Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dari Drakula hingga Jam Malam

10 Maret 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KISAH lama itu seperti berulang kembali dalam kasus terbunuhnya Theys Eluay. Cerita seram beredar, lalu jam malam diberlakukan, dan berujung pada tokoh-tokoh tak bernyawa. Pada April 1984, sebuah kabar seram menyergap Jayapura. Seorang wanita Jawa bernama Sumiati berkeliaran di seantero kota jika hari sudah malam. Rambut Sumiati lurus, hidung mancung, dan bodinya sintal. Tapi ada yang menakutkan. Wanita cantik itu doyan daging manusia. Karena itulah ia lalu kondang disebut Hantu Sumiati. Di tengah serunya kabar seram itu, seorang tokoh perjuangan kemerdekaan Papua bernama Arnold tewas terbunuh pada 26 April 1984. Siapa pembunuhnya? Tak jelas, memang, karena penyelidikannya tidak pernah dilakukan. Tapi telunjuk masyarakat mengarah ke Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha), yang belakangan namanya berganti menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Theys Eluay tewas terbunuh setelah beredar cerita seram sekitar November lalu. Drakula, makhluk yang dikenal doyan mengisap darah manusia, beraksi jika hari sudah gelap. Sang drakula mencari mangsa di sepanjang jalan dari Jayapura hingga Sentani, yang jauhnya 54 kilometer dari pusat kota. Kabar itu konon bermula dari warung makan yang bertebaran di Kota Abepura?sekitar tujuh kilometer dari pusat kota. Di tengah kabar seram itu, Theys Hiyo Eluay ditemukan mati di-cekik di Koya Tengah?sebuah kawasan transmigran 45 kilometer dari Kota Jayapura. Theys adalah Ketua Dewan Presidium Papua yang kerap membuat Jakarta menegang urat amarahnya. Siapa sang pembunuh? Belum ada jawaban akhir. Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Pol. I Made Mangku Pastika pernah melansir bahwa sejumlah personel Kopassus Tribuana IX, yang bermarkas di Hamadi?sekitar tiga kilometer dari Jayapura?terlibat dalam pembunuhan itu. Dewan Presidium Papua dan keluarga Theys juga menuding kesatuan elite itu. "Sejak awal, saya tahu, pelakunya Kopassus," kata Boy Eluay, putra tertua Theys, yang juga Komandan Satgas Papua, milisi setempat. Sehari sebelum ditemukan tewas, Theys memang diundang ke markas Kopassus di Hamadi untuk ikut merayakan Hari Pahlawan. Keluar dari markas itu, Theys diculik dan ditemukan tak bernyawa di Koya Tengah keesokan harinya. Sesungguhnya kabar yang tak kalah seramnya juga sudah menghantui kawasan Koya Tengah beberapa minggu sebelum kematian kepala suku Sentani itu. Investigasi yang dilakukan oleh Lembaga Studi Advokasi Hak Asasi Manusia?sebuah lembaga nonpemerintah?menunjukkan tersiarnya kabar penyerbuan besar-besaran ke kawasan transmigran itu oleh Tentara Pembebasan Nasional, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dengan itu, aparat keamanan memiliki dalih untuk merapatkan barisan demi melindungi warga transmigran. Jam malam lalu diberlakukan. Di atas pukul 21.00, warga dilarang ke luar rumah. Pada saat itulah aparat akan menyisir pasukan musuh. Anehnya, mayat Theys justru ditemukan persis di lokasi yang dijaga ketat itu. Penjagaan sebetulnya bukan cuma di situ. Dari markas Kopassus di Hamadi hingga Koya Tengah, terdapat beberapa pos penjagaan aparat keamanan. Pos-pos itu dijaga oleh tentara dan ditutup portalnya jika malam tiba. Mereka yang lewat harus melapor. Identitasnya akan dicatat dan jika meyakinkan, barulah portal dibuka. Dengan penjagaan ketat begitu, memang membingungkan jika mobil yang ditumpangi Theys?bersama para penculiknya?malam itu lolos hingga ke Koya Tengah. Siapa yang punya kemampuan menerabas segala penjagaan seperti itu? Setelah pembunuhan, sejumlah deringan telepon dan pesan pendek (SMS) gelap mampir ke telepon seluler Boy Eluay. Di antaranya satu pesan bernada mengancam sekaligus ingin melempar tanggung jawab ke pihak lain. "Boy, you kasih keterangan baik-baik. Nama-nama pembunuh Bapak sudah kami dapat dari?," kata pesan itu sembari menyebut sebuah nomor HP. Setelah dicek, ternyata nomor ponsel yang disebut pengirim pesan itu milik seorang personel di Polda Papua. Pesan serupa diterima oleh Tom Beanal dan Thaha Al Hamid, ketua dan sekretaris jenderal Dewan Presidium Papua. Kali ini berisi ancaman pembunuhan. Wens Manggut, Cunding Levi (Jayapura)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus