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi pertambangan. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Kebijakan izin tambang ormas yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) itu pun menuai pro dan kontra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Daftar Ormas Agama yang Tolak Izin Tambang dari Jokowi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Penolakan datang dari kalangan masyarakat atau organisasi lingkungan hidup karena dianggap dapat merusak lingkungan. Namun sejumlah ormas keagamaan yang sebenarnya diuntungkan atas penerbitan PP tersebut juga menolak. Berikut deretan ormas keagamaan yang dimaksud: 

Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI)


Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar (PB) NWDI, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mengatakan pihaknya tidak akan mendaftar untuk mendapatkan izin usaha pertambangan. Meskipun begitu, menurut dia, pemberian WIUPK kepada ormas keagamaan memang bertujuan baik agar dapat dilibatkan dalam proses pembangunan. 

“Untuk Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah sendiri belum ada rencana untuk mendaftar terkait izin pengelolaan tambang,” kata TGB dalam pesan suara kepada Tempo, Ahad, 9 Juni 2024. 

TGB menilai NWDI tidak mempunyai kemampuan dan manajemen untuk mengurus usaha pertambangan. Di sisi lain, penolakan karena maqashid syariah atau tujuan-tujuan syariat untuk kemaslahatan umat meminta supaya manusia menjaga alam dari kerusakan. 

“Pengelolaan lingkungan itu adalah bagian dari tujuan utama syariat. Artinya, agama itu sangat concern (menaruh perhatian) kepada pemeliharaan lingkungan,” ucapnya. 

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)


Ketum PGI Gomar Gultom menilai pemberian IUP kepada ormas keagamaan adalah bentuk komitmen pemerintah untuk melibatkan rakyat dalam mengelola kekayaan sumber daya alam. Namun, dia mengingatkan bahwa mengurus tambang tidaklah mudah. 

“Dunia usaha tambang ini sangat kompleks, mempunyai konsekuensi yang amat luas, dan diliputi beragam kontroversi di dalamnya,” ujar Gomar kepada Tempo di Jakarta, Senin, 10 Juni 2024. 

Kekhawatiran akan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari pertambangan batu bara juga menjadi dasar PGI tak menerima izin pengelolaan tambang. Terlebih, selama ini PGI aktif mendampingi korban-korban kebijakan pembangunan, termasuk tambang. Dengan menjadi pelaku usaha tambang, Gomar beranggapan organisasinya akan sangat rentan kehilangan legitimasi moral. 

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)


Sekretaris Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau KWI, Marten Jenarut mengungkapkan pengelolaan tambang tak sesuai dengan tugas KWI sebagai lembaga di bidang keagamaan. Sejak didirikan pada 1924, menurut dia, KWI bertujuan untuk mengatur peribadatan umat Katolik di Indonesia dan menyelenggarakan program kemanusiaan. 

“Dalam konteks konsistensi terhadap jati diri dan muruah KWI sebagai ormas keagamaan, tidak menerima tawaran pemerintah untuk memegang IUP pertambangan,” kata Marten kepada Koran Tempo

Menurut Marten, menjadi bagian dari pelaku usaha tambang dapat memicu konflik kepentingan lantaran KWI juga berperan mengawal manajemen pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. KWI berharap kegiatan-kegiatan pembangunan dilaksanakan dengan berlandaskan prinsip moral etis dalam gereja Katolik. 

Prinsip yang dimaksud antara lain menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, berorientasi pada kepentingan publik, serta menjamin keutuhan alam. “Dalam semangat tahu diri bahwa KWI merupakan lembaga keagamaan, dengan segala hormat, kami menolak tawaran itu,” ucap Marten. 

Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)


Penolakan juga datang dari HKBP. Eforus HKBP, Robinson Butarbutar mengatakan pihaknya menolak karena merasa ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan yang telah dieksploitasi oleh manusia. HKBP menilai pertambangan telah lama terbukti menjadi salah satu penyebab utama kerusakan alam hingga pemanasan bumi (global warming). 

Oleh karena itu, HKBP mendorong pemerintah untuk segera beralih ke penggunaan sumber energi hijau, seperti angin dan energi surya. Ormas keagamaan itu pun meminta pemerintah agar bertindak tegas terhadap pelaku bisnis tambang yang telah merusak lingkungan. 

“Bersama ini, kami dengan segala kerendahan hati menyampaikan bahwa HKBP tidak akan melibatkan diri sebagai gereja untuk bertambang,” ujar Robinson kepada Koran Tempo

MELYNDA DWI PUSPITA 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus